Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pahit, Getir dan Hambar

20 Agustus 2017   12:42 Diperbarui: 20 Agustus 2017   12:58 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Jikalau kau menyesap air rebusan buah maja di kuali tanah yang terbuat dari liat yang tidak terlalu basah, maka kau akan merasakan pahit yang sebenarnya.

Jikalau kau memetik buah di halaman yang terlambat didatangi cahaya, maka kau akan mendapatkan getir sekuatnya. 

Jikalau kau melupakan asin saat memasak daging dan kuah paling istimewa, maka kau akan mencicipi hambar tak ada duanya

Pahit dan getir jauh lebih baik karena mempunyai rasa.  Ujung lidah masih bisa menerima karena itu nyata.  Namun hambar tak termaafkan sebab seutuhnya mengabaikan rasa.

Menghadapi pahit memang mencekik sakit

Melalui getir tak ubahnya berkelok kelok menghindari petir

Menyingkirkan hambar sebenar-benarnya perjuangan menuju sunyi namun penuh dengan hati menggeletar

Kau tahu itu bukan wahai cinta yang bercadar?

Bogor, 20 Agustus 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun