Mohon tunggu...
Maslani SPd
Maslani SPd Mohon Tunggu... -

Pendidik di SMPN 4 Pelaihari , Kabupaten Tanah Laut., Kalimantan Selatan. Memulai menekuni menulis artikel secara rutin sejak tahun 2013, khususnya artikel yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Beberapa tulisan artikel terbit di koran lokal Kalimantan Selatan, baik koran Banjarmasin Post maupun Radar Banjarmasin.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru dalam Percaturan Politik Lokal dan Nasional

4 Desember 2018   16:12 Diperbarui: 4 Desember 2018   18:15 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjelang Pilkada 2018 yang lalu, lalu Pileg dan   Pilpres 2019 yang akan datang, selalu ada banyak kegiatan dan terobosan   agar dapat menarik simpati dan dukungan pemilih yang berasal dari berbagai kalangan, tidak kecuali kalangan guru.  Mulai dari cara yang biasa dan lumrah sampai dengan cara yang 'nyeleneh' atau diluar kebiasaan dan kontroversial. 

Demikian pula,  dengan cara yang bersifat 'abu-abu' atau terselubung dengan dibingkai acara atau kegiatan yang 'semi resmi' hingga yang bersifat terang-terangan. Kegiatan yang bersifat 'abu-abu' ini,  pada umumnya dilakukan oleh aparatur birokrasi yang membingkainya dengan acara atau kegiatan dinas atau instansi sebagai bentuk' loyalitas' terhadap 'atasan' yang telah memberikannya jabatan, fasilitas, dan kekuasaan.

Tidak dapat dimungkiri, pejabat atau pemimpin yang memiliki kepentingan politik berupaya memanfaatkan cara atau kegiatan yang bersifat kedinasan untuk' sekali menyelam minum air" atau memanfaatkan kesempatan tersebut walau hanya dengan sekedar menitipkan kelender, kartu nama, atau bingkisan dari calon kepala daerah atau  legislatif dari partai politik tertentu.

Guru, sebagai salah satu pemilih potensial yang dominan dalam struktur pegawai pemerintahan, menjadi sasaran 'empuk' untuk menarik simpati dan dukungannya kepada calon kepala daerah, anggota legislatif dari partai politik, dan pemilihan presiden.  

Dengan berbagai upaya dan cara oleh para kaki tangan politik melakukan pendekatan kepada  guru yang dianggap punya pengaruh atau dapat mempengaruhi opini masyarakat sekitarnya untuk mendukung calon yang mereka jagokan. Termasuk dalam menyebarkan janji politiknya untuk meningkatkan kesejahteraan guru melalui pemberian insentif atau tunjangan daerah, dan sebagainya.

Pada  era otonomi daerah ini, terkesan guru terkotak-kotak, karena adanya kontestasi Pilkada yang menjadi 'magnet' politik yang melanda kehidupan perpolitikan di daerah.  Guru menjadi pemilih potensial yang sangat diperhitungkan dalam kontestasi Pilkada. Namun,  dari segi pembinaan dan pengembangan kompetensi guru itu sendiri masih jauh harapan.  

Kegiatan pembinaan dan pengembangan kompetensi guru  masih jauh dari harapan, baik yang dilaksanakan oleh organisasi profesi guru itu sendiri, maupun  oleh  dinas terkait daerah .

Sejak otonomi daerah dan pilkada, peran guru sangat diperhitungkan dalam peta sosial dan perpolitikan daerah khususnya menjelang Pilkada, baik Pilkada gubernur maupun bupati/walikota. Selanjutnya,  pasca Pilkada , kita dapat menyaksikan banyak  jabatan di birokrasi yang dipegang oleh mantan guru yang bertranspormasi menjadi birokrat, khususnya dalam bidang pendidikan.

 Fenomena ini sangat lumrah terjadi pada  era otonomi daerah dan politik transaksional seperti sekarang ini. Fakta di lapangan menarik untuk dicermati, bagaimana magnet birokrasi sangat kuat menggiring guru sebagai tenaga fungsional menjadi birokrat yang merupakan tenaga struktural. Kekuasaan adalah inti magnet yang dapat merubah idealisme dan profesi seseorang.  

Memang, tidak ada yang salah dalam hal ini. Perubahan dan perbaikan nasib memang hak seseorang untuk menentukannya. Penghasilan dan pendapatan seorang guru tidaklah secerah dan sebanding dengan birokrat, terlebih menduduki jabatan esolan dalam birokrasi pemerintahan. Meskipun guru sudah mendapat tunjungan sertifikasi guru, namun hal tersebut bukan penghalang untuk hengkang dari profesi guru yang sudah digelutinya. 

Guru sejati  itu konsisten dengan profesinya, meski pengahsilan tidak mencukupi . Guru sejati itu adalah guru yang  konsisten dalam memegang janji profesi, meski  profesinya dinilai tak bergengsi.  Organisasi profesi  guru adalah organisasi yang semestinya diurus oleh guru dan untuk guru. Guru bermartabat,  bangsa berdaulat.  Sukseskan PILEG dan PILPRES 2019.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun