Mohon tunggu...
Fathan Muhammad Taufiq
Fathan Muhammad Taufiq Mohon Tunggu... Administrasi - PNS yang punya hobi menulis

Pengabdi petani di Dataran Tinggi Gayo, peminat bidang Pertanian, Ketahanan Pangan dan Agroklimatologi

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Penyuluh Pertanian Juga Punya Kode Etik Profesi

6 September 2017   13:39 Diperbarui: 6 September 2017   13:41 6221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar, Aktifitas penyuluh pertanian di lapangan (Doc. FMT)

Aktifitas penyuluhan pertanian sejatinya sudah mulai diakui sebagai sebuah profesi sejak tahun 1905, ditandai dengan berdirinya Departemen Pertanian pada pemerintahan Hindia Belanda. Namun demikian pada saat itu peran penyuluh pertanian tidak lebih sebagai "alat" untuk membantu program tanam paksa yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda. 

Sementara eksistensi penyuluh pertanian sebagai bagian penting dalam pembangunan pertanian di Indonesia dimulai pada tahun 1960, seiring dibukanya program study Penyuluhan Pertanian di beberapa Perguruan tinggi ternama seperti IPB dan UGM serta mulai didirikannya Sekolah Penyuluhan Pertanian Menegah Atas (SPPMA) di beberapa daerah di Indonesia..

Sementara di lingkungan Departemen Pertanian sendiri, pengakuan penyuluh pertanian sebagai sebuah profesi, baru terwujud pada tahun 1967 pada saat dibentuknya lembaga Bimas (Bimbingan Massal) yang mewadahi para penyuluh pertanian, dan sejak saat itu rekruitmen tenaga penyuluh pertanian dilakukan secara besar-besaran, karena keberadaan penyuluh pertanian mulai dibutuhkan untuk mendukung program pertanian di Indonesia. Berbeda dengan pegawai fungional lainnya seperti guru, dokter atau bidan yang sudah terlebih dahulu diakui eksistensinya, profesi penyuluh pertanian baru dimasukkan sebagai jabatan fungsional pada tahun 1976 (Totok Mardikanto, 2009).

Eksistensi penyuluh pertanian sebagai sebuah profesi dan jabatan fungsional yang tidak terpisahkan dari pembangunan pertanian, kemudian di"kukuh"kan dengan lahirnya Undang Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistim Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Pengakuan secara 'de jure' bahwa penyuluh pertanian sebagai sebuah profesi, kemudian di'legal'kan melalui Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 02/PER/MENPAN/2/2008 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian dan Angka Kreditnya. Dalam peraturan tersebut, penyuluh pertanian diakui sebagai sebuah profesi, artinya penyuluh pertanian dianggap memiliki kedudukan sama dengan profesi lainnya seperti dokter, paramedis, guru, dosen, arsitek, jurnalis, peneliti, widya iswara dan profesi lainnya.

Sebagai sebuah profesi, penyuluhan pertanian kemudian 'menuntut' para penyuluh untuk bisa melaksanakan tugas dan fungsinya secara professional. Untuk itulah setiap penyuluh pertanian harus memiliki kemampuan dan keahlian di bidangnya yaitu bidang pertanian. Karena tanpa pengetahuan dan keahlian di bidangnya, seorang penyuluh tidak mungkin dapat menjalankan tugasnya secara professional.

Itulah sebabnya setiap penyuluh pertanian harus melakukan pengembangan diri melalui berbagai cara seperti melalui jenjang pendidikan formal, pendidikan dan pelatihan teknis maupun fungsional, pengembangan pfofesi melalui aktifitas membuat karya tulis ilmiah, penyaduran atau penerjemahan karya ilmiah di bidang pertanian serta mampu memberikan konsultasi di bidang pertanian baik kepada institusi maupun perorangan. Tanpa upaya tersebut, akan sulit untuk menyebut seorang penyuluh sebagai professional, dan inilah yang sampai saat ini masih menjadi dilemma, karena masih ada sebagian penyuluh yang memang tidak punya keinginan untuk melakukan pengembangan diri.

Kode etik profesi penyuluh pertanian

Sebagaimana umumnya sebuah profesi, keberadaan para penyuluh pertanian di Indonesia yang jumlahnya mencapai ratusan ribu orang itu, tentu dibutuhkan sebuah organisasi yang bisa menaungi dan menfasilitasi kepentingan para penyuluh pertanian. Meski kesannya sangat terlambat, namun keberadaan organisasi tempat bernaungnya para penyuluh pertanian, dirasakan sangat mendesak. Atas prakarsa para penyuluh senior dan pejabat di lingkungan Departemen Pertanian, dibentuklah seuah organisasi bagi para penyuluh pertanian yang kemudian diberi nama Perhimpunan Penyuluh Pertanian Indonesia (Perhiptani) pada tanggal 6 Juli 1987 di Subang, Jawa Barat. 

Seorang penyuluh pertanian senior, Ir. Mulyono Machmur, kemudian ditunjuk sebagai Ketua DPP Perhiptani pertama dan jabatan Sekretaris Jenderal (Sekjen) dipercayakan kepada Dr. Ir. Adang Wijaya. Agak terlambat memang, jika dibandingkan dengan organisasi profesi lainnya seperti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang sudah berdiri sejak 25 Nopember 1945, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang sudah berdiri tanggal 30 Juli 1950 dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) yang berdiri sejak 24 Juni 1951. Bahkan dengan para petani nelayanpun, Perhiptani masih "kalah tua", karena para petani dan nelayan Indonesia sudah mendirikan organisasi Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) pada tanggal 12 September 1981, atau enam tahun sebelum berdirinya Perhiptani.

Sesuai dengan AD/ARTnya , berdirinya perhimpunan penyuluh pertanian Indonesia (PERHIPTANI) memiliki bertujuan untuk :

* Membantu pemerintah dan masyarakat dalam mengembangkan sistem penyuluhan pertanian yang efektif, efisien dan produktif;

* Mengembangkan serta menyebarluaskan ilmu, teknologi, metode dan manajemen penyuluhan pertanian;

* Membina jiwa korsa, mengembangkan profesionalisme dan menyalurkan aspirasi penyuluh pertanian.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka sebagaimana organisasi profesi lainnya, Perhiptani kemudian juga menyusun kode etik yang harus dipatuhi oleh semua penyuluh pertanian yang bernaung dalam organisasi ini. Kalau para jurnalis memiliki kode etik jurnalistik, para dokter juga memiliki kode etik kedokteran, maka para penyuluh pertanian pun dituntut untuk memiliki dan mematuhi kode etik profesi penyuluh.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, Perhiptani yang merupakan organisasi profesi resmi bagi para penyuluh pertanian di seluruh Indonesia ini, kemudian menyepakati rumusan kode etik bagi penyuluh pertanian. Melalui Kongres ke III Perhiptani yang digelar di Mataram, Nusa Tenggara Barat pada tanggal 15 Juli 1996, telah disepakati kode etik bagi penyuluh pertanian yang kemudian dikenal sebagai 'Panca Etika Penyuluh Pertanian'. Secara rinci panca etika penyuluh pertanian yang merupakan kode etik yang harus dipegang teguh dan dipatuhi oleh semua penyuluh pertanian memuat 5 (lima) kode etik sebagai berikut :

1. Penyuluh Pertanian beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta senantiasa menghormati dan memperlakukan petani-nelayan beserta keluarganya sederajat dengan dirinya.

2. Penyuluhan Pertanian senantiasa menempatkan keinginan dan kebutuhan petani-nelayan sebagai dasarutama pertimbangan dalam mengembangkan program apapun bersama petani nelayan beserta keluarganya.

3. Penyuluhan Pertanian senantiasa lugas, tulus dan jujur dalam menyampaikan informasi, saran ataupun rekomendasi dan bertindak sebagai motivator, dinamisator, fasilitator serta katalisator dalam membimbing petani-nelayan beserta keluarganya.

4. Penyuluhan Pertanian senantiasa memiliki dedikasi dan pengabdian untuk membela kepentingan petani- nelayan atas dasar kebenaran serta dalam melaksanakan tugas senantiasa memperlihatkan perilaku teladan, serasi, selaras dan seimbang kepada semua pihak.

5. Penyuluhan Pertanian senantiasa memelihara kesetiakawanan dan citra koprs Penyuluhan Pertanian atas prinsip " silih asuh silih asih dan silih asah " serta senantiasa bersikap dan bertinngkah laku yang menghormati agama, kepercayaan, aturan, norma dan adat istiadat setempat.

Dengan disepakatinya panca etika penyuluh pertanian tersebut, secara otomatis, dalam menjalankan tugasnya, setiap penyuluh terikat dengan kode etik tersebut.  Dengan mempedomani kode etik tersebut, sebenarnya setiap penyuluh sudah 'diarahkan' untuk menjadi seorang professional, jauh sebelum penyuluh pertanian diakui sebagai sebuah profesi pada tahun 2008 yang lalu. 

Namun yang menjadi pertanyaan, sudahkan para penyuluh memahami kode etik profesi mereka? Sebuah pertanyaan yang baru bisa terjawab ketika melihat aktifitas mereka di lapangan. Dan satu hal yang kemudian menjadi 'tabu', jika ternyata masih ada sebagian penyuluh pertanian yang tidak mengetahui kode etik profesi mereka sendiri, dan itu masih dapat kita lihat sebagai sebuah realita di lapangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun