Mohon tunggu...
Maria Fillieta Kusumantara
Maria Fillieta Kusumantara Mohon Tunggu... Administrasi - S1 Akuntansi Atma Jaya

Music Addict. Writer. Content creator

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kiss on Christmas Day

3 Januari 2015   05:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:55 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Cinta. Satu kata penuh makna. Namun aku harus menelan kepahitan ini ketika kini aku juga belum dapat menikmati nikmatnya cinta. “Hai bro!”. Aku mendongak. Itu Flin Albert, sahabatku. Ia tampak menggandeng Stella Georgina, pacarnya. “Hai juga Flin! Bagaimana kabarmu?”. “Baik. Sedang apa kau disini?”. “Sedang bersantai saja, melepas kepenatan setelah melalui hari-hari kuliah yang membosankan. Kau tahu kan, Senin kemarin aku harus mengikuti kuliah Mrs. Sue yang yah bisa dibilang dia ‘Ratu pemboyong tidur’ karena dia selalu menjelaskan pelajaran dengan mendongeng. Belum lagi Selasa dan Rabu dengan Mr. Horizon yang terkenal killer itu. Kamis  dengan Pastor Willy, jelas aku menyebutnya pastor, karena dia menjelaskan materi seperti berkotbah bak pastor di Gereja. Semua membuatku suntuk”. Flin menggangguk dan tertawa. “Kemana pacarmu?”, tanyaku. “Oh, dia sedang memesan makanan. Aku hari ini akan melalui kencan indah bersamanya. Menurutmu, dia bagaimana?”, bisik Flin. Aku terdiam, berpikir sejenak.  Aku memandangi Stella yang berjalan menuju meja makan dengan membawa hot chocolate. Dia nampak seksi dengan rok mini dan bustier putih. “Cantik dan seksi bro”, bisikku padanya. Aku berkata dalam hati, pintar juga Flin bisa dekat dengan wanita secantik Stella. Aku terkagum-kagum dengan bodynya yang tidak terlalu gemuk namun berisi. Flin tersenyum. “Bagaimana dengan kehidupan cintamu bro? Sudahkah kau menemukan cewek yang akan menjadi pacarmu suatu hari kelak?”. “Kehidupan cintaku masih sama seperti dahulu. Aku belum menemukan perempuan yang cocok di hatiku”, ucapku singkat. “Kalau begitu kau harus membaca buku ini”, katanya sembari meninggalkan mejaku dan berpaling ke meja Stella dan memberikanku buku yang berjudul ‘Anatomi Cinta’, entah apa maksud dan hubungannya dengan kehidupan cintaku.

Aku mencoba menerka maksud dari judul buku karangan Dr. Kendrick Johnson yang baru saja diberikan Flin untukku. Anatomi Cinta, seperti bahasa kedokteran saja. Tapi kuakui, Kendrick pandai mengemas judul sehingga membuat pembacanya penasaran akan makna dan isi bukunya, luar biasa. Aku belum berniat membaca buku itu sepenuhnya. Aku ingin bersantai dulu di cafe. Sembari minum, mataku masih menatap Stella, kekasih sahabatku dan sedang duduk berdua dengan Flin, yang baru sekitar sebulan berpacaran itu. Aku berkeinginan suatu saat memiliki pacar secantik Stella. “Permisi, boleh saya duduk disini?”, ujar seorang wanita melihat kursi di sebelahku kosong. Aku pun mengangguk mempersilakan wanita itu duduk. Setelah ia memesan menu, ia menyapaku. “Hai, kenalkan aku Jane”. Aku balas menjabat tangannya dan memperkenalkan namaku. “Aku Nico, senang bertemu denganmu”. Setelah mengobrol cukup lama dengan Jane, aku mengetahui ternyata Jane seusia denganku. Ia juga sedang duduk di bangku kuliah. Aku terkesan dengan Jane, orangnya ramah, mudah diajak ngobrol, baik dan cantik tentu saja. Matahari mulai beranjak pergi, digantikan oleh lembayung senja yang indah. Aku memacu limusinku melewati Squa Drift Park dan kemudian menuju kompleks Dourtmunt Housing. Aku tak bisa konsentrasi menyetir. Jane masih terus menghantui pikiranku. Entah mengapa bayangan gadis ini hadir dan wara-wiri di kepalaku.

Aku menghambur cepat ke dalam rumah dan membaca buku Anatomi Cinta itu. Pertama kali aku membuka buku itu, buku itu membahas mengenai pengenalan cinta. Aku mengetahui dan mendapat pelajaran berharga bahwa cinta adalah perasaan yang ada dalam manusia yang dikaruniai oleh Tuhan. Kringgg! Dering hpku mengusik keseriusanku membaca. Ternyata dari Stella, pacar Flin. Untuk apa dia menelponku? “Hai Nic! Ini aku Stella. Apakah esok hari kau sibuk?”. Aku menjawab tidak dan ia menyambung “Aku dan Flin mengajak kau ke diskotik besok, sekadar untuk bersenang-senang saja, apa kau bersedia untuk ikut?”. Ide gila apa yang baru saja kudengar? Stella mau mengajakku dugem? Aku bingung harus jawab apa. Aku belum pernah ke diskotik walau sedang stress sekalipun. Akhirnya setelah kupikir-pikir, aku menerima tawaran itu. “oke Nic! Kita kumpul di rumah Flin pukul sembilan malam. See you next day!” tut tut tut Stella menutup teleponnya. Aku berpikir ini bisa menjadi malam yang seru. Aku akan mengajak Jane sekaligus memperkenalkannya pada mereka. Aku segera mengangkat kembali handphoneku dan kutelepon Jane. Aku ceritakan rencana Flin dan Stella itu padanya. Dia setuju dan bersedia untuk ke diskotik bersamaku. Aku tersenyum. Ini menjadi malam pendekatan pertamaku untuk memikat hatinya.

Aku kembali meneruskan buku yang ku baca. Aku terkesan dengan berbagai quote didalamnya yang membuatku semakin paham akan makna cinta sesungguhnya dan seperti apa menyikapinya. Seperti quote ‘Love is not a honey and a sugar, but it gives us sweetness more than those’ yang memberikan sebuah perumpamaan bermakna dalam bahwa cinta itu lebih manis dari madu dan gula yang menurutku, jika mencintai seseorang jangan hanya memandang dari sisi materi, namun cintailah dia secara mendalam, maka akan berbuah manis, suatu saat bisa mencapai pelaminan. Sungguh menjadi quote yang begitu mendidik untuk permulaan cintaku.

Esok hari...

Aku menuju rumah Flin pukul setengah sembilan malam setelah menjemput Jane terlebih dahulu. Lalu kami bergegas ke LA Jack Discotic di bilangan Illinois. “Nic, ngomong-ngomong, siapa cewk yang kau ajak ini? Pacarmu?”, tanya Flin ketika kami sudah sampai ke diskotik itu. Tempatnya ternyata mengasyikkan. Tidak seperti bayanganku. “Bukan. Ini temanku, Jane. Kemarin baru saja kenal di cafe”, jawabku santai. Sembari Jane memesan minuman di bar, aku dan Flin duduk mengobrol. “Bro, bagaimana pendapatmu jika aku berpacaran dengan Jane?”. “Ya, itu hal yang bagus bro. Dia baik, ramah, sopan dan cantik, tapi...”. “Tapi apa?”. “Tapi menurutku, dia kurang seksi bro”. “Kau ya, selalu menilai orang dari fisik saja”. “Bro, bagiku, fisik seorang wanita itu penting. Kau tahu, sejak dahulu aku menginginkan cewekku terlihat sempurna di mataku”. Aku membuang napas. Huh, tak ada gunanya berdebat dengan sahabatku ini. Fokus utamanya cinta pada seorang wanita dari segi fisik saja. “Hai sayang, ini minumannya”, ujar Stella sambil meletakkan minuman di meja dan duduk di sebelah Flin. Jane juga mengantar minuman ke mejaku beberapa saat kemudian. Sesekali, di sela obrolanku dengan Jane,  aku mencuri pandang ke Flin. Dia sedang berciuman rupanya. Aku memalingkan muka dan kembali mengobrol dengan Jane. Kuambil brendi yang tadi diletakkan di meja dan kusodorkan pada Jane. “Kau mau brendi?”. “Ya, tentu”. Dadaku kian lama kian bergetar, melihatnya minum brendi, cantik sekali. Aku pun tak bisa menahan rasa di dadaku. Aku mengungkapkan rasaku padanya. Dia menerimaku sebagai pacarnya. Dia juga suka padaku. Aku mengecup bibirnya lembut. Tanganku meraih tangannya untuk mengajaknya turun ke lantai dansa. Diiringi lagu Stereo Love yang diputar oleh DJ Dorothy Maxwell, kami mulai berdansa.

Menjelang pagi, kami baru kembali ke rumah Flin. Stella mengambil alih menyetir mobil karena Flin sedang mabuk berat. Aku bisa tahu dari napasnya. “Dengar-dengar, kalian sudah jadian ya?”, tanya Stella padaku. Aku berpaling pada Jane, mengecek keadaannya. Ia tertidur pulas karena kecapekan berdansa denganku. “Hmm, ya”,jawabku singkat. Stella tak lagi melanjutkan pembicarannya denganku. Dia berkonsentrasi menyetir. Akhirnya sampailah kami di rumah Flin. Stella dan aku menggendong Flin ke kamarnya. Aku dan Jane meminta izin pulang padanya. Aku menyetir mobilku ke rumah Jane, memeluk, mengecup bibirnya dan mengucapkannya selamat tidur lalu pulang menuju rumahku.

Aku merebahkan diri di kasurku sambil memeluk buku Anatomi Cinta, buku yang telah mengajarkanku mengenai cinta dan sekaligus telah mencapai resolusiku untuk memiliki seorang pacar. Aku sayang kau Jane.

Di rumah Jane keesokan paginya...

“Kau sudah bangun rupanya. Mari makan”, ucap Quentin, kakak Jane. Jane mengangguk. “Kemarin, yang mengantarmu kesini siapa dan darimana saja kau pagi-pagi baru sampai?”. “Itu pacarku kak, baru jadian. Namanya Nico. Kami baru saja pulang dari diskotik, bersenang-senang”. Quentin tersenyum. Kringgg! Dering telepon membuat Jane langsung bangkit dari meja makan dan menghambur ke meja telepon. “Oh, kau Nic. Ada apa?”. “Malam yang begitu indah semalam”.”Iya, aku tak bisa melupakannya”. “Hari ini aku mengajakmu jalan-jalan. Aku jemput di rumahmu oke?” “Yes, haha. Tak sabar bertemu denganmu”. “Dia mengajakmu pergi lagi Jane?”, tanya kakakku. “Yes, kak. Dia akan menjemputku di rumah”. “Ya sudah, bersiap-siaplah. Tampil semenarik mungkin di depan pria”, bisik kakakku. Aku segera menuju ke kamar, mengganti pakaian. Di rumah ini, aku hanya tinggal berdua bersama kakakku. Kakakku sudah punya pacar terlebih dahulu sembelum aku. Jacob, nama pacarnya. Mereka berpacaran sejak SMA. Aku juga pernah dikenalkan padanya. Tapi, aku tidak terlalu senang kakakku berpacaran dengannya. Dia suka merokok dan mabuk-mabukan. Sejak berpacaran dengan Jacob, kakakku jadi sering merokok dan mabuk-mabukkan. Dan yang lebih parah, kakakku harus kehilangan virginitasnya sejak kelas dua SMA. Aku segera menuju ke pintu, berpamitan dengan kakakku dan menemui Nico.

Nico menyetir limusinnya, berhenti di parkiran Mall of America, membukakanku pintu dan mengajakku menonton film, film yang mengasikkan namun menyeramkan. Bercerita tentang seorang laki-laki memiliki seorang pacar yang cantik, namun naas kasus pembunuhan merenggut nyawa pacarnya itu. Pacarnya pun masih sering menghantui laki-laki itu dan kasus pembunuhannya masih diselidiki oleh kepolisian. Paranormal yang juga diundang untuk menyelesaikan kasus kematian misterius pacarnya itu juga menyarankan agar setelah penyidikan oleh polisi dilakukan, ritual pengusiran hantu pacarnya tersebut dilakukan selama seminggu penuh. “Bagaimana filmnya menurutmu?”. “Bagus, agak menegangkan gitu. Aku suka, gak nyangka kamu bakal ngajak aku nonton film seperti itu”, sambung Jane sambil tersenyum. “Hehe. Iya. Aku sudah naksir sama trailer filmnya. Jadi kepikiran pengen nonton bareng kamu”. Jane tersenyum dan aku menggandeng tangannya, menuju kedai Starbucks. Aku memesan segelas Cappucino dan Jane memesan Strawberry Frappucino dan kami memulai obrolan kami sembari menengguk minuman pesanan kami. “Bagaimana kuliahmu?”, tanya Jane mengawali pembicaraan. “Yah, seperti biasanya. Membosankan. Aku berhadapan dengan dosen kiler, dosen pendongeng dan dosen pastor. Hanya satu dosen favoritku, Madam Agatha, dosen Manajemen Korporatku. Dia menjelaskan dengan jelas dan sikapnya yang tegas, membuatku selalu bersemangat mengikuti kuliahnya. Kau tahu? Ada rahasia besar yang tersimpan di kampusku dan aku baru mengetahuinya ketika temanku, Merlyn membocorkan rahasia itu kepada teman-temannya. Madam Agatha menjalin hubungan spesial dengan seorang mahasiswa!”. Jane kaget dan menyambung “Seorang dosen menjalin hubungan kasih dengan seorang mahasiswa? Yang benar saja kau!”. Lalu aku kembali menjelaskan “Iya. Aku pernah tak sengaja melihat mereka sedang berpacaran di salah satu kafe di kantin kampusku. Memang sih, Madam Agatha cukup cantik menurutku. Tapi, aneh ketika ia mau menjalin kasih dengan seorang mahasiswa. Itu hal yang konyol menurutku. Kau? Bagiamana dengan kuliahmu?”. “Kuliahku sangat menyenangkan. Desember ini aku bersama dengan unit kegiatan mahasiswaku akan mengadakan theater ‘Built Up the Hope’. Berkisah tentang seorang gadis miskin yang kesulitan ekonomi mengerahkan segala kemampuannya untuk bisa meraih harapannya untuk melanjutkan sekolahnya yang sempat terputus karena kekurangan biaya. Kau mau nonton? Uang hasil penjualan tiketnya akan diserahkan untuk membantu anak-anak kecil dan miskin bersekolah”. Aku terkagum-kagum dengannya. Ia punya jiwa dermawan dan kepedulian tinggi dengan berpartisipasi dalam theater itu. Ini adalah tipe wanita yang aku cintai. Dia tidak hanya cantik secara fisik, namun juga punya hati yang mulia.  “Hmm, well, ya. Aku mau. Kapan dan dimana acaranya?”. “Di Wonderland Theater, Arizona hari Sabtu,13 Desember”. “Oke, aku akan datang nanti. Ohya, apa kesibukanmu diluar kuliah?”. “Aku bekerja di perusahaan milik pemerintah, sebagai tenaga IT”. Aku baru tahu kalau dia juga bekerja. Ternyata, dibalik kesibukannya, dia masih menyempatkan diri untuk pergi dan berpacaran denganku. Banyak hal yang baru kuketahui tentangnya sepanjang obrolan kami, mulai dari kuliahnya di Illinois Institute of Information Technology dengan beasiswa, mengikuti unit kegiatan mahasiswa, aktif bekerja dan kehidupannya yang hanya tinggal berdua dengan kakaknya karena kedua orangtuanya meninggal akibat kecelakaan, yang mengakibatkan dirinya harus terjun ke dunia kerja membantu kakaknya mencari uang untuk hidup sehari-hari. Kakaknya bekerja sebagai model dan laris manis menghiasi iklan tv, majalah, tabloid dan media lainnya. Dari pekerjaan kakaknya yang meraup uang sangat banyak itulah kehidupannya tidak terlalu miskin, yang menurutku termasuk kelas menengah keatas. Aku begitu bangga akan kesabaran dan ketekunannya dalam mengarungi samudra kehidupan. “Jane, aku mau memperkenalkanmu pada orangtuaku. Kamu ikut ke rumahku ya?”. Ia mengangguk dan aku antusias akan memperkenalkan pacarku ke orangtuaku. Orangtuaku pasti akan merestui hubunganku dengan Jane yang semoga dapat berakhir di pelaminan.

Begitu tiba di rumah, ibuku sangat antusias. “Nico, siapa wanita ini?”, tanyanya. “Ini pacarku Mom. Namanya Jane”. Jane menjabat tangan ibuku dan kemudian masuk ke rumahku, mengobrol di ruang tamu. Setelah mengobrol cukup lama, akhirnya hal yang aku tunggu terjadi juga. Ibuku merestui hubunganku dengan Jane! Ibu bilang, Jane adalah wanita yang tepat buatku, karena dia memberikan aku pelajaran positif untuk tetap berjuang dan bekerja keras dalam kehidupan.

Aku segera memencet angka-angka, menelpon Flin. “Hai Flin, bagaimana kabarmu? Kau tahu? Hubunganku dengan Jane direstui ibu!”, ucapku bahagia. “Oh ya? Bagus!”. “Bagaimana denganmu?”. “Aku sudah memperkenalkan Stella dengan ibuku. Namun ibu tidak merestui hubunganku dengannya”. “Why? Bukankah kau dan Stella sudah cukup lama berpacaran?”. “Yeah, but the reality is not good. Ibuku mengetahui Stella suka pergi ke diskotik, berhura-hura, dan lebih lagi, ibu mengetahui bahwa ayah Stella terlibat kasus penipuan dan sering masuk bui. Tapi, aku cinta dengannya. Aku tak bisa menuruti permintaan ibu untuk menjauhi dan tidak berhubungan lagi dengannya. Aku tetap berpacaran dengannya namun dengan diam-diam”. Sedih juga mendengar kisah percintaan Flin. Aku berharap semoga ini tak terjadi padaku.

Setelah acara perkenalan dengan ibu dan keluargaku, termasuk pada adikku, Laurent dan kakakku Michelle serta ayahku, Jane mengajakku ke tempat kerja kakaknya. Kebetulan, kakaknya sedang ada pemotretan untuk majalah Self. Pemotretan berlangsung di taman Holiday Inn Hotel and Resort dengan tema busana ‘Beauty In Nature’. Kata Jane, pemotretannya itu untuk edisi khusus Back to Nature, dan busana yang dikenakan kakak Jane, Quentin, berasal dari koleksi spring summer 2015 Balenciaga. Aku terkesan akan kepiawaian kakaknya dlam berpose di depan kamera. Terlihat luwes. Sembari menunggu Quentin selesai pemotretan, aku dan Jane mengobrol kembali. Di tengah obrolan kami, Quentin tiba-tiba datang “Hai Jane. Tumben kau kesini. Ini Nico, pacarmu yang pernah menjemputmu di rumah ya?”. “Iya kak”. “Oh, salam kenal ya, aku Isabella Quentin, panggil saja Quentin atau Queen. Kami semua mengobrol seru di sore hari bersama Quentine dan juga Jane. Ternyata mereka berdua asyik diajak ngobrol. Quentin titip pesan padaku, untuk menjaga Jane, terutama dari godaan nafsu seksualitas duniawi seperti yang pernah dialaminya dengan pacarnya, Jacob sewaktu kelas dua SMA, yang membuatnya kehilangan virginitasnya, namun beruntung Quentin tidak hamil. Quentin sempat break dengan Jacob selama setahun karena telah melakukan hal yang tidak senonoh  padanya. Sedetik kemudian, Quentin mengeluarkan sebatang rokok dan mulai merokok. Aku terkejut. “Quentin, kau merokok?”, tanyaku dengan rasa penasaran. “Ya,begitulah. Aku tak bisa menghentikan kebiasaan merokokku ini, walau aku sudah mencobanya”. Quentin bercerita, dia mulai mengenal dan dekat dengan rokok dan minuman keras sejak berpacaran dengan Jacob yang belakangan aku ketahui berprofesi sebagai bintang film. Namun, ia tidak berniat mengakhiri hubungan dengan pacarnya setelah perlakuan tidak senonoh, rokok, minuman keras dan nightlife yang diperkenalkan padanya, karena dia begitu cinta dengan Jacob, kurang lebih kehidupan Quentin mirip dengan kehidupan Stella. Ia bercerita akan menikahi Jacob tahun depan. Usianya baru 21 tahun. Usia yang terbilang cukup belia untuk menikah. Dia bilang, ia ingin segera menyatukan cinta mereka, ingin segera memiliki anak dan keluarga. “Aku ingin merasakan indahnya kehidupan sebagai keluarga dengan keceriaan dan tawa anak-anak di rumahku”, ucapnya. Setelah natal, pada Desember ini, Jacob akan melamarnya. Quentin mengakhiri obrolannya dengan kami dan kembali bekerja untuk proyek selanjutnya bersama dua model senior terkenal lainnya, Kimberly Oslav dan Hanna Middleton untuk menjadi model di kalender 2015 bertema green yang dikeluarkan oleh rumah mode Balenciaga limited edition. Aku kembali melanjutkan obrolanku dengan Jane. Kemudian, Quentin menyerahkan dua lembar kertas pada kami. “Itu tiket untuk kalian berdua. Akan ada Balenciaga Spring Summer fashion Show akhir Desember nanti. Kalian datang ya”, ucap Quentin menjelaskan. Aku dan Jane tersenyum dan mengangguk. Aku juga tak sabar menunggunya berlenggak-lenggok di catwalk. Sungguh memesona.

Kudengar HP ku berbunyi, segera kuangkat dan ternyata dari Flin. “Nico! Cepat ke RS Mount Illinois! Stella mengalami kecelakaan”, ujarnya panik. “Stella kecelakaan? Bagaimana kejadiannya?”. “Sudah cepat kau kemari. Nanti kujelaskan detailnya di rumah sakit”. “Baiklah”. Aku berpamitan pada Jane dan Quentin kemudian menyetir limusinku lebih kencang untuk sampai di RS Mount Illinois. Kulihat mata Flin berkaca-kaca. “Apa yang terjadi padanya?”, tanyaku yang kemudian disambut pelukan Flin erat. “Sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menabrak mobil kami sewaktu kami sedang berkendara menuju Digest Restaurant. Aku hanya luka ringan saja, tapi Stella mengalami luka parah di kepalanya, entah masih bisa diselamatkan atau tidak”.  Aku sangat mengerti perasaannya. “Maaf, pasien tidak dapat disembuhkan. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tuhan berkehendak lain. Semoga kalian tabah menghadapi musibah ini”, ujar dokter setelah menangani pasien di ruang rawat. Flin menangis sambil mengumandangkan nama Stella. Itulah terakhir kalinya, ia bertemu Stella. Aku pun berusaha tegar, namun tak dapat membendung air mataku yang mau tak mau tumpah juga.

Aku, Jane, Flin dan keluarga Flin dan keluarga Stella masing-masing datang ke makam Stella. Kami semua tak menyangka kepergian Stella begitu cepat dari tengah-tengah kami. Kami merasa kehilangan sahabat yang telah begitu mengisi dan mewarnai hidup kami. Orang tersebut telah tiada. Telah bersama Tuhan di Surga. Flin masih tak percaya akan ini semua. Hubungannya dengan Stella yang telah setahun dijalaninya, harus berakhir tragis. Selamat jalan Stella Marry Georgina. Semoga kau tenang dan damai bersamaNya. Maafkan kami jika pernah menyakitimu, dan semoga Tuhan mengampuni segala dosamu.

Hari ini hari pertama kuliahku tanpa Stella. Semua terasa berbeda. Tidak ada lagi canda, tawa dan obrolan seru bersamanya. Flin yang biasanya rajin kuliah pun absen. Dia pasti sangat terpukul dengan kejadian yang merenggut nyawa Stella. Aku tahu, ia begitu sayang pada Stella, dan ia sangat kehilangan. Aku tak bisa berkonsentrasi pada kuliah Manajemen Bisnisku. Aku tak sepenuhnya memperhatikan saat Madam Rose mengajar. Aku masih memikirkan Stella dan kejadian awal ketika kami mulai dekat, saat pergi bersama ke diskotik. Aku kangen dengan canda dan tawanya ketika di kampus dan saat break atau pulang kuliah. Aku tak percaya jika aku harus menerima kenyataan hal tersebut tak akan kudapatkan kembali.

Dua minggu lagi aku akan menghadapi ujian akhirku di Illinois Management, Business and Financial University. Aku berusaha mengurangi kegiatanku dengan teman-temanku termasuk juga kegiatan bersama pacarku. Aku ingin belaar keras dan mendapat nilai yang memuaskan.

Ketika ujian akhir telah selesai...

Aku meminta izin ibu lalu pergi ke rumah Flin. Aku mengetuk pintu dan Flin membukakan dan mempersilakan aku ke kamarnya. Inilah waktu yang kutunggu. Aku ingin mengobrol dengan Flin setelah duka yang mendalam akibat kematian Stella. Flin sedikit gugup memulai percakapan, namun memberanikan diri. “Ada apa kau kemari Nic?”. “Aku hanya ingin mengobrol saja dengan kau. Bagaimana perasaanmu sekarang?”. Flin menghela napas panjang dan mulai menjawab “Liburan kali ini mengingatkan aku sewaktu liburan tahun lalu aku dapat melaluinya dengan Stella dan sekarang, tanpanya. Hari-hariku sepi. Seperti kehilangan arah dan semangat hidup. Aku sangat mencintainya. Aku ingin bisa membangkitkannya kembali agar dia dapat terus bersamaku. Namun, itu tak akan mungkin. Kami sudah beda dunia. Cinta kami tak dapat dipersatukan kembali. Serpihan hati ini harus kukubur bersama dirinya yang telah mati. Dia telah menemukan cinta sejatiyang tak pernah padam, cinta Tuhan padanya. Aku sadar akan hal itu, sehingga aku sudah mengikhlaskannya”. Aku tersenyum dan memuji sahabatku dalam hati atas ketegarannya. Ditinggal pergi orang yang kita sayangi untuk selama-lamanya itu sungguh menyedihkan, tetapi perjuangan kita untuk tetap menapaki kehidupan meski kita pernah mengalami hal pahit itu harus tetap berjalan meski tanpa si dia disamping kita. Hidup bukan tergantung pada dia yang kita cintai, tapi tergantung bagaimana kita mengusahakan hidup itu dan berusaha move on dari kegagalan dan peristiwa buruk yang pernah dialami serta mengambil hikmat dari peristiwa yang kita alami itu. Ya. Ini bisa menjadi salah satu pelajaran hidupku. Aku melanjutkan obrolanku  dengannya “Lalu bagaimana kehidupan cintamu selanjutnya? Apa kau akan mencari pacar baru?”. “Humpfttt. Sayangnya hal itu tak dapat dilakukan meski aku sebenarnya menginginkannya. Ibuku telah mempersiapkan jodoh buatku. Namanya Jennifer Carmelia, dia anak rekan sekerja ayahku. Kata ibuku, anaknya baik, sopan, modis, cantik dan pandai. Ibuku sudah cocok dengan kepribadiannya, yang katanya aku bakal terkesima juga bila dekat sama dia dan ibuku ingin agar kami saling jatuh cinta. Ibuku akan mengundang ia dan keluarganya makan malam di rumahku besok, tujuannnya sih memperkenalkan Jenni padaku”. “Lalu? Apa kau mau tetap menjadi pacar Jenni walau kau tak cinta padanya?”. “Ya, aku tidak tau. Ibuku sudah marah-marah waktu aku berpacaran dengan Stella dan sanksi akan kemampuanku mencari pasangan sendiri. Jadi ya mungkin dengan cara itu dia harap kehidupan cintaku berjalan baik dan mulus”, ujarnya terlihat pasrah. “Jadi kau tetap akan mengikuti perjodohan itu?”. “Iya. Aku berharap semua yang ibu ceritakan padaku benar dan aku berharap perempuan yang ingin ibu kenalkan itu benar-benar akan mencintaiku apa adanya”.

Esok malam, keluarga Jenni datang ke rumah Flin untuk makan malam

“Mari masuk Jenni, pak, bu. Makanan sudah siap”, sambut ibuku atas kedatangan Jenni beserta keluarganya. Aku terkejut melihat kedatangan Jenni, ia hanya mengenakan tank top dress putih yang panjangnya jauh diatas lutut, sangat pendek. Inikah yang ibu sebut sopan? Ibu menyuruh Jenni duduk di seberangku dan ibu disampingku. Ibu mulai memperkenalkan Jenni padaku denagn bahasa-bahasa retorik. Atau jangan-jangan ibu tergila-gila dengan kekayaan keluarga rekan kerja ayahku, sehingga mau menjodohkan aku dengan anaknya agar supaya kami menikah dan keluargaku menjadi kaya mendadak? Entahlah. Sejak awal aku tak nyaman dengan pakaiannya yang cenderung seksi. Ibu memberi waktu aku dan Jenni untuk mengobrol selepas makan malam. Memang benar kata ibu, Jenni memang asyik diajak ngobrol. Senyum dan tawa kembali terlukis di wajahku. Menghapus memori kelamku dengan Stella. Mengobati luka yang menancap di hati. Menyejukkan. Namun yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa Jenni mengenakan pakaian yang begitu seksi malam ini? Apa ini taktiknya untuk menarikku masuk dalam kehidupan cinta bersamanya? Aku tak mengerti. Aku tak berani menanyakan padanya perihal hal itu. Aku takut dianggap tidak sopan dan mempermalukan dirinya didepan keluargaku atau malahan aku akan didepak dari keluargaku sendiri lantaran ini kedua kalinya aku menolak menuruti perintah dan saran keluargaku.

Aku akhirnya memberanikan diri berbicara dengan ibuku perihal Jennifer. “Bu, apa alasan ibu sebenarnya memilihkan Jennifer sebagai calon pacarku?”. Aku gugup menunggu  jawaban dari ibuku. “Ibu ingin kamu memiliki pacar yang baik, cantik dan pintar seperti Jenni, Flin. Bukan seperti pacar kamu dulu, siapa? Stella. Aduh ibu gak suka dengan kelakuannya. Ngajak kamu ke diskotik sampai kamu mabuk-mabukan begitu, terus lagi keluarganya gak bener. Bapaknya sering masuk bui karena kasus penipuan. Bagaimana ibu mau merestui hubungan kalian jika keluarganya saja seperti itu? Ibu ingin yang terbaik untuk kamu, nak. Lain dengan Jennifer. Orangtua Jennifer orang kaya dan terpandang, pendidikan tinggi, reputasi keluarga baik karena tidak pernah punya urusan dengan kepolisian dan hukum. Lagi, Jenni pintar dan cantik. Kamu suka kan waktu ibu kenalkan dia ke kamu?”. “Bu, tapi aku kurang suka penampilan Jenni yang menurut aku terlalu seksi”. “Ash, sudahlah. Kau terlalu banyak komentar”. Aku tak lagi melanjutkan obrolanku dengan ibu. Aku tahu ibu pasti tidak akan mau mendengar lagi alasanku yang kurang nyaman dengan penampilan Jenni.

Ding dong...bel rumahku berbunyi. Ibu membukakan pagar dan ternyata itu Jennifer. Ia memakai jaket berwarna coklat tua selutut. Ia meminta izin ibuku untuk bertemu aku. Ia membuka jaketnya ketika bertemu aku. Ia menggunakan kemeja putih yang diikat di bawah dadanya dan celana denim super perndek. Penampilan yang sangat seksi. “Jenn”. “Apa? Kamu suka kan aku tampil seperti ini?”, ujarnya dengan ucapan yang dibuat terkesan seperti sexy cute. Aku menghela napas. “Jenn, bisakah kamu berpenampilan biasa saja, gak usah berpenampilan seksi untuk menarik perhatianku dan ujung tombak supaya aku dapat jatuh hati kepadamu?”. Aku lihat bulir-bulir air mengalir di pipinya. “Jadi kau tak menghargai usahaku? Usahaku untuk membuat kau jatuh cinta denganku?”. “Bukan tidak menghargai. Aku senang punya pacar yang seksi. Tapi keseksian seorang wanita tidak dilihat dari cara berpakaiannya yang serba minim sepertimu. Aku tahu kau cantik dan seksi. Tapi aku ingin seksi yang elegan, bukan seksi yang seperti  kamu lakukan ini”, ucapku dengan rasa was-was dia pasti marah terhadapku yang telah mengecamnya. Kontan, ia pergi sambil memakai jaketnya kembali. Sontak, ibuku marah mendengar Jenni keluar sambil menagis. “Kau apakan Jenni sampai menangis seperti itu, Flin?”. Aku tak menjawab pertanyaan ibuku. “Hai, Flin sayang, jawab pertanyaan ibu, apa yang kau lakukan dengan Jennifer?”. Aku menjawab seadanya. “Aku hanya ingin ibu membatalkan perjodohan itu. Aku tidak mau berpacaran apalagi menikah dengan wanita yang sok berpenampilan seksi, hanya ingin menarik hatiku supaya dapat menjadi pacarnya”. Ibuku terkejut. “Tapi bagaimana dengan orangtua Jennifer? Ibu malu dengan perubahan 180 derajat kelakuanmu. Orangtua Jennifer pasti marah besar mengetahui anaknya tak dapat berjodoh denganmu”, kata ibuku sedih. “Biarkan saja bu. Jodoh di tangan Tuhan bu. Kalau Tuhan menghendaki dan merestui hubunganku dengan pacarku berlanjut ke pelaminan, ya itu memang yang terbaik dan dipersiapkan Tuhan bagiku. Dan bu, biarlah aku mencari pasangan hidupku sendiri. Aku sudah dewasa. Aku tahu siapa dan kriteria seperti apa cewek yang akan aku cintai. Kalau ibu tak mau membatalkan perjodohan ini dengan alasan gengsi atau apapun, aku akan pergi meninggalkan rumah ini”, sahutku. Ibuku tak menjawab sepatah katapun. Ibu tetap pada pendiriannya. Ia tak mau membatalkan perjodohan itu.

Di rumah Nico...

Pagi hari, aku mendapat telepon. Telepon dari Mem Alexandra, ibunda Flin. Mengatakan padaku bahwa Flin kabur dari rumah. Aku kaget bukan kepalang. Tidak biasanya Flin kabur dari rumah. Kemanakah dia? Aku menelepon Jane memberitakan kabar itu. Aku dan Jane akan berusaha menemukannya, bagaimana pun caranya. Aku pikir, ini pasti ada hubungannya dengan kasus perjodohan yang pernah Flin ceritakan padaku itu. Aku pergi ke rumah Flin bersama Jane dan meminta penjelasan pada Mem Alexandra seputar kaburnya Flin. Ternyata benar. Ini semua akibat perjodohan itu. Flin tidak setuju akan cewek yang dijodohkan oleh ibunya, Jennifer. Aku segera ke kamar Flin setelah meminta izin Mem Alexandra. Aku menemukan secarik kertas yang tergeletak di meja kecil Flin. ‘Jangan mencari aku kemana pun. Kau takkan menemukanku. Aku butuh ketenangan saat ini. Alfonsus Flin Albert.’, bunyi tulisan diatas kertas yang ditulis dengan spidol merah dan tanda tangan Flin itu. Dia tak ingin dicari. Tak ingin ditemukan. Tak ingin menemui siapapun. Aku mengerti perasaannya. Dia pasti belum dapat menggantikan posisi Stella di hatinya. Stella masih hidup dalam batinnya, meski raganya telah dikuburkan, namun rohnya masih selalu bersamanya. Aku masih belum tahu kapan ia akan pulang ke rumahnya. Aku sedih mengetahui hal ini. Aku tak dapat menerima kenyataan, aku tak dapat merayakan natal bersamanya. Aku berniat untuk tidak mencari Flin. Aku ingin memberinya ketenangan. Mungkin dia butuh waktu untuk mampu menjalani kehidupan baru tanpa Stella. Namun bagaimana dengan ibunda Flin? Ia pasti marah besar karena aku sengaja menelantarkan anaknya. Padahal bukan begitu maksudku.

“Kau sudah menemukan tanda-tanda kaburnya Flin?”, ujar Mem Alexandra dengan wajah khawatir. Aku menggeleng. Ibu Flin nampak semakin khawatir. “Aku harus menelepon polisi untuk membantu mencari Flin. Aku heran mengapa dia senekat ini”. Aku berbicara kepada Mem Alexandra sedetik kemudian “Tante, menurut saya, tante tidak perlu mencari Flin dahulu saat ini. Saya tahu, ia sedang butuh ketenangan dan butuh waktu untuk mengarungi kembali kehidupan ini sejak kejadian beberapa waktu lalu, kehilangan Stella. Dan ia tidak menyetujui adanya perjodohan itu. Jadi sebaiknya, jangan paksa Flin untuk melalui semua ini dahulu tante, ini berat untuk dia”. Kami semua terdiam. “Jadi tante tidak perlu mencemaskannya untuk saat ini? Kamu yakin Flin akan kembali? Kamu yakin bahwa Flin bisa melalui natal bersama-sama dengan keluarga kami dan kau?”. “Hmm. Sebaiknya begitu tante. Aku tidak tahu kapan Flin pulang atau akankah Flin bisa natalan bersama kami. Tapi aku yakin, dia pasti akan pulang tante. Flin bukan anak kecil lagi tante. Dia sudah dewasa. Aku rasa, Flin bisa memilih jodoh yang terbaik untuk dirinya sendiri tanpa harus melaui perjodohan itu”. “Well, ya. Kau benar. Tapi aku ragu akan pilihan jodohnya. Aku tak akan merestui hubungannya kalau ia tidak memilih gadis yang tepat”. Helaan napasku mulai terdengar. “Ya. Itu yang juga kuragukan tante. Tapi aku yakin, Flin akan menemukan gadis yang lebih baik dari Stella untuk menjadi jodohnya kelak”. “Ya, kuharap juga begitu. Aku hanya tak mau ia bernasib sama seperti kakaknya, Nadine. Dia terpaksa berhenti sekolah sejak duduk di bangku kelas satu sekolah menengah atas karena ia hamil akibat hubungan cintanya dengan pacarnya yang juga tak kurestui. Aku tak merestui kehidupan cintanya dengan Lincoln, pacarnya karena ia mencintai Nadine hanya karena nafsu seksualitas untuk memilikinya saja. Aku sudah pernah menasihati Nadine, akan tetapi Nadine mengelak. Aku tahu Lincoln bukanlah laki-laki yang tepat baginya. Namun, aku terpaksa merestui pernikahannya, karena ia sudah berbadan dua. Mau tak mau, aku harus tetap mengakui buah cinta mereka sebagai cucuku.  Dan hal pahit harus dihadapi oleh Nadine, ketika Lincoln memutuskan untuk menikah lagi dengan wanita lain, Karen. Dan ia harus menerima, menjadi yang kedua”, kenang Mem Alexandra. Jujur, aku baru mengetahui kisah pahit ini, Flin tak pernah bercerita apapun denganku tentang kehidupan keluarganya. “Hanya Flin satu-satunya anak yang kuharapkan dapat memperbaiki keluarga ini kelak. Mengembalikan nama baik keluarga yang sempat tercoreng. Aku yakin, Jennifer bisa mewujudkan itu, maka aku berani menjodohkannya dengan Flin. Tapi entah mengapa begini jadinya”, Mem Alexandra mencucurkan air matanya. Membuat aku juga turut berduka atas semua kejadian yang dialami Flin.

Aku berpamitan dengan Mem Alexandra dan memacu limusinku menuju tempat teater Jane. Kemacetan datang menghampiri di tengah jalan. Biasanya menuju Arizona hanya ditempuh selama dua jam dari Illinois, namun saat ini, di saat seperti ini, ke Arizona bisa sampai empat jam. Kemacetan ini sungguh memualkan. Akhirnya setelah berkutat selama sejam akibat kemacetan parah, akhirnya aku sampai juga di Wonderland Theater, Arizona. Di saat aku sudah sampai, ternyata teater sudah dimulai beberapa menit yang lalu. Aku melihat pacarku, Jane berperan sebagai Gaby, seorang gadis miskin yang hanya lulus SMP yang berusaha sekuat tenaga mencari beasiswa untuk melanjutkan sekolah SMA dan perguruan tinggi, mendapatkan bantuan pendidikan dari sebuah keluarga kaya. Dia memerankan dengan profesional meski bukan kalangan artis terkenal yang sering main teater atau film. Aku sangat menyukai karakter keluarga kaya yang diperankan oleh teman Jane, Chatarina Michelle Briggita sebagai istri Pak Vincent dan Marco Knickmann sebagai Pak Vincent yang dermawan dan peduli pada pendidikan anak-anak yang tidak mampu, dia menyekolahkan Lea, karakter yang diperankan pacarku, ke sekolah yang bergengsi dan bermutu tinggi, Beverly Hills Senior High School dan kemudian diterima bebas tes di Harvard University. Sampai akhirnya Lea mendapatkan pekerjaan yang sebelumnya tidak pernah dibayangkan sebelumnya, sebagai Financial Manager di kantor Google. Ada pelajaran berharga yang dapat diambil yaitu jangan pernah putus berusaha untuk meraih pendidikan tinggi meski ada halangan, terutama halangan ekonomi, pasti kita bisa dan Tuhan pasti memberikan yang terbaik untuk kita. Aku menelepon Jane bahwa aku menunggunya di parkiran setelah selesai pertunjukan dan ingin mengantarkannya pulang seraya ingin mengobrol lagi dengannya mengenai pertunjukan barusan. Jane menyuruhku untuk menunggu terlebih dahulu karena ia mau berganti baju. Setelah Jane tiba di parkiran teater, aku segera membukakan pintu dan menyuruhnya masuk. “Aku terkesan dengan aktingmu sebagai Lea barusan. Terlihat hidup”, ujarku berterus terang. Jane tersenyum dan tersipu malu, terlihat dari pipinya yang bersemu merah saat menatapku. “Apa bagian yang kau sukai dari pertunjukan tadi?”. “Bagian ketika kau mendapatkan bantuan pendidikan dari keluarga kaya lalu kau bisa melanjutkan ke sekolah dan kampus berkualitas dan bergengsi serta kau bisa mendapatkan pekerjaan sebagai Financial Manager di perusahaan besar, Google”. “Ya, itu memang bagus. Inti ceritanya memang mengharukan namun juga menyenangkan”. “Namun, kau perhatikan disaat Lea sudah menjadi Financial Manager di perusahaan Google, ia jatuh cinta dengan seorang laki-laki bernama Ben, seorang pengusaha muda yang memulai karier dengan membuka sebuah fashion retail kecil, kemudian berkembang menjadi banyak cabang di berbagai negara di dunia, salah satu negara besar yang telah dimasukinya adalah Amerika Serikat, meluas ke Inggris, Kanada, Finlandia, Italia dan lain-lain. Itu bagian yang paling aku sukai. Sesuatu hal yang tidak pernah Lea bayangkan atau terlintas di benaknya. Yang hanya ada di benaknya hanyalah berpendidikan tinggi supaya bisa meningkatkan taraf hidupnya. Mereka bertemu di restaurant dekat kantor Lea kemudian benih cinta mulai tumbuh dalam hati mereka dan mereka akhirnya resmi berpacaran sebagai endingnya. Memang, itu hanya pelengkap cerita, bukan inti cerita. Tapi, inilah yang juga ingin disampaikan melalui teater ini bahwa terkadang orang berambisi untuk memperoleh apa yang ingin diperolehnya, namun melupakan hal lain yang juga penting dalam hidupnya, yaitu cinta. Cinta menjadi landasan seseorang untuk menikah dan memiliki keturunan. Cinta jugalah yang membuat orang menjadi peduli dan perhatian pada orang lain dan juga saling menyayangi. Betul kan sayang? Kalau tidak ada cinta diantara kita, kita tak mungkin pacaran kan?”. Aku tertawa dan menjawab ya. Lalu kubilang dia sudah seperti Kahlil Gibran yang pandai membuat sudah tiba dirumahnya. Aku mengantar sampai depan pintu, mengecup keningnya dan mengucapkan selamat tidur padanya lalu memacu limusinku menuju rumah dan pergi tidur.

Aku terkejut ketika membaca koran yang kubeli pagi ini. Pacarku, Jane menghiasi headline berita di koran yang melaporkan kalau ia terduga koruptor dana pengadaan komputer di sekolah-sekolah TK dan SD serta pembiayaan untuk pertunjukan teaternya. Aku terkejut dan sempat mengira berita itu hanya bohong belaka, sebab selama ini, Jane berkelakuan baik dan bahkan ibuku mengizinkan berpacaran dengannya. Ada apa ini semua? Mengapa ini semua ditutupi rapat-rapat? Aku membaca lebih lanjut berita tersebut. Tidak hanya Jane yang menikmati uang haram tersebut,  namun juga kakaknya, Quentin beserta suaminya, Jacob yang baru saja menikah. Aku menjadi sanksi dengan kehidupan cintaku. Haruskah aku berpisah dengannya? Namun cintaku begitu besar dan dalam padanya

Telepon genggamku berdering. Dari Mem Alexandra. Pasti soal Flin. Jangan-jangan dia sudah pulang ke rumah. Kuharap dia sudah tenang dan sudah bisa move on. Aku mengangkat telepon dan benar seperti dugaanku sebelumnya. Flin telah kembali ke rumah. Mem Aexandra sudah meminta maaf atas keegoisannya mencarikan pasangan untuk Flin selama ini dan membebaskan Flin untuk memilih pasangan hidupnya kelak. Hanya Mem Alexandra berpesan padaku untuk mengingatkan Flin untuk berkaca pada masa lalu dan memilih cewek yang benar-benar berkelakuan baik dan punya riwayat keluarga yang baik. Aku mengiyakan dan Mem Alexandra mengakhiri dengan salam perpisahan kemudian menutup telepon.

Aku membaca kembali koran pagi yag tadi sempat terhenti karena telepon dari Mem Alexandra. Aku harus memulai penyelidikan untuk mencari apakah benar Jane terlibat kasus korupsi. Aku akan pergi ke rumahnya, mencari bukti-bukti catatan, rekaman suara atau bukti-bukti lainnya yang dapat menguatkanku.

Aku segera menuju ke rumahnya. Disana hanya ada Quentin dan bayinya yang baru berusia beberapa hari, Elle. Suami Quentin, Jacob dan Jane sudah berangkat bekerja. “Hai Nic. Ada apa kau kemari? Mencari Jane? Jane sudah berangkat bekerja Nic. Kalau ada pesan penting untuknya, sampaikan padaku. Nanti aku sampaikan padanya”, ujar Quentin sambil menggendong bayinya. Aku menggeleng. Aku mengatakan padanya bahwa aku membutuhkan data dan bukti-bukti untuk menjalankan sebuah misi rahasia pada Quentin. Sebelum melaksanakan misi rahasia, aku menggendong Elle, anak Quentin. Dia sangat lucu dan menggemaskan. Quentin senang karena ia cepat hamil setelah menikah dengan Jacob. Ia bahagia telah memiliki seorang bayi perempuan yang sudah diinginkannya sejak dahulu. Ia berniat mengikuti program kehamilan lagi di saat Elle sudah menginjak satu tahun. Ia ingin memberi Elle saudara. Setelah sesi mengobrol selesai, aku menuju ke kamar Jane. Mencari bukti-bukti mengenai dugaan korupsi yang dilakukan Jane. Aku menemukan ada sebuah rekaman suara, lembaran surat elektronik yang dicetak sebanyak lima lembar dan sebuah HP berisi SMS yang mencurigakan. Aku memotret seluruh SMS mencurigakan itu dan membawa semua bukti ke rumahku.

Aku berusaha menterjemahkan bahasa-bahasa kias yang terdapat dalam SMS serta lembaran surat elektronik tersebut. Hasilnya sungguh mengejutkan. Aku mengungkap ada pihak yang bekerja sama dengan Jane dalam tindak korupsi itu yang diberitakan dalam koran waktu itu sebagai otak dalam rantai korupsi tersebut yang disebut-sebut belum diketahui nama dan keberadaannya. Aku mengetahui, pihak itu bernama Sally Schwegerton, dia atasan Jane. Aku juga menemukan dalam surat elektronik itu ada transaksi sebesar US$5000 hingga US$15000 yang merupakan sebagian dari aset perusahaan, US$300.000 yang merupakan dana pengadaan komputer untuk sekolah TK dan SD serta sebesar US$80.000 merupakan dana untuk pertunjukan teaternya. Aku tak percaya, Jane melakukan ini semua. Dia menggunakan uang haram untuk ‘kegiatan amalnya’? Itu yang membuat aku senewen. Kalau memang niatnya untuk kegiatan amal, kenapa kerjasama dengan yayasan-yayasan atau LSM-LSM saja? Atau kan ia bisa mencari sumbangan? Jika tidak mau dan tidak bisa, kan ia bisa pinjam uang padaku. Mengapa ia harus melakukan ini?

Natal tinggal dua minggu lagi. Aku merayakan bersama keluarga Jane, menginap di Holiday Inn Hotel di Los Angeles. Kami mau berpesta barbeque sehari sebelum natal dan mengadakan christmas party. Aku dan Jane ingin bermesraan di Mistletoe Garden. Aku ingin cinta kami tetap bertahan meski cobaan menerpa. Meski Jane kini tengah menghadapi masalah hukum terkait korupsi, cintaku padanya ingin tetap terpaku di hatinya. Namun, jika Tuhan tak merestui cinta kami, kami hanya bisa berpasrah jika hubungan kami berakhir.

Jalanan menuju Los Angeles cukup sepi dua minggu menjelang natal sehingga sampai di Los Angeles dalam tempo yang singkat. Jane beserta keluarga menyewa kamar dua kamar setelah kamar keluargaku. Keluargaku menyewa 3 kamar. Satu kamar untuk kakakku, Michelle yang sudah menikah. Satu kamar untuk adikku, Laurent yang telah menikah dan sang istri, Destiny sedang mengandung anak pertamanya yang telah berusia 7 bulan yang rencananya diberi nama Virginia Kourtney Patricia dan kami berencana merayakan baby shower setelah pesta natal usai. Sedangkan kamar ketiga ntukku dan orangtuaku. Di keluargaku, hanya akulah yang belum menikah. Ibuku juga menyarankan aku untuk menikah, karena kakakku sudah menikah lama dan adikku baru saja mempersunting Destiny setahun yang lalu. Namun, aku masih belum berniat menikah. Aku masih mau menikmati masa pacaran dahulu, walaupun ibuku sudah merestuiku menikah dengan Jane. Aku juga masih mau melanjutkan kuliah dan bekerja dahulu. Aku malu, aku belum bekerja sedangkan Jane sudah bekerja.

Kami memulai pesta barbeque kami di saat cuaca begitu dingin. Kami sekeluarga memasak Chicken Barbeque. Harumnya chicken barbeque sudah tercium. Lezat. Jane dan keluarga membuat Beef Barbeque. Kami saling bertukar menu, penuh canda dan tawa.

Pada hari natal, setelah misa di Saint Helena Catholic Church, Los Angeles, aku menarik tangan Jane. Mengajaknya ke Mistletoe Garden. Kami mengobrol santai di kursi taman. Kadang diselingi dengan canda dan tawa. Kemudian kami menuju mistletoe-mistletoe yang bergelantungan, ingin mengukir janji cinta kami. Mistletoe dipercaya oleh bangsa kami dapat membuat cinta sepasang kekasih menjadi awet dan abadi. Di tengah guyuran salju dibawah mistletoe, kami saling berdekapan dan berciuman. “Aku ingin cinta kita seperti mentari yang tiada lelah menyinari bumi, meski kadang kehadirannya ditentang oleh manusia karena membakar kulit mereka, membuat mereka sakit karena sinarnya yang sangat terik, mentari masih setia menyinari bumi. Entah apa yang terjadi bila mentari hilang, dunia akan kiamat, tiada lagi air, tiada lagi oksigen yang bisa kita hirup, tiada lagi kehidupan”, ucap Jane sambil tersenyum ke arahku. Akupun tersenyum menanggapi ucapan Jane. Aku juga menginginkan menjadi mentari untuk Jane. Cinta mentari untuk bumi tulus, tanpa mengharap apa-apa, tanpa mengeluh meski banyak dicela, setia menyinari dunia setiap hari setiap saat. Aku melukis mentari sebagai lambang cinta kami di atas kertas disertai permohonan untuk jalinan cinta kami, mengikatkannya pada lampion dan melemparnya ke udara. Aku mencium kening Jane setelah lampion diterbangkan seraya berbisik di telinganya “Aku akan menjadi mentari di hatimu. Menyinari sanubarimu setiap hari. Menuangkan sinar keemasan hingga menghangatkan dirimu. Setia menemanimu selalu setiap hari setiap saat. Cinta metari pada dunia begitu tulus sama seperti tulusnya cintaku padamu”. Seulas senyuman mengembang di bibir kami lalu kami saling memeluk dan memandangi langit yang keemasan cahaya bintang.

Pesta natal kami diramaikan dengan konser keluarga di rumah kami, acara makan kalkun panggang dan games ala natal termasuk juga pesta kostum bersama dengan orang-orang yang kami undang untuk turut meramaikan pesta natal kami. Aku juga mengundang sahabatku, Flin. Aku kaget ia telah menggandeng seorang wanita, yang menurutku adalah pacar barunya, yang belakangan kuketahui bernama Gisela. “Hai Bro! Merry Christmas ya! Damai natal selalu sertamu dan keluarga. Ini kekasih baruku, Gisela Martha Lidgeton. Aku pertama kali kenal dia sejak bertemu di kegiatan orang muda di Gereja”, katanya. Aku senang dia sudah bisa move on dan menemukan kekasih baru. Gisela cantik dan penampilannya elegan. “Kau ada rencana untuk menikah? Barangkali setelah selesai kuliah ini?”, tanyaku sembari kami mengobrol di ruang tengah. “Hmm, ya. Well, nanti saja lah kalau sudah lulus kuliah. Semoga Tuhan merestui kami”. “Bagaimana kepribadiannya?”. “Baik. Ia juga supel dan aktif berorganisasi. Tenang saja men. Dia tidak suka dugem seperti Stella dan punya riwayat keluarga yang baik. Aku yakin, ibu pasti setuju”, serunya bangga. Aku mengajak Fin mengikuti pesta dan melihat konser kecil keluarga kami mengcover lagu baru Taylor Swift, Shake It Off dan lagu natal klasik Noche De Paz yang dinyanyikan ulang oleh Fifth Harmony. Kemudian kami mempersilakan para tamu untuk menyumbangkan suaranya. Gisela, kekasih Flin, maju dan menyanyikan beberapa lagu rohani Kristen klasik dan lagu-lagu natal seperti Ave Maria yang dinyanyikan ulang oleh Christina Perri, Underneath the Tree yang dinyanyikan oleh Kelly Clarkson, Shout to the Lord yang dinyanyikan oleh Hillsong dan Something About Desember yang dinyanyikan Christina Perri. Suaranya sangat bagus. Seperti penyanyi profesional. Setelah selesai menyanyi, para penonton memberikan standing applause untuk Gisela. Di sela-sela konser mini dan acara kami selanjutnya, games ala natal, kami menunjuk Vanessa, seorang lektris di Gereja kami untuk memberikan pesan natal dan bunga rampai kata-kata inspiratif untuk natal sekaligus kisah singkat natal. Aku sangat terkesan dengan kata-kata inspiratif untuk natal kali ini, ‘Dengan kelahiran Nya kita makin bertumbuh dalam iman, harapan dan kasih serta membangun kehidupan baru yang lebih baik’. Artinya kelahiran Yesus Kristus ke dunia mendorong kita, menyemangati kita supaya semakin dikuatkan imannya dalam menghadapi tantangan global, membangun harapan untuk kemajuan dan kesejahteraan dunia dan makin mengasihi sesama serta berusaha membangun kehidupan yang lebih baik dibandingkan yang lalu, membuang kebiasaan buruk dan bersemangat dalam hidup yang selalu penuh tantangan. Sederhana namun cukup bermakna. Kisah singkat natal kali ini bercerita tentang sebuah keluarga miskin yang merayakan natal dengan sangat sederhana. Tanpa pohon natal. Tanpa hiasan-hiasan natal di rumahnya. Namun keluarga kecil ini bahagia. Kisah ini memiliki pesan yang bagus yaitu untuk dapat merayakan natal, tidak perlu harus bermah-mewah, namun sederhana saja dan makna natal yang sesungguhnya melekat erat di hati serta mengamalkannya dalam kehidupan kita. Setelah itu, dilanjutkan dengan games ala natal dimana keluarga kami memberi hadiah berjumpa dengan Santa Claus di suatu tempat tersembunyi dan bercerita mengenai hal-hal terbaik yang sudah berjalan selama setahun ini serta mendapat kado special dan christmas kiss from Santa. Semua bergembira dalam permainan tersebut dan menjadi pesta natal tak terlupakan tahun ini.

Sebelum keesokan harinya mengadakan Baby Shower Bash bagi istri adikku yang sedang mengandung 7 bulan anak mereka, kami sekeluarga berkunjung ke makam Stella, mantan kekasih Flin yang telah menghadap Tuhan. Kami memanjatkan doa dan menaburkan bunga di makamnya. Kunjungan itu merupakan kunjungan yang penuh air mata bagi Flin. Kejadian yang merenggut nyawa kekasihnya itu tidak bisa terhapus sepenuhnya dari ingatannya walau ia sudah berusaha untuk move on.

Setelah kami selesai melayat Stella, kami merayakan Baby Shower istri adikku, Destiny. Sebagai pembukaan pesta, ada cocktail party. Pelayan-pelayan memberikan kepada tamu undangan cocktail dan bir. Kemeriahan pesta yang turut mengundang penyanyi Mariah Carey itu, kami abadikan lewat handycam. Banyak sekali yang memberikan hadiah untuk calon buah hati mereka. Rata-rata perlengkapan bayi dan perlengkapan rumah tangga. Aku tak sabar menanti keponakanku ini. Senang rasanya mendengar sebutan ‘paman’ dari mereka kelak. Flin juga mengucapkan selamat atas kehamilan istri adikku ini dan sekaligus berharap aku akan menyusul adikku suatu hari kelak, mempunyai seorang istri dan anak-anak. Aku tertawa. Aku mengamini saja ucapannya sekaligus jika Tuhan merestui.

Selesai sudah seluruh rangkaian acara keluarga kami. Sejuta kebahagian dan damai melingkupi kami semua. Kami memulai perjalanan kembali ke Illinois, rumah kami. Perjalanan ke Illinois sedikit tersendat, namun tidak seperti perjalanan ke Arizona.

Akhirnya, kami tiba di rumah kami masing-masing. Aku bersantai sejenak lalu pergi mengantar Jane ke gereja. Ia ingin berdialog dengan Pastor Spigelman berkaitan dengan kasus hukum yang akan dihadapi. Pastor bilang, doa rosario dan permohonan tujuh karunia Roh Kudus serta Novena 3x Salam Maria dapat mengabulkan semua permohonan dan membuat hati tenang dan harus dilakukannya selama kasus hukum masih berlangsung. Pastor memberikan nasihat padanya berkaitan dengan semua ini adalah cobaan dari Tuhan dan Pastor menguatkan dia dengan berbagai doa dan nasihat-nasihat serta bersamanya memohon kekuatan melalui doa kepada Sakramen Maha Kudus. Aku melihat wajah Jane bertambah pucat. Setelah menemui romo dan dikuatkan, aku mengantar Jane pulang. Setelah kembali ke rumahku, aku mendengar suara ketukan pintu. Aku membukakan pintu. Itu polisi. Polisi menginterogasiku mengenai kasus Jane. “Anda mengenal Jane?”. “Tentu pak. Saya kekasihnya. Ada apa ya pak?”. “Begini, kekasih anda terduga terkena kasus korupsi. Saya Mr. Nickel dan teman saya Mr. Bob Andreas, ingin menyelidiki bukti-bukti dugaan korupsi yang mungkin dilakukan oleh saudari Jane”. Aku mempersilakan polisi memasuki rumahku dan mencari bukti-bukti kasus korupsi Jane yang kemarin aku kumpulkan. “Saudara sudah memiliki bukti-bukti terkait kasus korupsi Jane. Dimana anda menemukannya? Kami akan menyelidiki lebih lanjut mengenai bukti-bukti tersebut dan kami akan segera menetapkan saudari Jane sebagai tersangka jika bukti-bukti ini sudah kami selidiki dan memang bukti-bukti itu terbukti benar”. Aku menjawab menemukan bukti-bukti itu di rumah Jane segera setelah membaca berita dugaan kasus korupsi yang dilakukan oleh Jane. Polisi berterimakasih atas kerjasama yang baik dariku dan ia melanjutkan perjalanannya mencari bukti dugaan kasus korupsi Jane. Polisi juga menggrebek rumah Jane dan bahkan menemukan bukti lebih daripada yang aku temukan. Jane kemudian digiring ke kantor polisi bersama dengan temannya yang juga terduga kuat terlibat kasus korupsi dengannya, Caroline. Mereka diinterogasi lebih lanjut oleh polisi. Perkara mereka ditayangkan dalam acara berita televisi dan ibuku melihatnya. “Nico, ibu tidak menyangka bakal begini jadinya. Ibu kira Jane orang baik. Namun ternyata?”. Aku melihat ibu menghela napas panjang. Aku tak tau bagaimana kelanjutan hubunganku kelak. Aku bisa membayangkan ibu pasti menyuruhku untuk memutuskan hubungan itu dan benar jadinya. Saat berita mengumumkan Jane jadi tersangka, ibu menasihatiku agar memutuskan hubunganku dengannya segera. Ibu khawatir jika aku masih berhubungan dengan Jane, aku juga terseret dalam kasus hukum. Apabila aku terseret dalam kasus hukum, nama baikku dan keluargaku hancur yang juga berdampak pada usaha ayahku. Aku juga berpikir untuk melakukan itu. Tapi... aku masih mencintainya. Sangat.

Aku memacu limusinku menuju Central Park. Aku mau menenangkan diri sekaligus memikirkan keputusan terbaik. Memutuskannya atau tetap bersamanya dengan konsekuensi nama baik yang hilang jika aku tetap nekad. “Hai, Bro, sedang apa kau disini?”, sapa Flin tiba-tiba mengagetkanku. “Hai. Aku sedang bingung nih bro. Ibuku bilang aku harus mengakhiri hubunganku dengan Jane sejak ada kasus korupsi itu. Kau tau kan? Jane telah jadi tersangka. Bukti-bukti telah terkumpul dan telah diselidiki oleh pihak kepolisian dan keseluruhannya benar. Aku masih cinta dengannya. Sangat. Kau tau betapa susah memisahkan orang yang cintanya sangat dalam pada seorang wanita? Apa seharusnya sikap terbaik yang aku ambil?”.  “Ya, bro aku tau kau sangat cinta dengannya. Kau tak mau mendapat cap sebagai narapidana kan? Menurutku, kau harus rela hubunganmu berakhir bro. Ini semua demi kebaikanmu”. Aku mengiyakannya dan yakin bahwa apa yang dikatakan ibu dan sahabatku pasti benar. Mereka ingin yang terbaik untukku. Mereka tentu tidak mau nama baikku hancur dan hidupku berantakan.

Aku kemudian memencet sebuah pesan pendek untuk Jane. Jane masih harus satu kali sidang lagi untuk vonis hukuman yang akan dijalaninya. Aku ingin bertemu dengannya di Central Park pukul lima sore. Ada hal penting yang harus kubicarakan dengannya. Ini semua terkait dengan keputusanku yang terpaksa harus kuambil. Aku berdoa semoga hal ini tidak membuatnya marah, karena kuyakin ia masih mencintaiku. Namun apadaya, keputusan yang berat ini harus tetap diambil, daripada aku harus mengorbankan nama baikku dan keluargaku.

Akhirnya saat yang dinanti tiba. Jane datang dengan pakaian serba putih. “Apa yang ingin kau sampaikan padaku, Sayang?”, tanyanya. “Aku ingin kita putus Jane”, kataku. “Apa? Putus?”, jawab Jane tak percaya. “Iya. Kamu kelihatan manis diluar, namun masam di dalam. Aku kira kamu adalah wanita yang berkelakuan baik, tapi ternyata, kau tega melakukan tindak pidana ini, dan aku tak bisa menerima pacarku berkelakuan seperti ini”, ucapku dengan mencoba tegar. “Aku masih cinta padamu. Aku tak mau kita putus. Aku tau aku salah. Tapi aku masih bisa memperbaiki ini semua. Sayang, please jangan lakukan hal itu. Aku...”, ucapan Jane terputus dan aku menyambung “Aku tau ini berat bagimu. Ini juga berat bagiku. Aku sayang kau, namun, untuk kasusmu ini, aku tak bisa tolerir. Aku tak bisa tarik ucapanku barusan. Kita harus berpisah. Kita jalan sendiri-sendiri dulu saat ini. Ciuman dibawah mistletoe itu, menjadi ciuman terakhirku untukmu”, ujarku dan meninggalkan dirinya. “Nico! Tunggu!”. Namun aku tak mendengarnya. Aku tetap berjalan menuju rumahku. Berat rasanya kehilangan orang yang kita sayangi. Aku baru merasakan sakitnya patah hati. Namun ini semua kulakukan demi nama baikku dan keluarga. Aku rela kehilangan pacarku ketimbang harus kehilangan nama baikku dan keluargaku. Bagiku nama baik adalah aset yang sangat berharga dan mempengaruhi semuanya termasuk ekonomi keluarga. Ya, untuk tahun baru ini, aku harus melaluinya tanpa seorang kekasih. Aku berusaha untuk tabah dan ikhlas melaluinya. Aku berharap di tahun yang baru ini aku mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan kekasih baru, kekasih yang benar-benar mencintaiku, tidak materialistis dan berkelakuan baik serta punya riwayat keluarga yang baik pula, seperti kata ibunda Flin. Aku hanya berucap, semoga.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun