Mohon tunggu...
Melly Feyadin
Melly Feyadin Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger

Blogger. https://www.melfeyadin.web.id/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Biarkan Kejujuran yang Bicara

18 Agustus 2014   16:23 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:15 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah lebih dari sebulan yang lalu, ketika kita menghadapi yang namanya pilpres 2014, seru, itu satu kata yang bisa saya bilang untuk kondisi pilpres di Negara kita tahun ini. Seru, karena saya menyerahkan sepenuh hati pilihan hak suara saya ke salah satu capres yang saya didukung. Seru, karena teman-teman yang berbeda pilihan juga sama antusiasnya seperti saya. Seru, karena sampai detik inipun, pilpres masih dalam sengketa yang kita belum tau gimana akhirnya nanti, tapi saya yakin, setiap kebenaran dan keadilan pasti akan menemukan jalannya. (iya, sudah tau, kan, kalau saya mendukung pasangan Prabowo-Hatta?) ;)

Sebulan ini, melihat hasil perolehan suara yang didapat Bapak (saya memanggil kedua pasangan Prabowo-Hatta dengan sebutan Bapak, well, supaya terasa lebih dekat saja, ya. Hehe) jelas sangat mengecewakan, sedih sudah pasti, karena dari awal saya yakin Bapak menang, tapi seperti yang kita tahu juga, dari berita-berita yang saya baca ada banyak kecurangan pilpres. Dan secara pribadi, saya tidak tahu mana yang harus dapat dipercaya, KPU, Quick Count, Real Count, MK nantinya atau keputusan-keputusan dari lembaga hukum lain juga. Sebagai orang awam, saya sedikit tau permainan politik dinegara kita ini sungguh mengerikan. Apapun bisa terjadi dan berjalan mulus jika ada uang.

Ok, saya tidak mau menuduh siapapun, karena saya hanya ingin kembali  ngomongin hasil pilpres. Mohon maaf lahir dan batin ya sebelumnya kalau ada yang tidak berkenan dengan postingan ini.

Kejanggalan-kejanggalan yang didapat dari para saksi di TPS sedikit banyak sudah membuktikan bagaimana pilpres tahun ini. Kecurangan, seperti contoh yang ada di Papua sana, kertas suara yang sudah dicoblos untuk memilih salah satu pasangan capres, keputusan KPU membuka kotak suara diseluruh TPS untuk mengambil formulir A-5 dan juga model C-7. Intruksi KPU ini melanggar hukum karena tidak disertai dengan saksi didalamnya. Sudah sewajarnya kalau Bapak mengadukan gugatan ke MK atas persoalan ini. Karena menurut pakar hukum Siraj El Munir Bustami, kotak suara harusnya memang tidak boleh diutak atik karena didalamnya terdapat suara rakyat, harus ada prosedur untuk membukanya. Padahal kotak suara boleh dibuka jika ada intruksi dari MK. MK sendiri menyetujui kotak suara dibuka pertanggal 8 Agustus, bukan seperti surat edaran per tanggal 25 Juli 2014 yang diperintahkan KPU. Itu berarti KPU dan Bawaslu melanggar ketentuan yang sudah dibuat pengadilan yaitu MK dan DKPP.

Hal ini juga diungkapkan tim Hukum Prabowo-Hatta, Didi Supriyadi, dikutip saat sidang sengketa pilpres di MK Jumat lalu (8/8). Bahwa pembukaan kotak hanya bisa dilakukan oleh KPPS sebelum pemungutan suara, oleh PPS saat rekapitulasi penghitungan suara di tingkat Desa, PPK saat rekap di tingkat Kecamatan, KPU Kabupaten/Kota ditingkat Kabupaten/Kota, dan pembukan kotak suara atas perintah badan pengawas pemilu atau MK. Selain kondisi tersebut tidak ditemukan dalam UU yang membolehkan bagi KPU untuk membuka kotak suara setelah penetapan pilpres. Seluruh kotak suara yang berisi dokumen pemilu tidak dapat dibuka lagi selain perintah MK. Pakar Hukum Saiful Basri yang juga ketua Badan Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) juga mempersoalkan pembukaan kotak suara, menurutnya jika ada gugatan dari salah capres terkait masalah pilpres yang diduga terjadi kecurangan, seharusnya KPU menunggu persetujuan MK untuk membuka kotak suara. Surat edaran tanggal 25 Juli tersebut jelas melanggar hukum.

Jika saat membuka kotak suara tidak ada saksi didalamnya, kita juga patut curiga kevalid-an data dari hasil kotak suara itu tersebut yang sudah masuk ke kPU. Pakar hukum tata Negara Margarito menjelaskan KPU wajib menghadirkan alat bukti jika Bapak dan MK meminta menghadirkan kotak suara yang sudah dibuka termasuk hal lain yang berkaitan dengan masalah pilpres. Karena MK sendiri sudah mengeluarkan nomor register atas pengaduan Bapak untuk masalah pilpres yang diduga adanya kecurangan, berarti secara resmi MK menerima pengaduan tersebut, dan apapun yang berhubungan dengan masalah pilpres harus dijaga dengan baik, lalu mengapa KPU membuat intruksi membuka kotak suara tanpa menunggu keputusan dari MK?

Kita berharap semoga MK juga bisa mengambil keputusan yang adil, ya dengan adanya kecurangan ini.

Karena nggak cuma soal kotak suara yang diajukan Bapak ke pengadilan, tapi ada beberapa kecurangan lain yang merugikan perolehan suara mereka berdua, saat ini menurut saya Bapak tidak memperdulikan apakah beliau menjadi pemenang hasil pilpres atau bukan, tapi lebih ke mencari kebenaran dan membongkar kecurangan-kecurangan yang sudah mengabaikan suara rakyat. Karena buat saya bapak menjadi pelopor keberanian untuk mengungkapkan ketidak adilan serta ketidak jujuran hukum dalam proses demokasi di Negara kita, jika dibiarkan terus menerus prosesnya seperti ini membodohi rakyat dengan kecurangan, akan seperti apa Negara kita nantinya? Hidup jujur saja kita banyak masalah, apalagi hidup dengan mencurangi orang lain?. Dan jika kita meminta pihak Bapak-Prabowo-Hatta dan tim untuk legowo menerima kekalahan (termasuk saya mungkin legowo untuk menerima capres pilihan saya kalah) itu tidak masalah asal kekalahan itu tidak dibarengi dengan kecurangan yang sistematis.

Sumber dan Foto: http://kawaldemokrasi.com/ http://majumerahputih.com/

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun