Mohon tunggu...
Mang Jamal
Mang Jamal Mohon Tunggu...

Manusia amatir, tinggal di Bandung, sayang anak, hobi ngakak :)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Berkunjung ke Gunung Padang Ciwidey

27 Maret 2012   16:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:23 10359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berkunjung ke Gunung Padang Ciwidey Bandung

Di Jawa Barat, nama Gunung Padang paling tidak ada tiga. Satu di Cikoneng Ciamis, satu di Cianjur, situs megalitikum terbesar di Asia Tenggara, dan terakhir di Ciwidey, persisnya di desa Rawabogo. Istilah padang sendiri dalam bahasa Indonesia berarti lapangan luas, sedang dalam bahasa Sunda atau Sansakerta berarti terang benderang. Gunung Padang Ciwidey berada pada ketinggian 1.224 dpl (di atas permukaan laut), merupakan bagian dari rangkaian pegunungan Bandung Selatan yang terbentuk pada zaman Miosen. Saya ke sana ikut kang T. Bachtiar, Hawe Setiawan dalam rangka menemani kang Djunatan dosen Filsafat Unpar yang sedang mengumpulkan bahan untuk disertasinya di Universitas Erasmus Rotterdam Belanda.

Dari segi administrasi, Gunung Padang masuk wilayah Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Gunung Padang yang nama lainnya adalah Pasir Pamipiran dijaga oleh kuncen bernama Abah Karmo (73)yang akan diteruskan oleh anak pertamanya, Bapak Undang (53). Keduanya tinggal di Kampung Ciparigi desa Rawabogo. Dari Rawabogo Gunung Padang dapat ditempuh dengan jalan kaki atau dengan menggunakan ojeg khusus. Pada musim hujan, ban sepeda motor dibelit rantai agar tidak mudah tergelincir pada jalan tanah yang basah dan licin.

1332840245148487614
1332840245148487614

13328398071548062824
13328398071548062824

Bagian unik dari Gunung Padang ini adalah komplek batu dalam ukuran raksasa pada bagian puncak.Gunung Padang ini muncul ke permukaan sebagai hasil erupsi dalam atau inner-eruption dari gunung berapi pada masa itu. Batu-batu besar di puncak gunung itu berasal dari magma yang membeku akibat perubahan cuaca dalam jangka panjang. Adanya bekas gerakan vertikal sebagai proses erupsi dari batu-batu ini ditunjukkan dengan adanya garis-garis horisontal pada beberapa batu yang lebih kecil yang menandakan bekas gesekan dengan batu lain.

Entah sejak kapan, komposisi bebatuan raksasa itu kemudian oleh masyarakat sekitar jaman dahulu kemudian dihubungkan dengan masalah spiritual. Batu-batu raksasa itu dibagi ke dalam 17 tingkat yang menyimbolkan siklus atau proses hidup manusia. Batu-batu itu dibagi ke dalam tiga kelompok besar siklus yaitu tahap A, kelahiran dan masa anak-anak; tahap B, masa dewasa; dan tahap C, masa kebijaksanaan.

Pada komplek tahap A di sebelah kanan, terdapat batu-batu yang disimbolkan sebagai Cikahirupan, batu yang memiliki bentuk cekung seperti wadah sehingga terdapat air, batu lawang saketeng, batu menyerupai gerbang. Batu gerbang ini kita masuki ketika naik ke Gunung Padang. Batu palawangan ibu, yang menggambarkan organ vital ibu tempat bayi lahir, batu paibuan, batu yang menyimbolkan seorang ibu merawat bayinya, batu panyipuhan, batu yang dapat digerus sehingga keluar semacam bedak, batu poponcoran, yaitu batu yang menyimbolkan proses belajar. Komposisi beberapa batu besar sehingga memiliki lorong di bagian dalamnya. Batu panyipuhan dan batu poponcoran dianggap merupakan batu menyimbolkan tahap pendidikan anak.

133284049452758061
133284049452758061

13328396561733070995
13328396561733070995

Komplek batu tahap B disebut masa dewasa, terdiri dari rangkaian batu-batu raksasa yang disebut batu saadeg, batu gedong peteng, batu karaton, dan batu kutarungu. Batu saadeg adalah batu yang berdiri tegak sedang batu karaton terletak pada sisi tebing yang memiliki ceruk, seperti singgasana, batu kaca mempunyai permukaan yang bersifat cermin dan batu kutarungu memiliki bunyi unik apabila dipukul. Komplek batu tahap C yang menyimbolkan Masa Kebijaksanaan terdiri dari masjid agung, batu bumi agung, batu korsi gading, batu pakuwon Prabu Siliwangi, batu lawang tujuh, batu padaringan/leuit salawe jajar dan puncak manik. Keseluruhannya terdiri dari 17 batu.

Batu pakuwon Prabu Siliwangi berupa batu kecil yang diatasnya terdapat lekukan sebesar jempol. Di puncak gunung terdapat tiga batu yaitu masjid agung. Dari batu ini pemandangan ke berbagai arah sangat luar biasa. Di arah barat tampak waduk Saguling meliuk-liuk.(MJ)

133291514259712961
133291514259712961

1332839942317158307
1332839942317158307

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun