Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Penulis Biasa

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Biarkan Kejahatan Terjadi, Itu Mau Kita, Bukan?

7 Mei 2014   21:38 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:45 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Trenyuh jika melihat berita di sana-sini terjadi kekerasan dan pelanggaran hukum. Tidak hanya media audio visual, internet dan media cetak seakan-akan sengaja atau tidak menjadikan berita kekerasan sebagai headline di kolom beritanya. Dan seketika itu juga oplah pun akan terjual secara signifikan. Tidak hanya media terbitan, media berita digital pun semakin banyak pengunjung. Itulah harapannya, ingin beritanya menjadi terkenal dan koran / majalah laris manis. Karena semakin laris maka uang pun akan deras mengalir di kantung perusahaan penerbitan tersebut.

Tak hanya perusahaan penerbitan yang bisa tertawa kegirangan karena kenaikan omzet yang signifikan, karena pembaca pun sepertinya selalu haus akan berita-berita yang berisi dengan kekerasan, anarkisme dan konflik di tengah masyarakat. Bahkan melihat berita akhir-akhir ini terkait pelecehan seksual terhadap anak, para pecinta berita pun bisanya sebatas memberikan penilaian negatif dan banyak pula kata-kata miring terlontar terkait perbuatan "bejad" yang dilakukan. Tapi tak pernah sadar bahwa sebejat-bejat apapun pelaku kejahatan segalanya memiliki sumber dan sebab musabab yang turut menjadi pemicunya.

Bahkan yang lebih naif adalah, ketika saat ini barangkali kita tengah menghujat dan mengecam tindakan kejahatan tersebut. Tiba-tiba bisa jadi justru kita atau orang-orang di sekeliling kita adalah pelakunya. Na'udzubillah semoga  saja tidak terjadi.

Tapi mau tidak mau dan mungkin atau tidak semua bisa terjadi. Jika situasi lagi apes semua menjadi mudah untuk dilakukan. Tak pernah kita berfikir bahwa suatu saat kita akan menjadi korban atau justru pelaku kejahatannya, bukan? Sekali lagi semoga semua penyuka berita dan pembaca yang budiman dijauhkan oleh Tuhan dari kejahatan yang sama.

Sebentar saja coba kita amati dan renungkan dengan seksama, apa sih penyebab terjadinya sederet kejahatan di sekitar kita? Apakah murni kejahatan orang lain atau justru kita menjadi penyebab utama kenapa kejahatan tersebut terus saja terjadi?

Seseorang melakukan kejahatan pun tidak datang dengan tiba-tiba. Ada penyebab awal yang menjadikannya melakukan kejahatan. Sebagaimana para psikolog dan ahli pendidikan serta ahli agama mengatakan bahwa dalam diri manusia memiliki sifat baik dan buruk. Nah, jika ternyata media, masyarakat dan lingkungannya menjadi penyebab terjadinya kejahatan tentu saja sifat jahat tersebut menjadi dominan. Seseorang hakekatnya merupakan sosok yang tak berdosa, karena siapapun yang dilahirkan seperti kertas putih. Tapi makhluk yang bersih tersebut ternyata hidup dan dibesarkan dalam lingkungan yang mendukung mereka untuk menjadi jahat.

Adanya keluarga, ternyata keluarganya pun tak pernah mengerti kondisi anaknya yang tengah berkembang. Belum lagi keluarga justru merasa cuek, bahkan memberikan media-media yang justru menciptakan mesin-mesin kejahatan di dalam keluarga mereka. Dan itu semua tanpa mereka sadari meski apa yang mereka lakukan seringkali sudah mendatangkan korban.

Keluarga yang tak mendidik dan memberikan media yang mendidik pula, ditambah lagi lingkungan yang juga menjadi tempat pembelajar yang paling mudah untuk mereka mengadaptasi prilaku keji. Tak hanya peniruan yang berlangsung bertahun-tahun, ketika mereka harus hidup dalam kehidupan yang bebaspun masyarakat seperti tak peduli. Mereka seperti hidup sendiri-sendiri tanpa rasa asah, asih dan asuh. Jangankan peduli dengan perhatian atas keberadaan mereka. Kitapun seperti enggan untuk terlibat secara jauh tatkala di lingkungan kita penuh dengan ironi dan kejahatan yang sudah mewabah. Diam dan hidup dalam individualistik pragmatis. Dampaknya semakin lama jiwa-jiwa yang bersih ini semakin mencari-cari bagaimana karakter yang dapat  mereka tiru dan ikuti sebagai sandaran kehidupan mereka.

Mudahnya kita menghujat pelaku kejahatan, tapi kita tak pernah mengerti bahwa diri kita, dan saudara-saudara sebangsa ini hakekatnya sudah tidak lagi kepedulian. Mereka seperti hidup dalam keterasingan. Puncaknya, meskipun mereka bermasyarakat, bergaul dan mengenyam pendidikan, semua seperti sia-sia. Karena ketidak pedulian kita akan persoalan yang terjadi di tengah-tengah kita.

Tatkala sebagian orang menghendaki kekerasan dijauhkan dari masyarakat, ternyata ada kelompok lain yang justru menghendaki kekerasan itu merajalela. Tatkala sebagian masyarakat sudah mendidik lingkungannya dengan budi pekerti, toh di antara kita justru menyebarkan tontonan anarkisme, kekerasan seksual, kita tidak segan-segan mau menjual narkoba demi mengeruk kekayaan. Dan tatkala pelaku kejahatan tersebut di hukum, kita lagi yang menghendaki para penjual ini dibiarkan bebas. Sekali lagi semua kesalahan kita. Kita yang menjadikan persoalan tersebut terus muncul.

Bagaimana kejinya kita tatkala membiarkan media yang mempertontonkan adegan perzinahan dan aksi brutal, padahal kita tahu dengan tontonan yang tidak mendidik tersebut akan semakin banyak anak-anak yang menikmati tontonan tersebut tanpa bisa menyaringnya. Seandainya ada sebagian yang menghendaki pemblokiran situs-situs porno, maka ada pihak lain yang justru melawan dan menentang kebijakan tersebut dengan alasan melanggar hak-hak asasi manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun