Mohon tunggu...
little fufu
little fufu Mohon Tunggu... Jurnalis - Pembelajar aktif

manusia sanguin melankolis yang sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perihal Emosi dan Temperamen terhadap Anak Usia Dini

13 Februari 2019   23:52 Diperbarui: 14 Februari 2019   00:17 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Anak usia dini adalah individu yang unik. Anak yang berumur 0-6 tahun ini berada pada periode keemasan atau yang biasa disebut Golden Age, dimana pada rentan usia tersebut anak berada pada tahap perkembangan dan pertumbuhan yang cepat dan merupakan pondasi dasar perkembangan anak untuk melanjutkan tahap selanjutnya.

Dalam proses perkembangan dan pertumbuhan anak terdiri dari beberapa aspek, satu dari sekian banyak aspek tersebut adalah sosial dan emosional. Pada tulisan saya sebelumnya telah dipaparkan betapa pentingnya pembelajaran sosial dan emosional pada anak.

Nah, dari situ kita dapat memahami bahwa aspek ini merupakan aspek yang penting dalam penanaman karakter dan kepribadian anak dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Melalui pengalaman hidup seorang anak, perkembangan kecerdasan emosional ikut andil di dalamnya.

Selain itu, dengan bermain sesuai dengan usia nya juga dapat membantu perkembangan kecerdasan emosionalnya.

Orang tua yang kerap memberikan perhatian kepada anaknya, akan berdampak besar terhadap kecerdasan emosional anak yang cukup tinggi. Begitu pula sebaliknya, anak yang kurang mendapatkan perhatian dari orang tuannya akan cenderung tumbuh menjadi manusia yang susah mengolah dan mengatur temperamen dan emosinya.

Emosi dan temperamen?  Apakah sama? Mari kita kaji bersama.


Jawabanya adalah tidak sama, alias berbeda. Di tulisan saya sebelumnya telah saya jelaskan apa itu emosional. Singkatnya, emosional berkaitan dengan ekspresi yang disertai dengan emosi dengan segala bentuk perubahan-perubahan fisiologis dan tingkah laku yang disebabkan oleh interaksi sosial.

Para psikolog telah mengklasifikasikan emosi dengan  membedakan emosi sebagai positif dan negatif (Izard, 2009). Emosi positif mencakup antusiasme, kegembiraan, dan cinta. Sedangkan Emosi negatif mencakup kecemasan, kemarahan, radsa bersalah, dan kesedihan.

John W. Santrock (2011), dalam bukunya yang berjudul Life-Span Development memaparkan bahwasanya emosi anak usia dini pertama kali diperlihatkan sempat menjadi kontroversi, tetapi beberapa peneliti pun berargumen bahwa rasa itu tidak muncul hingga sekitar usia 18 bulan (Lewis, 2007).

Sementara itu, peneliti lain juga berpendapat bahwa emosi itu diperlihatkan lebih awal (Draghi-Lorenz 2007; Draghi-Lorenz, Reddy, & Costall, 2001).

Ahli terkemuka di bidang ini, Michael Lewis (2007, 2008) membedakan emosi-emosi awal pada anak usia dini menjadi dua, yaitu emosi primer (emosi yang dimiliki manusia dan binatang serta muncul di awal kehidupan seperti; rasa gembira, marah, sedih, takut dan jijik) dan emosi sadar-diri (emosi yang memerlukan kewaspadaan diri, terutama kesadaran dan rasa "keakuan"; contohnya seperti rasa cemburu, empati dan malu).

Thompson (2010), mengatakan bahwa ketika bayi mengekspresikan emosinya, secara tidak langsung bayi telah melakukan komunikasi emosi.

Disinilah peran orang tua, untuk peka dan responsif terhadap ekspresi emosi bayi, yang mana akan membantu mereka menumbuhkan emosinya (Thompson & Newton, 2009). Bentuk-bentuk pertama dari komunikasi bayi berupa tangisan dan senyuman.   

Tangisan bayi pun memiliki arti, setidaknya ada tiga jenis tangisan bayi yaitu:

1.Tangisan dasar (basic cry), tangisan yang berpola. Beberapa ahli meyakini bahwa tangisan dasar ini memiliki makna bahwa bayi sedang merasa lapar.

2.Tangisan kemarahan (anger cry), tangisan yang lebih banyak mengeluarkan udara dari tali suaranya.

3.Tangisan kesakitan (pain cry), tangisan awal yang panjang dan diikuti menahan napas yang tanpa rintihan atau erangan dhulu.

Tidak hanya tangisan yang memiliki jenis-jenisnya, senyuman pun juga, yaitu:

1.Senyuman refleksi, senyuman yang bukan merupakan respons terhadap stimuli eksternal dan muncul selama satu bulan pertama setelah kelahiran, biasanya selama tidur.

2.Senyuman sosial, senyuman yang terjadi dari respons akibat adanya stimuli eksternal, biasanya seperti wajah yang dilihat oleh bayi yang berlangsung di awal perkembangan.

Selain tangisan dan senyuman, Rasa takut juga turut menghiasai emosi bayi yang terbilang paling awal. Biasanya muncul pertama kali di usia sekitar 6 bulan dan puncaknya pada usia 18 bulan (Campos, 2005).

Ekspresi takut yang paling sering diperlihatkan oleh bayi adalah kecemasan terhadap orang asing yang muncul secara bertahap (Scher & Harel, 2008). Tetapi ada pula bayi yang tidak terlalu memperlihatkan rasa tertekan dengan orang asing, selama mereka berada dalam lingkup yang sudah dikenal (Waters & Matas, 1974).

Bayi-bayi telah memperlihatkan emosi mereka secara berbeda. Ada yang selalu ceria dan ada pula bayi yang cenderung sering menangis. Kondisi tersebut mencerminkan temperamen atau gaya perilaku dan cara berespons yang sifatnya individual.

John W. Santrock (2011), di dalam bukunya juga menjelaskan bahwa psikiater Alexander Chess dan Stella Thomas (Chess & Thomas, 1997; Thomas & Chess, 1991) mengidentifikasikan tiga tipe dasar dari temperamen:

1.Anak bertemperamen mudah (easy child), yang pada umumnya memiliki suasana hati yang positif, cepat membangun rutinitas, pada masa bayi, dan mudah beradaptasi dengan pengalaman-pengalaman baru.

2.Anak bertemperamen sulit (difficult child), bereaksi secara negatif dan sering menangis, melibatkan diri dalam hal-hal rutin sehari-hari secara tidk teratur, dan lambat menerima pengalaman-pengalaman baru.

3.Anak bertemperamen lambat (slow-to-warm-up child), memiliki tingkay aktivitas rendah, agak negatif, dan memperlihatkan suasana hati yang intensif rendah.

Bentuk-bentuk emosi yang terjadi pada anak begitu beragam, seperti khawatir, murung, kurang percaya diri, dan lain sebagainya. Hal itu tentu saja membutukan bimbingan yang tepat terlebih dari orang tua tentang bagaimana agar anak tidak terlibat dalam kondisi tersebut.

Dalam pengembangan emosi dan temperamen sendiri, terdapat banyak faktor, diantaranya seperti faktor keturunan, faktor lingkungan, dan keadaan anak.

Selain itu, tetap saja bahwa orang tua juga turut andil dalam faktor pengembangan emosi dan temperamen anak dengan cara memberikan perhatian terhadap anak serta pengenalan emosi pada anak beserta dengan cara mengelolanya.

Sumber bacaan:

Concordia Universty-Portland. (2018). Why We really Need SEL (Social-Emotional Learning) Now. Diakses tanggal 13 Februari, dari education.cu-portland.edu

Santrock, John W. 2011. Life-Span Development; Perkembangan Masa-Hidup Ed.13. Jakarta: Erlangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun