Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menelusuri Keunikan "Kampung Putih" yang Terjepit di Poros Kota Malang

23 April 2018   14:09 Diperbarui: 24 April 2018   10:16 3823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
View Kampung Putih Dilihat dari Atas Jembatan|Dokumentasi Pribadi

Sesekali, lepaskanlah pandangan Anda ke arah kiri begitu sampai di pergola jembatan Jalan Jaksa Agung Suprapto, Kota Malang. Pasalnya, tepat di penghujung (selatan) RSUD Dr. Saiful Anwar (RSAA) dekat pergola, Anda akan mendapati view "Kampung Putih". Dari arah sebaliknya, view yang sama dapat dilihat dari depan Hotel Kartika Graha.

Tulisan "KAMPUNG PUTIH" di atas gapura RW 06 Klojen itu nyaris tak kelihatan. Namun begitu saya memasuki gang-gang sempit, tersuguh pesona dinding hunian warga serba putih ala Decofresh. Pintunya berwarna hijau. Atapnya berwarna abu-abu. Alamatnya di Jalan JA. Suprapto Dalam, RW 06, Klojen, Kota Malang.

Pintu Gerbang RW 06 Klojen Menuju Kampung Putih|Dokumentasi Pribadi
Pintu Gerbang RW 06 Klojen Menuju Kampung Putih|Dokumentasi Pribadi
Minggu itu (15/4/2018), saya berjalan kaki menyusuri tepian sungai Brantas. Dari Kampung Putih hingga Pasar Bunga. Jauhnya sekitar 1 km. Selama perjalanan, saya mendapati keunikan di balik kampung berpenghuni lebih dari 200 KK itu. Apa saja keunikannya?

Dari Budaya Kumuh Menuju Budaya Bersih

Berdirinya Kampung Putih yang dilaunching sejak 5 Agustus 2017 itu, terinspirasi dari Kampung Putih di China. Selain menjadi kebanggaan warga, Kampung Putih diharapkan menjadi salah satu alternatif tujuan wisata berbasis kampung tematik-kontekstual di poros kota Malang.

Melalui Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), warga kampung diajak peduli akan kebersihan lingkungan. Salah satunya contohnya, saya melihat papan edukasi tertancap di pinggir sungai berisi seruan untuk tidak membuang sampah sembarangan. Tatkala berkunjung, saya tidak melihat sampah berserakan di Kampung Putih.


Gang di Hunian Warga Kampung Putih|Dokumentasi Pribadi
Gang di Hunian Warga Kampung Putih|Dokumentasi Pribadi
Suasana bagian dalam Kampung Putih|Dokumentasi Pribadi
Suasana bagian dalam Kampung Putih|Dokumentasi Pribadi
Kampung Putih menyuguhkan pemandangan hunian warga serba putih yang berderet di gang-gang sempit, namun tertata cukup apik dan bersih. Di sebuah dinding warga, ada yang dihiasi dengan lukisan motif bunga bertuliskan "Wall of Love".

Tempat Selfi ala Warga Kampung Putih bertuliskan Wall of Love|Dokumentasi Pribadi
Tempat Selfi ala Warga Kampung Putih bertuliskan Wall of Love|Dokumentasi Pribadi
Ikon The Wall of Love di Kampung Putih

Kesan saya, ikon Tugu Kampung Putih bebentuk seperti gardu pandang setengah lingkaran menyerupai tubuh kupu-kubu berdiri. Di belakangnya terdapat dinding hitam berhiaskan kupu-kupu putih. Penampakannya cantik. Sementara di samping kiri kanannya tersedia area bertangga. Pada bagian atas yang terbuka, dilengkapi dengan pagar pengaman.

Tugu Kampung Putih|Dokumentasi Pribadi
Tugu Kampung Putih|Dokumentasi Pribadi
Latar Belakang Tugu Kampung Putih|Dokumentasi Pribadi
Latar Belakang Tugu Kampung Putih|Dokumentasi Pribadi
Pada salah satu sudut bagian bawah, terdapat taman mini. Perpaduan itu membentuk sebuah monumen khas TheWall of Love menghadap ke arah Sungai Brantas. Hal ini melambangkan cinta suci dari Kampung Putih untuk kota tercintanya. Tugu Kampung Putih, cocok sebagai tempat swafoto.

Dari puncak menara pandang itu, pengunjung bebas menikmati pemandangan seperti gedung-gedung bertingkat, hunian warga, dan aliran sungai Brantas.

View Kampung Putih, Terlihat Gedung BCA dari Kejauhan|Dokumentasi Pribadi
View Kampung Putih, Terlihat Gedung BCA dari Kejauhan|Dokumentasi Pribadi
View Kampung Putih|Dokumentasi Pribadi
View Kampung Putih|Dokumentasi Pribadi
Letak Tugu Kampung Putih, berada di RT 07, tepat berada di balik bangunan Senaputra. Ada pintu kecil berwarna putih di bagian paling atas, cukup untuk keluar masuk satu orang dewasa. Dari pintu ini, ada akses langsung menuju Senaputra. Sayang, saat saya berkunjung kala itu, pintu ini masih tergembok rapi.

Namun tersedia alternatif pintu lain dari Kampung Putih menuju Pasar Bunga, atau sebaliknya. Dari pintu inilah, saya menyusuri jalan setapak bagian dalam untuk melihat sisi lain dari kehidupan tepi sungai Brantas hingga mencapai Pasar Bunga.

Pintu Kecil Penghubung Kampung Putih dengan Gedung Senaputra|Dokumentasi Pribadi
Pintu Kecil Penghubung Kampung Putih dengan Gedung Senaputra|Dokumentasi Pribadi
Misteri Goa yang Terhubung Hingga ke Pasar Bunga

Kampung Putih dihuni oleh warga RT 01 hingga RT 07. Namun hunian yang sudah dicat putih terkonsentrasi di RT 04, 05, dan 06. Sayang, belum ada jembatan penghubung antara RT 04 - RT 06 di tepi sungai sebelah kiri dengan  RT 01 - RT 03 di tepi sungai sebelah kanan. Mereka seolah "terjebak" di antara gedung-gedung bertingkat yang membelakanginya dan sungai itu.

Saya yakin, ada potensi tersembunyi di balik orang-orang, budaya, dan daerah aliran sungai (DAS) Brantas ini. Salah satunya, tersimpan misteri goa zaman kolonial Belanda. Konon, goa itu terhubung sejak dari Kampung Putih, Belakang Senaputra hingga ke Pasar Bunga Splendid.

Lokasi Diduga Terdapat Goa|Dokumentasi Pribadi
Lokasi Diduga Terdapat Goa|Dokumentasi Pribadi
Penasaran di mana letak goa itu, saya bertanya kepada Bu Kasiati (58). Ia tinggal persis di dekat Tugu Kampung Putih. Ibu beranak tiga itu lalu menunjukkan sebuah dinding. Dinding itu ditutupi keramik batu alam berwarna hitam. Ukurannya setinggi sekitar 1 x 3 m. "Lihatlah di bagian bawah, disitu selalu basah...", ujarnya menambahkan. Kira-kira, itulah letak goa yang ia duga. Entahlah!

Sisi Lain Kehidupan Warga Tepi Sungai

Selama menyusuri tepi sungai dari Kampung Putih menuju Pasar Bunga, saya melihat sisi lain kehidupan warga. Ada yang menggunakan pompa air manual, memelihara ayam, burung, dan lain sebagainya. Saya merasakan suasana jalan setapak bagian dalam itu sejuk.

Suasana Kehidupan Tepi Sungai Dekat Pasar Bunga|Dokumentasi Pribadi
Suasana Kehidupan Tepi Sungai Dekat Pasar Bunga|Dokumentasi Pribadi
Begitu tiba di belakang Pasar Bunga, saya bertemu dengan Pak Hadi di belakang rumahnya. Menurutnya, memarkir kendaraan di Taman Bunga itu cukup nyaman. Alasannya, pengunjung berkempatan melihat banyak objek, tuturnya. Misalnya, dari sini pengunjung sekaligus dapat melihat Pasar Bunga, Pasar Burung, dan menyusuri tepi sungai hingga tiba di Kampung Putih.

Pasar Bunga Kota Malang|Dokumentasi Pribadi
Pasar Bunga Kota Malang|Dokumentasi Pribadi
Tiga Alternatif Menuju Kampung Putih

Lokasi Kampung Putih cukup strategis, karena berada di poros jalan raya menuju pusat Kota Malang dan mudah dijangkau dengan angkutan publik, misalnya angkot. Masalahnya, Kampung Putih belum dilengkapi dengan lahan parkir untuk kendaraan pribadi.

Sementara ini, saya melihat pengguna kendaran roda dua memarkirnya di sebelah selatan pergola jembatan J.A. Suprapto, tepat di depan warung makanan. Sayang, tempat itu sempit dan kurang layak untuk parkir, apalagi untuk kendaraan roda empat. Cara paling aman dan mudah adalah menggunakan angkot, taksi atau ojek online.

Alternatif lain, pengunjung dapat memarkir kendaraan pribadi di gedung Senaputra, lalu berjalan kaki memutari RSAA menuju Kampung Putih. Jika pintu kecil penghubung antara Kampung Putih dengan Senaputra sudah dibuka, masuk melalui jalur ini merupakan jalan alternatif yang paling mudah dan dekat.

Alternatif lainnya, pengunjung bisa memarkir kendaraannya di Pasar Bunga, lalu jalan kaki menyusuri tepi sungai hingga bertemu Kampung Putih dari jalur dalam. Meski jaraknya cukup jauh, sekitar 1 km, namun sebanding dengan suasananya yang adem, sembari melihat kehidupan warga ala tepi sungai dari dekat.

Jalan dari dari Menuju Kampung Putih Lewat Belakang Pasar Bunga|Dokumentasi Pribadi
Jalan dari dari Menuju Kampung Putih Lewat Belakang Pasar Bunga|Dokumentasi Pribadi
Harapan Warga Kampung Putih

"Anak okeh, nggak ono usaha" (anak banyak, tidak ada usaha), itulah curhat seorang Ibu beranak tiga yang rumahnya berada di dekat Tugu Kampung Putih. Warga seperti Bu Kasiati itu (58), berharap Kampung Putih segera menjadi ramai.

Pasalnya, sejak Kampung Putih dilaunching (5/8/2017), hingga kini sehari-harinya relatif masih sepi pengunjung. Padahal, mereka berharap bisa segera membuka usaha. Hal ini juga seperti harapan Bu Yana (44). Ia mengaku punya empat orang anak, tinggal di rumah sederhana tepat di samping Tugu Kampung Putih.

Bu Kasiati (Kiri) dan Bu Yana (Kanan) di Kampung Putih|Dokumentasi Pribadi
Bu Kasiati (Kiri) dan Bu Yana (Kanan) di Kampung Putih|Dokumentasi Pribadi
Mengapa sepi? Ada banyak faktor, utamanya saya menduga karena persoalan keterbatasan tempat parkir, sehingga pengunjung enggan mendatanginya. Pesona Kampung Putih pada dasarnya tak kalah menarik dengan kampung-kampung tematik lainnya. Ibarat tubuh, Kampung Putih sudah punya kerangka, saatnya mengisi dengan menu "daging segar" agar bisa hidup dan tampil lebih menarik. Ini persoalan lainnya.

Rencananya, Kampung Putih akan dilengkapi dengan wisata sayuran organik di depan rumah-rumah warga. Sayuran itu untuk dijual. Ada juga rencana pembuatan aneka cenderamata, demikian jelas Pak Gendut Santosa, Ketua RW 06 yang menaungi Kampung Putih saat saya konfirmasi. "Namun untuk mengubah perilaku warga itu tidak mudah, tidak seperti sulapan," tambahnya.

Kampung Putih potensial untuk dikembangkan, karena punya sungai Brantas dengan kekayaan nilai-nilai historisnya. Apalagi, jika antara Kampung Putih dan Pasar Bunga bisa dihubungkan lewat jalur air, maka akan ada banyak spot-spot tepi sungai yang menarik untuk disinggahi.

Jika sulit terhubung lewat jalur darat dan udara, barangkali salah satu cara yang paling mungkin adalah menghubungkan antar kampung-kampung tematik yang saling berdekatan melalui jalur air itu. Misalnya menghubungkan Kampung Batik Claket, Kampung Putih, Pasar Bunga, Pasar Burung, Kampung Tridi, Kampung Warna-Warni Jodipan, dan Kampung Biru melalui Sungai Brantas. Mungkinkah?

Saatnya para stakeholder terkait seperti perguruan tinggi, LSM, CSR, pelaku wisata, dan pemangku kepentingan lain turut hadir mendukung mereka sesuai kemampuan. Jika kita sulit bersaing dengan negara lain dalam hal teknologi, mengapa kita tidak bersaing dalam hal wisata yang memang menjadi kekayaan kita? Saya hanya mencoba memantiknya. Itu saja! Salam.

-----------------

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun