Mohon tunggu...
Luthfiyah Nurlaela
Luthfiyah Nurlaela Mohon Tunggu... -

Pendidik di Universitas Negeri Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Profesi Guru, Jalan Menuju Guru Profesional?

12 Juni 2013   08:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:10 1878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Saat ini sedang dilaksanakan Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Unesa dan di sebelas LPTK yang lain. Di Unesa, ada sebanyak 279 peserta.  Di seluruh Indonesia, ada sekitar 2500-an peserta.  Semuanya adalah para eks peserta program Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM-3T) angkatan 2011 (angkatan pertama). Oleh sebab itu, PPG ini dinamakan PPG SM-3T, merupakan program yang diluncurkan oleh Kemdikbud (Direktorat Pendidikan Tinggi) di bawah payung Program Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia (MBMI).

Ada beberapa hal yang membuat program ini menarik. Pertama, PPG merupakan 'pertaruhan terakhir' LPTK sebagai lembaga penghasil tenaga kependidikan. Setelah berbagai upaya peningkatan kompetensi guru melalui berbagai kegiatan dan program, termasuk sertifikasi dengan portofolio maupun Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), yang dinilai belum memberikan perubahan secara signifikan, maka PPG diharapkan benar-benar menjadi 'kawah candradimuka' untuk menghasilkan guru-guru profesional di masa depan. Mengingat sertifikasi melalui portofolio dan PLPG akan berakhir pada tahun 2015, maka persyaratan untuk menempuh sertifikasi melalui program PPG ini hukumnya wajib, baik bagi guru dalam jabatan (yang tidak masuk dalam kuota sertifikasi melalui portofolio atau PLPG) maupun bagi guru prajabatan.

Saking menariknya program ini, pada awal dibukanya dulu, banyak guru honorer yang bermaksud mendaftarkan diri untuk mengikuti SM-3T. Kenapa? Ya, karena daripada menunggu kuota sertifikasi melalui PLPG yang tidak tahu entah kapan, lebih baik mengikuti SM-3T setahun lantas tahun berikutnya masuk PPG. Sudah jelas hitungan waktunya untuk mendapatkan sertifikat pendidik. Selain itu, siapa sih yang tidak tahu berapa gaji guru honorer? Dibandingkan dengan beasiswa yang diterima oleh peserta SM-3T yaitu sebesar Rp. 2.000.000,- plus bantuan hidup Rp. 500.000,-,  tentulah jumlah ini jauh lebih besar dibanding gaji bulanan sebagai guru honorer.

Namun tentu saja banyak dari guru itu yang tidak bisa mengikuti program SM-3T karena tidak memenuhi syarat. Sebagian persyaratan untuk mengikuti program adalah calon peserta merupakan sarjana kependidikan lulusan empat tahun terakhir, dan belum menikah. Beberapa guru honorer tersebut sudah menikah, dan juga merupakan lulusan yang lulusnya sudah lebih dari empat tahun yang lalu. Pada tahun ini, persyaratannya bahkan diperketat, tidak hanya IPK yang minimal 3,0 (tahun sebelumnya 2,75), usia juga tidak boleh melebihi 28 tahun. Jadi tidak ada harapan bagi para guru honorer itu untuk mengikuti program SM-3T sebagai jalan pintas agar dapat masuk PPG, dan mengantongi sertifikat pendidik dalam waktu dua tahun.

Kedua, program ini menarik karena berasrama dan berbeasiswa. Meski beasiswa yang diterimakan setiap bulannya hanya uang saku Rp. 300.000 plus uang buku Rp. 250.00,- per bulan, namun akomodasi dan konsumsi para peserta sepenuhnya ditanggung. Mereka juga memiliki dana kesehatan. Ya, meski jumlah nominal yang diterimakan dalam bentuk 'fresh money' tiap bulannya lebih kecil dibanding ketika mereka mengikuti program SM-3T,  namun sebenarnya hitungan unit cost-nya jauh lebih besar. Para peserta ini bebas biaya pendidikan sebesar Rp.6.000.000 per semester. Mereka juga memperoleh banyak kegiatan dalam rangka meningkatkan kompetensi mereka, baik dalam bidang akademik maupun nonakademik, tanpa dipungut biaya. Kegiatan-kegiatan tersebut dikemas dalam lingkup kegiatan kehidupan berasrama. Mulai dari kegiatan wajib (senam pagi, pelatihan baris-berbaris, kepramukaan, kerohanian), kegiatan pilihan (sesuai dengan prodi masing-masing, tujuannya adalah peningkatan kompetensi keprodian), bahkan sampai kegiatan di luar kampus dan asrama, misalnya outbound. Benar-benar sebuah keistimewaan yang tidak setiap calon guru bisa memperolehnya.

Ketiga, program ini adalah program 'pilotting', yang hanya dilaksanakan di dua belas LPTK (Unesa, UM, UNY, Unnes, UNJ, UPI,  UNP, Unimed, UNM, Unima, Undiksha dan UNG). Kuota seluruh Indonesia  sejumlah 2.500-an, tentu tidak cukup banyak dibanding dengan jumlah lulusan LPTK setiap tahunnya. Seleksi juga dilakukan dengan cukup ketat, meliputi seleksi administrasi, tes TPA dan penguasaan bidang studi, serta tes bakat minat dan kepribadian. Keketatan seleksi ini tentu saja menjadikan program ini memiliki daya tarik tersendiri, setidaknya program ini bukanlah program yang 'mudah', namun benar-benar program yang hanya bisa diikuti oleh mereka yang memenuhi syarat. Benar-benar menjadi program unggulan dalam rangka menyiapkan guru yang profesional. Ke depan, model perekrutan calon peserta PPG konon akan menggunakan model tersebut: semua peserta PPG harus lebih dulu mengikuti program SM-3T. Dengan demikian, input PPG benar-benar telah teruji baik secara akademiki maupun nonakademik, termasuk kemampuan problem solvingnya serta ketahanmalangannya. Input yang benar-benar pilihan.

Mengapa harus pilihan? Ya, sebagaimana yang kita ketahui, beberapa tahun belakangan ini, guru adalah salah satu profesi yang didambakan oleh banyak orang. Adanya sertifikasi guru sebagai implementasi UU Sisdiknas dan UU Guru dan Dosen, adalah daya tarik yang luar biasa, karena guru menjadi profesi yang mulia, profesional dan sejahtera. Maka tidak mengherankan bila pada saat ini orang tua berlomba-lomba memasukkan anaknya ke LPTK, bahkan kadang tak peduli seperti apa mutu LPTK-nya, yang penting LPTK. Beberapa universitas yang sudah estabished-pun, yang sebenarnya tidak berbasis kependidikan dan tidak memiliki pengalaman yang cukup dalam bidang tersebut, juga ikut-ikutan membuka program kependidikan. Semua LPTK diserbu. Tak terbayangkan entah mau ke mana lulusan yang dihasilkan oleh lebih dari 370 LPTK negeri dan swasta ini, mengingat permintaan guru tidaklah sebanyak itu.

Dalam kondisi yang oversupply seperti ini, harus ada mekanisme yang mengatur rekrutmen guru. Membatasi jumlah LPTK sebenarnya merupakan jalan terbaik, apalagi menjadikannya sebagai pendidikan kedinasan. Sebagai sebuah profesi, guru sebenarnya merupakan pekerjaan khusus yang memerlukan keahlian khusus, dengan beberapa cabang ilmu yang khusus juga, yang keilmuan itu hanya dipelajari oleh mereka yang memang dipersiapkan menjadi calon guru. Dengan alasan tersebut, penyiapan guru idealnya adalah melalui pendidikan kedinasan, sebagaimana penyiapan calon perwira TNI/Polri misalnya. Proyeksi kebutuhan guru per tahun sebenarnya sudah sangat terukur, yakni pengganti guru yang pensiun dan penambahan guru baru untuk sekolah-sekolah baru. Seandainya LPTK adalah sekolah kedinasan, maka pengelolaan LPTK akan berbasis pada kebutuhan negara akan guru/pendidik. Standar pendidikan dilaksanakan di bawah kontrol yang ketat oleh negara. LPTK harus diselenggarakan oleh pemerintah, dengan menggunakan sistem buka-tutup sesuai dengan kebutuhan lapangan.

Faktanya, LPTK bukanlah pendidikan kedinasan. Jumlah LPTK di seluruh Indonesia saat ini terdiri dari 12 LPTK pemerintah berbentuk universitas, 22 LPTK pemerintah berbentuk FKIP, selebihnya (sekitar 340-an) adalah LPTK swasta. Tidak heran bila setiap tahun terjadi oversupply, terjadilah penumpukan pengangguran lulusan dari LPTK, dengan kualitas yang sangat beragam, baik jenis maupun kemampuannya.

Dalam kondisi seperti ini, PPG yang merupakan amanah UU Sisdiknas dan UUGD, merupakan salah satu jalan keluar untuk mengendalikan mutu guru. Menurut UUGD, guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat, sedangkan kompetensi yang meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional diperoleh melalui pendidikan profesi. Hal ini relevan juga dengan Peraturan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Menurut KKNI, pendidikan Diploma empat/Sarjana paling rendah setara dengan jenjang 6; lulusan pendidikan profesi setara dengan jenjang 7 atau 8. Dengan demikian, PPG memang harus ditempuh dalam rangka memenuhi kompetensi sebagai guru/pendidik yang profesional.

PPG SM-3T di Unesa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun