Dalam menyusun menu makan siang, sekolah di Jepang ternyata memiliki aturan tersendiri untuk mengatur jumlah zat gizi makro (kabrohidrat,lemak,protein) dan mikro (vitamin dan mineral).
Dikutip dari shokuiku.org, pengaturan tersebut misalnya saja pada hari Senin dan Rabu, makanan yang disajikan mungkin tidak kaya zat besi.
Namun, di menu selain hari itu (selasa, kamis jumat) dibuat untuk memenuhi defisitnya. Ya, beberapa sekolah memang memiliki ahli gizi untuk memastikan kebutuhan gizi anak-anak terpenuhi. Keren,ya!
Bukan semata memastikan gizi dari makanan saja, ahli gizi pun menjadi bagian pengajar meski tidak mengajar di dalam ruang kelas. Dari artikel yang saya baca, diketahui setidaknya tiga sampai empat kali dalam setahun, anak-anak akan mengunjungi ahli gizi di cafetaria.
Pun proses pembelajaran tidak perlu waktu yang lama, hanya sekitar lima menitan, ahli gizi akan menjelaskan apa saja yang tersaji dalam makanan tersebut sebelum mereka memakannya.
Standar Gizi Makan Siang Anak Sekolah di Jepang
Adapun standar gizi yang diatur Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga dan Teknologi, makan siang anak sekolah di Jepang harus menyediakan sebagai berikut yaitu 35 persen kebutuhan energi, 40 persen protein, 30 persen lemak, 55 persen kalsium, 33-55 persen zat besi, 50-55 persen vitamin dan natrium secukupnya.
Jepang juga punya cara tersendiri untuk mengajarkan soal makanan pada anak-anaknya, yaitu dengan pengelompokkan menurut warna (merah,kuning dan hijau).
Merah untuk kategori daging dan protein, kuning untuk karbohidrat dan lemak dan hijau untuk sayur dan buah. Tak lupa, ketiga-tiganya selalu masuk dalam menu makan siang mereka,lho.
Metode "Triangular Eating"