Mohon tunggu...
Lisa Noor Humaidah
Lisa Noor Humaidah Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat buku dan tulisan

Tertarik pada ilmu sosial, sejarah, sastra dan cerita kehidupan. Bisa juga dijumpai di https://lisanoorhumaidah.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Cerita Mana, tentang HIV-AIDS di Papua

1 Desember 2019   15:16 Diperbarui: 1 Desember 2019   19:43 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasti kita tidak asing mendengar tentang kota Wamena, Papua. Wamena adalah ibu kota kabupaten Jayawijaya dengan luas 6 ribuan km2, lebih luas dari Pulau Bali. Penduduknya kurang dari 300-an ribu jiwa. Kota yang untuk sementara hanya dapat ditempuh melalui transportasi udara ini bertopografi lembah, dan bukit yang pada bulan tertentu suhu udara bisa mencapai minus celcius. Kota Wamena adalah penghubung 6 kabupaten lain di wilayah Pegunungan Tengah di Papua, tempat tinggal bagi kurang lebih 96.6% penduduk asli dari total jumlah penduduk.

Di kota sejuk ini pertama kali saya berjumpa dengan perempuan muda ini beberapa tahun yang lalu. Sebut saja namanya Mana. Perjumpaan pertama meninggalkan kesan membekas. Tatap matanya penuh percaya diri. Tutur katanya tertata, dengan bahasa yang jelas dimengerti dengan tekanan tegas, artikulatif.

Ia juga seringkali memberikan referensi pada pendapat yang disampaikannya. Perempuan pintar dan terpelajar. Ia seorang perempuan Papua, berambut keriting, berkulit hitam, gigi berjajar rapi, bersih dengan semburat warna pinang, bibir pun memerah alami karena buah yang sama. Usianya sekitar 26 tahun. Sudah delapan tahun ini ia mengkonsumsi ARV setelah didiagnosa positive HIV pada usia 18 tahun.

Sejak usia 15 tahun, pada saat duduk di bangku SMP ia mengenal dan menjalani kehidupan sebagai pekerja seks. Pada awalnya dari pergaulan teman sebaya berikut kedua orang tua yang sibuk dengan pekerjaan. Ia bercerita, setiap kali orang tua bertemu, mereka berselisih. Sang Papa sering memukul sang Mama, begitu sering berulang disaksikan langsung olehnya.

Ia kemudian mencari pelarian pada kehidupan remaja yang menyenangkan di kota ini. Kehidupan itu mengantarkannya mendapatkan sesuatu sebagai imbalan. Ia mengenal seks. Setali tiga mata uang, ia pun juga mengenal zat addictive, ganja. Ia bercerita tidak mengkonsumsinya tapi hanya turut menjual dan mendapatkan keuntungan darinya.

Dengan tertawa lebar ia menyebutkan salah satu pengusaha besar di kota dingin ini adalah bandarnya. Ada demand, di situlah supply bekerja.

Kehidupan remaja yang menyenangkan itu hampir menyita waktu sekolahnya. Ia jadi sering membolos atau terlambat datang masuk kelas karena melayani para pelanggan. Pelanggannya banyak dari kalangan pejabat. Bahkan salah satunya adalah seorang pimpinan daerah. Pimpinan  ini pernah menyewanya satu minggu dan mereka tinggal di hotel paling baik di Kota Jayapura. Begitu pula pejabat yang lain, tak terhitung.

Kejadian tidak menyenangkan sering dialaminya. Pernah ia berselisih hebat dengan teman satu profesi karena berebut pelanggan. Perselisihan itu membawa mereka ke kantor polisi untuk mediasi. Polisi membelanya. Polisi juga menyatakan ia berada di pihak yang benar. Sang polisi meminta no telfonnya. Dua minggu kemudian Polisi tersebut menelfonnya untuk meminta berhubungan sex sebagai imbalan karena membelanya.

Bukan hanya itu. Ia bahkan mengalami kejadian kekerasan yang mengerikan. Seorang pelanggan dari kalangan pejabat memesannya. Bapak pejabat membawanya ke hotel paling baik di kota dingin ini.

Pada saat itu ia telah siap melayani dengan menanggalkan semua pakaiannya. Namun tiba-tiba ada sekitar lima laki-laki lain datang. Bapak pejabat sampaikan jika ia ingin mendapatkan banyak imbalan, ia harus melayani para tamu yang diundang tanpa sepengetahuannya itu. Dengan serta merta ia menolak, beringsut ia bergegas memunguti pakaiannya dan bermaksud membatalkan pelayanan malam itu.

Dengan geram, bapak pejabat mengambil botol minuman keras dan memecahkannya. Dengan ujung botol yang tajam bapak pejabat mengancam akan melukainya jika tidak mau melayani lima laki-laki yang telah diundangnya tersebut. Dengan ketakutan dan badan gemetar ia melayani semua laki-laki yang sebagian besar dalam kondisi mabuk. Sambil menunggu giliran, yang lain menyaksikan sambil menenggak minuman yang botolnya telah berserakan dimana-mana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun