Mohon tunggu...
Lidwina E. H.
Lidwina E. H. Mohon Tunggu... -

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dampak Pertumbuhan Penduduk terhadap Peningkatan Kenakalan Remaja

29 Desember 2014   17:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:14 3018
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Indonesia merupakan negara dengan popoulasi penduduk terbanyak ke-4 di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Populasi penduduk ini semakin bertambah dari tahun ke tahun.

Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat menunjukkan adanya indikasi terjadinya peningkatan kriminalitas. Dari tahun ke tahun, grafik kriminalitas menunjukkan angka yang terus meningkat secara signifikan. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan kriminalitas adalah rendahnya tingkat perekonomian penduduk. Semakin hari, semakin banyak kebutuhan yang harus dipenuhi seiring dengan tingginya pertumbuhan penduduk. Sedangkan banyaknya permintaan akan kebutuhan tidak di imbangi dengan penyediaan barang kebutuhan.

Terbatasnya barang kebutuhan sehari-hari menyebabkan harga kebutuhan semakin bertambah mahal. Harga kebutuhan yang semakin mahal tidak di ikuti dengan peningkatan pendapatan penduduk. Keterbatasan ekonomi inilah yang menjadi pemicu munculnya tindak kriminalitas. Hal ini dilakukan agar masyarakat mendapatkan uang untuk menutupi kekurangan ekonomi dan memenuhi kebutuhan mereka.

Tidak hanya orang dewasa, kini remaja dan pelajar bahkan anak-anak pun dapat melakukan tindak kriminalitas. Bukan hal yang asing lagi jika di media massa kita melihat dan mendengar berita mengenai kasus kriminalitas yang dilakukan oleh remaja. Kriminalitas yang dilakukan oleh kalangan remaja biasanya berupa kenakalan remaja.

Di Samarinda misalnya. Pada tahun 2013, dari 37 jenis tindak kejahatan yang dihimpun Polresta Samarinda, 12 di antaranya dilakukan oleh remaja. Kejahatan tersebut meliputi pemerkosaan, perzinahan, cabul, penganiayaan ringan, berat, hingga pengeroyokan, termasuk tindak kejahatan seperti pencurian dengan pemberatan (curat), pencurian dengan kekerasan (curas), pencurian kendaraan bermotor dan membawa lari anak perempuan.

Penyebab utama terjadinya kriminalitas di kalangan remaja dan pelajar adalah terjadi pergeseran moralitas dan penyimpangan perilaku yang dipengaruhi oleh lingkungan sosial sekitarnya. Selain itu psikologi remaja yang cenderung masih labil dan berkembang, membuat remaja selalu ingin mencoba hal-hal yang baru dan mendapat pengakuan atas jati dirinya.

Akhir-akhir ini kenakalan remaja pun semakin tidak terkendali. Semakin banyaknya remaja dan pelajar yang terlibat dalam tindak kriminalitas semakin memperparah keadaan remaja saat ini.

Salah satu contohnya adalah maraknya penyalahgunaan narkoba. Badan Narkotika Nasional (BNN) menemukan bahwa 50 – 60 persen pengguna narkoba di Indonesia adalah kalangan pelajar dan mahasiswa. Padahal penggunaan narkoba telah di larang penggunaannya sejak lama kecuali digunakan untuk pengobatan atau kesehatan.

Perilaku seks bebas juga menjadi masalah yang menyumbang angka terbesar dalam kasus kenakalan remaja. Banyak survei yang menunjukkan bahwa lebih dari 40% remaja Indonesia pernah melakukan hubungan seks. Seks bebas seakan sudah menjadi hal yang lumrah di kalangan pelajar. Bahkan ada pernyataan yang beredar bahwa pelajar yang belum pernah melakukan hubungan seks itu ‘tidak gaul’ dan semacamnya. Telah terjadi banyak kasus dimana remaja hamil di luar nikah. Beberapa diantaranya bahkan nekat melakukan aborsi demi menutupi hasil dari hubungan terlarang tersebut.

Banyaknya kasus remaja yang hamil di luar nikah juga mengakibatkan meningkatnya penikahan di usia dini. Keputusan menikahkan remaja yang terlibat seks bebas diambil oleh orangtua sebagai jalan keluar agar tidak menimbulkan masalah sosial lainnya. Namun, pernikahan di usia dini akan berdampak pada pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi pula. Tingginya pertumbuhan penduduk akan berpotensi menimbulkan berbagai masalah seperti masalah kepadatan penduduk, masalah ekonomi, kemiskinan, semakin banyaknya pengangguran dan lain-lain

Remaja khususnya pelajar merupakan aset bangsa yang harus di bina dan di jaga. Oleh karena itu, kontrol sosial terhadap remaja dan pelajar harus segera dilakukan mengingat angka kriminalitas yang dilakukan oleh remaja dan pelajar terus meningkat. Kontrol sosial tidak hanya diberikan melalui penddikan formal, tetapi juga dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti penanaman nilai-nilai moralitas dan agama. Cara terbaik untuk melakukan kontrol sosial tersebut adalah komunikasi dua arah yang dilakukan melalui keluarga. Keluarga merupakan media terbaik untuk melakukan kontrol sosial karena keluarga merupakan orang terdekat yang tinggal bersama mereka dan mengetahui secara langsung keadaan serta perkembangan remaja. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa terjadinya kenakalan remaja di akibatkan oleh kurangnya perhatian dan kasih sayang serta pengawasan keluarga, khususnya orang tua, terhadap remaja dan pelajar yang bermasalah.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) (2010), dari 233 juta jiwa penduduk Indonesia, 26,8% atau 63 juta jiwa adalah remaja berusia 10 sampai 24 tahun. Dari data tersebut, Indonesia diprediksi akan mendapat Bonus Demografi, dimana penduduk dengan umur produktif sangat besar sementara usia muda semakin kecil dan usia lanjut belum banyak,di tahun 2020 – 2030. Jumlah usia angkatan kerja (15 – 64 tahun) pada 2020 – 2030 akan mencapai 70 persen, sedangkan sisanya, 30 persen, adalah penduduk yang tidak produktif (di bawah 15 tahun dan diatas 65 tahun).

Jika pembinan terhadap remaja atau penduduk usia produktif tidak segera dilakukan, dapat di pastikan Indonesia tidak akan bisa melahirkan sumber daya manusia yang baik dan berkualitas. Ditambah lagi rendahnya kualitas dan persiapan remaja sebagai cikal bakal sumber daya manusia, akan berdampak pada ketidakmampuan Indonesia untuk memanfaatkan bonus demografi yang akan terjadi 2020 – 2030. Bukan hanya bonus demografi, bahkan untuk menghadapi AEC 2015 pun Indonesia tidak akan sanggup karena sumber daya manusia yang kita miliki tidak akan bisa bersaing dengan sumber daya manusia negara-negara Asean lainnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun