Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Fiksi Islami Artikel Utama

Di Depan Rumah Retret Itu, Kau Berlutut Memelukku

15 Juni 2018   06:03 Diperbarui: 16 Juni 2018   02:49 4535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock.com

"I hate Eid Mubarak."

Ingin rasanya Silvi melontarkan kalimat itu. Lama-lama ia muak juga dengan hari raya. Benar, di hari kemenangan itu keluarganya berkumpul bersama. Tubuh mereka ada di sini, tetapi tidak dengan pikiran mereka. Gawai di tangan telah menyita perhatian.

Hanya Silvi yang tidak memegang gadget. Ia konsisten pada prinsipnya: no gadget saat bersama orang-orang yang dicintai. Sayangnya, paham keluarganya berseberangan. Bagi mereka, gadget everywhere. Alhasil gadis blasteran Jawa-Belanda itu hanya bisa menggigit bibir, kecewa.

Percuma, bisik hati kecilnya. Buat apa berkumpul bersama bila akhirnya hanya sibuk dengan smartphonenya masing-masing? Sejumput niat untuk kabur memerciki hati.

Diam-diam gadis cantik bergaun putih itu melirik sekitarnya, mencari celah. Ia tak tahan begini terus. Eid Mubarak, bisakah meninggalkan gadget sejenak?

Hari pertama Eid Mubarak seperti berlalu begitu saja. Tanpa ada kesan mendalam. Bermain gadget tetap menjadi kegiatan dominan di hari raya. Menahan kejengkelannya, Silvi bangkit dari sofa. Balik kanan, lalu berjalan ke halaman depan.

"Andai ada yang menemaniku..." desahnya, menatap hampa langit biru berlapis gumpalan awan putih. Angin berdesis, menarik-narik ujung dressnya.

"Seharusnya aku pergi saja."

Pergi, ya pergi. Mengapa tidak? Toh tak ada yang peduli. Perlahan dilangkahkannya kaki ke pintu pagar. Membukanya sepelan mungkin. Kabur bisa menjadi pilihan.

Menit berikutnya, kaki Silvi telah menjejak jalan raya. Berhasil, dirinya berhasil kabur dari rumah. Hatinya bersorak kegirangan, mengapresiaasi keberhasilannya sendiri.

**     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Fiksi Islami Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun