Mohon tunggu...
Kuncarsono Prasetyo
Kuncarsono Prasetyo Mohon Tunggu... Konsultan - Sejarah itu asyik :)

Tukang gambar yang interes pada sejarah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Bung Tomo yang "Membakar" Surabaya (4, Habis)

18 November 2019   13:31 Diperbarui: 18 November 2019   15:25 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bung Tomo (kiri) saat dijamu Bung Karno. Hubungan mereka seperti kakak beradik. | daimca.com

Menangis Saat Upacara di Dalam Penjara

Bung Tomo memang tidak gugur di perang akbar 10 November 1945. Bahkan paska perang Surabaya itu, karirnya berkibar. Dia sempat 'menikmati' buah perjuangannya. 

Dilantik menjadi salah satu dari lima pucuk pimpinan TNI masa agresi militer, Bung Tomo juga pernah menjadi menteri pada 1955-1956, dan anggota DPR pada 1956-1959. Namun, ironisnya, kenikmatan itu tidak berlangsung lama, belakangan dia berseteru dengan Bung Karno.

Bung Tomo pernah menyatakan bahwa Sukarno dan kabinet Ali Sastroamidjojo telah gagal mewujudkan kesejahteraan rakyat. Ia juga pernah menggugat Sukarno ke Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta pada 24 Agustus 1960 karena membubarkan DPR melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Padahal dua tokoh ini adalah karib perjuangan yang sudang dianggap sebagai kakak beradik.  

BACA JUGA : Kisah Bung Tomo yang Membakar  Surabaya (1) 

BACA JUGA : Kisah Bung Tomo yang Membakar  Surabaya (2) 

Peristiwa paling epik adalah di masa Orde Baru, suatu pagi, 17 Agustus 1978 di lapangan Penjara Nirbaya Pondok Gede, Bekasi, seorang pria tua memberi hormat sambil matanya berkaca-kaca, ketika melihat merah putih dikerek dan lagu Indonesia Raya dinyanyikan. Tahanan 58 tahun ini bahkan terlihat menangis.

Foto identitas narapidana Bung Tomo pada 1978 | majalah.tempo.co
Foto identitas narapidana Bung Tomo pada 1978 | majalah.tempo.co
Orang yang menyaksikan itu adalah Ismail Suny, sekarang menjadi Guru Besar Emeritus FH UI. Di dalam memoarnya, ahli hukum yang berseberangan dengan Soeharto ini begitu terharu melihat adegan ini.

Usai upacara, Suny mendekati lelaki berkulit keriput yang rambutnya sudah beruban itu. Suny mendekatkan mulutnya ke telinga kakek ini. "Mengapa Bung menangis? Biasa sajalah," kata Suny. Dia merasakan gejolak sang kakek. Dia mencoba menenangkan dengan mengutip kata bijak tokoh Vietnam Ho Chi Min: "Dari penjara justru muncul orang-orang besar."

Tetapi, tampaknya kalimat ini salah alamat. Seandainya Suny berbicara dengan seorang aktivis mahasiswa yang dipenjara mungkin pas, karena punya masa depan. Namun, yang dihadapinya ini adalah seorang lelaki yang sudah melewati masa produktif, usianya lebih dari setengah abad.

Sepanjang hidup dipenuhi kisah-kisah heroik. Bahkan, di usia paling produktif, saat umur 25 tahun, dia pernah 'membakar' Surabaya, memimpin agitasi dari corong radio, membuat semuanya terbakar semangatnya. Namanya menjadi legenda, fotonya dipajang dimana mana setiap 10 November.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun