Keranjang persegi panjang membentang di ruangan gelap, kamar seluas lima kali lima.Ukuran ruangan yang lumayan besar dibentengi dengan dua jendela bening berhorden biru langit. Sudut kamar dekat dua jendela bening berdiri payung lampu, terangnya agak sayu. Mungkin, di setting untuk lampu malam.
Anak berusia satu tahun lebih berada di kamar seorang diri. matanya masih membelalak padahal sudah masuk waktu dini. Pandangannya lurus menjurus ke langit-langit kamar, beberapa waktu mengoyang-goyangkan bola mata hitamnya. Â Seakan-akan mencari sesuatu yang hilang.
Air nampak berjatuhan membasahi bumi dari balik kaca bening kamar bernuansa biru langit, tapi berkesan gelap. Walau dibentengi beton kuat, ternyata udara mampu menembus dari pori-pori batu beton kamar, udara menyentuh kulit si anak mungil ini. Kaki yang tadi berhuruf A manyempit, tangan yang terlentang, didekapkan ke dada.
Bola matanya tiba-tiba bergerak dengan cepat, suara parau keluar dari mulut bibir tipisnya. Seakan-akan memanggil seseorang yang tiap malam menemaninya.
Dari arah kepala anak, seorang wanita muncul, menggendongnya lalu dibalutnya dengan selimut, hangat. Bola mata hitamnya kini terlihat sayu, sesayu lampu kamar, suara paraunya perlahan menghilang. Lalu terbanglah bayi ke dalam dimensi lain. Diletakkannya ia ke dalam keranjangnya, di pandanginya, lalu diusapnya kepalanya. Â Wanita itu lalu berlalu secara perlahan sesekali melihat ke arah anak itu, ia seakan tak rela berpisah, wajahnya menyiratkan kesedihan mendalam tidak puas dengan pertemuan yang berkisar sekian menit. Wanita itu berbalik membelakanginya lalu berjalan menembus beton kamar yang padat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H