Mohon tunggu...
Frengky Keban
Frengky Keban Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Penulis Jalanan.... Putra Solor-NTT Tinggal Di Sumba Facebook : Frengky Keban IG. :keban_engky

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cerita di Balik Terbakarnya Situs Rumah Adat Manola

17 November 2018   22:49 Diperbarui: 18 November 2018   02:16 1396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

*Sebuah Catatan Perjalanan Jurnalis SBD

Situs Kampung Adat Manola mungkin terdengar asing di telinga kita ataupun jarang untuk dibicarakan. Hal ini wajar, karena kampung yang satu ini memang jarang tersorot kamera para jurnalis dan masih kalah tenar dengan kampung adat lainnya seperti Praijing, Tarung di Sumba Barat ataupun Umbu Koba dan Rotenggaro di Sumba Barat Daya.

Namun tidak bagi masyarakat di Wewewa Selatan. Mereka masyarakat Wewewa Selatan terlanjur mencintai kampung yang satu ini dan menganggapnya representasi budaya di wilayahnya.

Betapa tidak, dengan kultur budaya yang masih terjaga baik dan dipadukan dengan struktur rumah adat yang masih asri membuat masyarakat begitu mencintainya dan berusaha melestarikannya.

Hingga kemudian pristiwa naas itu hadir pada rabu (17/11) siang. Kebakaran 3 rumah di tengah kampung membuka ruang bagi publik mengenal situs rumah adat ini sekaligus melihat seperti apa kehidupan masyarakat di tempat itu. Dan itu terjadi pula saat penulis hadir di situs rumah adat Manola, Jumat (16/11) siang.

Menempuh perjalanan hampir sejam dari Tambolaka ibu kota Sumba Barat Daya, melewati setapak kecil di jalur Tanateke ibu kota kecamatan, Anda akan menemukan mata Anda akan dipaksa memandang dan mulut Anda dipaksa bergumam bahwa keindahan Kampung Manola itu belumlah hilang sepenuhnya. Walaupun, terlihat tiga rumah adat yang berada di tengah kampung sudah ludes dilalap api akibat sambaran petir dan hanya menyisahkan puing tiang yang sudah menghintam.

Pasca kebakaran rabu lalu, masyarakat kini mulai berbenah. Selain menambal atap 4 rumah yang berhasil diselamatkan saat kebakaran, masyarakat juga mulai membangun tenda darurat buat keluarga yang terkena musibah.

Tampak jelas kesedihan terpancar dari wajah para korban kebakaran ini. Namun ketegaran hatilah membuat mereka begitu kuat menghadapi musibah yang terulang 20 tahun lalu ini.

Dokpri
Dokpri
"Ini kali kedua kejadian serupa terjadi. Anehnya terjadi di tanggal yang sama dan diwaktu yang sama. Bukan itu saja korban pun sama 3 rumah. Bedanya cuma tahun. Kalau sebelumnya itu tahun 1998 dan kali ini 2018," kata Tokoh masyarakat, Paulus Tanggu Bera.

Bukan tanpa alasan kejadian ini berulang di waktu yang sama. Baginya ini adalah cerita yang mestinya diurai baik oleh para rato kampung itu sehingga kejadian ini tidak kemudian terjadi lagi di masa mendatang.

Hal paling utama adalah para Rato duduk bersama seperti yang terjadi pasca kejadian ini, bersama para korban terlebih salah satu korban juga adalah bagian dari pembesar suku di Kampung tersebut.

Sebagai pembesar Urai Paulus, korban tidak bisa menginap ataupun menginjakkan kakinya ke rumah orang lain. Korban harus tetap berada di lingkungan rumah yang terbakar karena itu adalah hukum adat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun