Mohon tunggu...
KASTRAT BEM FEB UGM
KASTRAT BEM FEB UGM Mohon Tunggu... Penulis - Kabinet Harmoni Karya

Akun Resmi Departemen Kajian dan Riset Strategis BEM FEB UGM

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Meninjau Kembali Gerakan Nasional Revolusi Mental: Komparasi dengan Restorasi Meiji dan Analisis Kondisi Sosial di Indonesia

1 Mei 2019   17:37 Diperbarui: 1 Mei 2019   17:47 1401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Oleh: Muhammad Zaki N. Hawasi (Staf Departemen Kajian dan Aksi Strategis/Akuntansi FEB UGM 2018) dan Muhammad Paksi Assyafan (Staf Departemen Kajian dan Aksi Strategis/Manajemen FEB UGM 2018)

Gambar 02 : Persepsi NKRI vs. Khilafah   Source : IDNTimes
Gambar 02 : Persepsi NKRI vs. Khilafah   Source : IDNTimes

Masih dalam pembahasan mengenai kondisi sosial politik, intoleransi juga merupakan salah satu polemik yang dihadapi bangsa dan negara Indonesia. Dalam pelaksanaannya, Gerakan Nasional Revolusi Mental masih belum dapat mengatasi intoleransi, baik secara agama, pandangan politik, maupun perbedaan cara pandang dan pemikiran. Merebaknya persekusi terhadap agama minoritas dan ujaran kebencian di antara umat beragama, partai politik, dan masyarakat pada umumnya menjadi sebuah tanda bahwa kemajuan bangsa Indonesia masih terganjal oleh perbedaan, yang bertentangan dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika. 

Padahal, semangat ini menjadikan perbedaan sebagai kekuatan. Kemudian, kecenderungan masyarakat Indonesia untuk bersikap agresif dalam berargumen, terutama ketika politik sudah menjadi pembahasan, merupakan salah satu penyebab utama intoleransi. Menumbuhkan sikap asertif yang menjadi prasyarat untuk berdialektika mengenai politik bukan hanya menjadi kewajiban pemerintah melalui pendidikan dan Gerakan Nasional Revolusi Mental, melainkan juga menjadi kewajiban bagi masyarakat untuk memulai dari diri sendiri.

Geliat bisnis di Indonesia yang pada beberapa tahun terakhir mengalami pertumbuhan relatif pesat, ditandai dengan bermunculannya usaha-usaha start-up baik digital maupun di sektor lain, juga perlu diperhatikan sebagai salah satu bentuk Revolusi Mental. Pertumbuhan pesat di berbagai sektor seperti e-commerce (Tokopedia, Bukalapak), teknologi finansial (OVO, GoPay), pendidikan (Ruang Guru), kesehatan (halodoc) , dan digital (GoJek) telah menjadi tonggak baru dunia bisnis di Indonesia. P

otensi pertumbuhan usaha-usaha startup juga diperkirakan akan menjadi semakin pesat di masa mendatang. Sebagai contoh, dalam fase triwulan pertama tahun 2019, Gojek telah mengumumkan pendanaan seri F (Dailysocial, 2018) dan telah mencapai valuasi $9.5 miliar per Januari 2019. Per April 2019, Gojek telah menyandang status decacorn. Berbagai start-up lainnya juga mengikuti langkah Gojek dalam peningkatan valuasi yang ditandai dengan bertambahnya start-up yang mencapai valuasi level centaur atau $100 juta dan level unicorn atau $1 miliar. Berbagai start-up yang berorientasi pendidikan, sosial, dan pembiayaan P2P seperti RuangGuru, Kitabisa, Amartha, dan iGrow juga bermunculan mengiringi kesuksesan pendahulu-pendahulunya. Hal ini dapat dikatakan sebagai bukti nyata Revolusi Mental yang muncul dari keinginan kuat untuk membuat perubahan dan keberhasilan menginternalisasi nilai-nilai yang menjadi tujuan revolusi mental itu sendiri.

Gambar 03 : Valuasi Startup Unicorn dan Centaur IndonesiaSumber : Indonesia Startup Report 2018 (DailySocial.id)
Gambar 03 : Valuasi Startup Unicorn dan Centaur IndonesiaSumber : Indonesia Startup Report 2018 (DailySocial.id)

Pada lini pemerintahan, agaknya efek bandwagon juga berlaku di antara kalangan pejabat. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya tingkat penyelewengan dan korupsi. Pada tahun 2018 kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp5.6 triliun walaupun jumlah ini mengalami penurunan dari Rp6.5 triliun pada tahun 2017 (ICW,2018). Perlu diperhatikan juga walaupun terjadi penurunan dalam kerugian negara akibat tindak pidana korupsi, dibandingkan dari tahun 2015-2016, tingkat kerugian negara akibat tindak pidana korupsi cenderung meningkat secara signifikan. Integritas dalam birokrasi negara agaknya masih tersendat dengan adanya kecenderungan untuk menjustifikasi korupsi dengan alasan-alasan generik seperti kondisi keuangan mendesak, lingkungan pekerjaan yang mentolerir, maupun minimnya kontrol internal. 

Implementasi teknologi juga masih belum dapat memangkas birokrasi dengan adanya penyelewengan pada penyediaan dan penggunaannya. Sektor pemerintahan merupakan salah satu tugas berat bagi Gerakan Nasional Revolusi Mental, karena untuk menyelaraskan sektor tersebut dengan nilai-nilai Revolusi Mental diperlukan usaha lebih, terutama dalam secara progresif mengikis sistem lama yang terlalu kompleks, berbelit-belit, dan hierarkis.

Gambar 04 : Tren Penindakan Korupsi 2015 - 2018Sumber : ICW
Gambar 04 : Tren Penindakan Korupsi 2015 - 2018Sumber : ICW

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun