Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Apakah Ujian Seleksi Masuk Menawarkan Kesempatan yang Sama untuk Semua?

8 Agustus 2018   18:35 Diperbarui: 9 Agustus 2018   11:17 1599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu, adanya sekitar 700 "key school", sekolah favorit yang mendapatkan sokongan lebih banyak dari pemerintah, yang biasanya terletak di daerah perkotaan juga memperparah kesenjangan rural-urban. Siswa dari "key school" 3,5 kali lebih mungkin untuk mendapatkan pendidikan tersier dibandingkan mereka yang pergi ke SMA biasa. Karakter sosio-demografi, terutama perbedaan asal daerah dan jenis sekolah menengah, pun memiliki dampak yang lebih signifikan terhadap kinerja Gaokao dibandingkan karakter sosio-ekonomi (Liu, 2013)13.

Membongkar Mitos Meritokrasi

Jika semua hal di atas benar, lantas mengapa masih ada siswa inspiratif dari keluarga berpenghasilan rendah yang sukses ujian tertulis? Bukankah mereka hanya harus bekerja lebih keras untuk mengatasi hambatan yang mereka hadapi?

Benar; bagaimanapun juga pendapatan bukan satu-satunya determinan nilai. Tetap saja, pernyataan tersebut tidak mengubah fakta bahwa ada kalangan yang secara sistematis diberatkan. 

Dengan bersikeras bahwa setiap siswa punya peluang sama, lalu memberikan perlakuan sama kepada mereka tanpa memperhatikan latar belakang, mereka yang berasal dari bawah tidak menerima bantuan yang mereka butuhkan. 

Selain itu, penggunaan standar "objektif" (seperti nilai ujian) yang buta terhadap latar belakang akan menstigmatisasi mereka yang gagal. Siswa dari kalangan SES rendah pun tampaknya gagal karena mereka kurang giat berusaha, alih-alih sistem yang rusak. Pada akhirnya, keberhasilan beberapa siswa dari kalangan SES rendah hanya dijadikan token untuk menjustifikasi sistem meritokrasi yang memincangkan mereka.

Implikasi

Suka atau tidak, tetap saja ujian masuk tertulis tampaknya menyaring siswa-siswa yang pintar. Untuk kasus Indonesia, klaim tersebut diperkuat pernyataan Ketua Panitia Pusat SNMPTN/SBMPTN 2017 Ravik Karsidi, yang menyatakan bahwa mahasiswa cetakan SBMPTN lebih baik dalam capaian indeks prestasi kumulatif14.

Walaupun begitu, ada dua pihak yang merugi ketika mereka dari keluarga berpendapatan rendah secara sistematis dikecualikan dari perguruan tinggi. Para siswa dan keluarganya jelas merugi sebab gelar sarjana mendorong mobilitas sosial ke atas dari lapisan bawah, seperti yang ditunjukkan Pew (2012) berdasarkan data di AS[1]. Selain itu, subsidi yang seharusnya membantu mereka malah menjadi salah sasaran; Caner & Okter (2013) menemukan bahwa di antara mahasiswa di perguruan tinggi negeri, mereka yang berasal dari keluarga berpendapatan dan berpendidikan lebih tinggi menerima subsidi per-siswa yang lebih tinggi dari pemerintah.

untitled-2-5b6ad875ab12ae54245c43b2.jpg
untitled-2-5b6ad875ab12ae54245c43b2.jpg
sumber gambar

Negara juga merugi jika siswa dari kalangan tersebut tidak masuk ke perguruan tinggi. Tanpa memberi kalangan sosio ekonomi rendah akses untuk menjadi pemimpin masa depan Indonesia, maka kalangan miskin tidak punya kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan hajat hidup mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun