Mohon tunggu...
Kang Rahmat
Kang Rahmat Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger

Seorang blogger dan citizen journalist

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pilih Iktikaf atau Online?

9 Agustus 2012   20:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:01 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.dakwatuna.com

[caption id="" align="alignnone" width="423" caption="http://desmond.imageshack.us"][/caption]

Adalah suatu hal yang sulit ketika berada di lingkungan yang baru. Banyak hal berbeda yang tentu harus diterima dengan lapang dada. Salah satu yang saya ingin ceritakan adalah tentang iktikaf, sebelum di Depok saya lebih banyak mengabiskan waktu-waktu bulan Ramadhan di Semarang sedangkan istri di Jogja. Lain tempat tentu lain pula adatnya.

Jika di Semarang, saya mengikuti iktikaf di masjid kampus Undip setiap tahunnya hampir tuntas sampai akhir. Di sana iktikaf diprogram sedemikian rupa sehingga seolah tidak ada waktu yang kosong selain waktu tidur. Sejak menjelang buka puasa sudah ada kajian/kultum dan dilanjutkan dengan buka bersama. Setelah tarawih, peserta mendapatkan materi kajian yang temanya seputar Al Qur'an, kemudian peserta melanjutkan dengan tadarus masing-masing sesuai dengan targetnya. Ada juga yang melakukan wirid. Pagi hari setelah subuh ada lagi kajian seputar hadist. Dan saat Dhuha pun ada kajian.  Apa yang saya alami ternyata juga dialami istri saya yang mengikuti program iktikaf di masjid Jogokariyan. Semua telah diprogram, agar iktikaf  lebih berkesan.

Berbeda dengan tahun ini, mengawali iktikaf pada malam hari ini rasanya ada yang kurang. Tidak ada lagi acara semacam kajian. Peserta dibebaskan, ada yang baca Alqur'an ada yang mengumpul dan ngobrol, sementara anak-anak berlarian. Orang-orang di sini pun banyak yang tak kukenal. Ruhnya terasa kurang hati mulai tidak nyaman. Padahal ini adalah iktikaf pertama, bagaimana selanjutnya? apa ganti masjid saja? sementara dalam pandanganku, setelah melakukan survey selama kurun satu minggu masjid ini tergolong yang terbaik dalam program Ramadhan dibanding lainnya.

Sebelum berangkat saya sudah memprediksi akan seperti ini, jadi bagaimanapun yang terjadi dan akan saya rasakan nanti saya harus menyiapkan hati ini. Saat sebelum berangkat saya ingat, saya harus membawa amunisi yang memungkinkan saya untuk online, saya bawa laptop dan juga modem

Setelah saya menyelesaikan target tilawah saya, sebelum rasa bosan atau kantuk yang menjauhkan dari produktivitas itu datang, saya langsung online. Mencari artikel-artikel islami, sembari mendengarkan kajian di radio streaming. Dengan demikian maka tidak perlu lagi mengeluh dengan kedaaan yang ada. Saya jadi teringat dengan kata-kata yang pernah saya baca di majalah Tarbawi dan masih saya ingat sampai sekarang,"Kadang, Bukan Suasana yang Harus Diganti, Tapi Rasa yang Harus Kita Perbaiki (Tarbawi, edisi 227 Jumadil Awal 1431, 6 Mei 2010).

Setelah berselancar dan mendengarkan kajian, saya membuka blog dan mencoba menulis. Orang-orang yang berlalu lalang mulai penasaran. Ada yang hanya lewat begitu saja ada pula yang mendekat. Dan ada yang berani menegur, iktikaf kok online? Saya pun menjelaskan bahwa saya sedang mencari materi-materi kajian islam dan juga menyiapkan tulisan di blog. Saya sebenarnya menganggarkan waktu untuk online ini 90 menit, eh ternyata penyakit kambuh juga. Lama-lama ga mau berhenti, sebelum akhirnya saya menyadari  bahwa sudah larut malam. Sudah waktunya istirahat, di sana- sini sudah pada tidur maka kuputuskan untuk menyelesaikan tulisan dan dilanjutkan dengan istirahat. Sebelum itu saya berwudlu, agar dimudahkan bangun tengah malam untuk menegakkan shalat malam (qiyamullail)

Mari kita dekatkan hati kita dengan melakukan iktikaf di 10 hari terakhir ini, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi SAW, yang selalu menghidupkan malam-malam di 10 hari terakhir bahkan mengajak kepada istri-istrinya untuk melakukan amalan yang sama,

“Adalah Rasulullah SAW jika telah masuk sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, beliau mengencangkan kainnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari-Muslim)

[caption id="" align="alignleft" width="390" caption="http://www.dakwatuna.com"][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun