Mohon tunggu...
Muhammad Ivan
Muhammad Ivan Mohon Tunggu... Administrasi - PNS di Kemenko PMK

Sebagai abdi negara, menulis menjadi aktivitas yang membantu saya menajamkan analisa kebijakan publik. Saya bukan penulis, saya hanya berusaha menyebarkan perspektif saya tentang sesuatu hal.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Makna “Kehadiran” dalam Gerakan Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah

31 Juli 2016   10:59 Diperbarui: 31 Juli 2016   11:34 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang ayah yang baik akan ikut bermain dalam dunia anak. Gambar diambil dari babble.com

Sebenarnya, apa yang digagas oleh mantan Mendikbud Anies Baswedan dalam Gerakan Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah bukanlah sesuatu yang membutuhkan modal besar. Himbauan ini mengamanatkan betapa pentingnya esensi komunikasi fisik dan psikologis yang luwes, bukan sekadar chit-chat sebagaimana kita berkomunikasi secara online melalui media sosial.

Makna sebuah “kehadiran”


Ada dua contoh kalimat di bawah ini.

  1. “Nak, kamu hati-hati di jalan.“ (pesan seorang ayah lewat pesan di whatsapp kepada anaknya yang baru pertama masuk SMP)
  2. “Nak, ayah ingat dulu waktu pertama masuk SMP...... ada kejadian lucu....” (sembari jalan menuju sekolah mengobrol dan berpegangan tangan)

Yang pertama, perhatian seorang ayah  lewat aplikasi whatsapp kepada anaknya karena hari pertama masuk SMP. Yang kedua, sebuah interaksi dan kehangatan antara orang tua dan anak. Manakah yang lebih baik?   Dalam analisis penulis, makna sebuah “kehadiran” lebih dalam terasa di contoh kedua.

Apa yang saya mengerti dan pahami dari maksud Gerakan Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah (GMAHPS), bagaimana membangun komunikasi antara orangtua dan anak. Tentu saja ini bukan sekadar program belaka, melainkan awalan untuk mengkontruksi jalinan antara orangtua dan anak menjadi lebih hangat, melekat, dan kuat. Sebuah kultur yang kelak akan membentuk karakter anak menjadi lebih hebat. Bukan karena nilai UN tinggi yang menandakan bahwa sekolah tersebut bermutu, namun bagaimana membangun integritas, semangat juang, kejujuran, disiplin, pantang menyerah, kerendahan hati, dan keberanian seorang anak menjalani kehidupan.

Seorang anak membutuhkan kepercayaan, dan kepercayaan dimulai dari sebuah perhatian kecil dari kedua orang. Perhatian kecil yang terus menerus tentu akan membesar dan bermakna bagi seorang bahkan menentukan jalan hidup anak di masa depan. Sebuah film “Sabtu Bersama Bapak” garapan Monty Tiwa yang diadaptasi dari Novel karya Aditya Mulya mungkin bisa menjadi referensi bahwasanya makna “kehadiran” orangtua amat penting dalam tumbuh kembang anak. Tidak mesti kehidupan ini selalu fokus pada rencana, rencana, dan rencana, namun tanpa makna kehadiran, tanpa sebuah keutuhan, tanpa percik-percik perhatian di sela-sela waktu, yang bahkan tidak penting sekalipun, semua seperti akan menjadi sia-sia. Kebiasaan seperti mendongeng sebelum anak tidur, mendengarkan cerita anak di sekolah saat makan malam, mencium kening anak sebelum anak tertidur pulas, sampai hal-hal remeh temeh lainnya.

Meski hanya hari pertama, gebrakan pemerintah yang telah menghimbau kepada MenpanRB untuk seluruh PNS diperbolehkan berangkat ke kantor lebih lambat dari biasanya untuk mengantarkan anak ke sekolah merupakan hal yang sangat tidak logis, mengapa? Alasannya 1) Karena biasanya hanya ibu yang mengantar anak ke sekolah, atau nenek, bahkan meminta tolong asisten rumah tangga, sejauh ini memang seperti itu dan tidak ada masalah. 2) ada juga orangtua yang memanfaatkan momen ini untuk hal yang tidak sesuai dengan harapan yang dimaksud. Namun dari dua alasan tersebut, ada yang terlupa, bahwa pemerintah ingin orangtua yang terdiri dari ibu dan bapak dapat memanfaatkan kebaikan pemerintah tersebut untuk benar-benar mengantar anak di hari pertama sekolah dengan menunjukkan senyuman, kebanggaan, dan kepedulian terhadap anak bahwa kegiatan “mengantar” ini bukan sekadar menemani anak menuju sekolah, namun lebih dari itu, ada perbincangan yang hangat, senyuman, dan rasa bangga masuk sekolah di hari pertama..

Berbeda jenjang, berbeda pula perlakuan bagaimana mempersiapkan segala tanya di benak anak, “mengapa saya harus masuk TK, SD, SMP, dan SMA?” , “Mengapa saya harus masuk ke SMK?”, dan “mengapa saya masuk sekolah ini, bukan sekolah yang lain?”. Pertanyaan-pertanyaan ini adalah gangguan-gangguan kecil, bagaimana seorang anak menumbuhkan kekuatannya. Pesan orangtua menjadi urgen, bahwa ada gangguan-gangguan mengapa anak gagal bersosialisasi di sekolah, tidak berprestasi karena ada pembully, dan tidak adanya kepercayaan terhadap siapapun lagi di sekolah. Tanda-tanda ini tentu saja tidak dapat diabaikan begitu saja. GMAHPS akan mendapat kesan positif dari anak, karena anak dapat berbicara tentang bagaimana ia dapat mendapatkan yang terbaik di sekolah.

Tidak ada sekolah superman, sehebat-hebatnya sekolah, orangtua tetap harus berperan karena bagaimanapun tumbuh kembang anak akan lebih banyak dipengaruhi dari bagaimana cara orangtua memperlakukan mereka. Jika sekolah telah peduli, maka orangtua harus lebih baik. Kesibukan orangtua dalam bekerja, single-parent, anak yang hidup dengan keluarga besarnya tanpa kedua orangtua yang bekerja di luar kota/negeri, membutuhkan energi bahwa peran mereka sangat besar dalam membentuk keluwesan anak untuk bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri.

Kemitraan sekolah-keluarga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun