Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fenomena Ahok dalam Mewujudkan Indonesia Good Government (Rangkuman)

8 Januari 2014   12:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:01 1165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1389157759933585086

[caption id="attachment_289012" align="aligncenter" width="300" caption="Ahok Berapi-api saat memberikan keterangan Kepada Wartawan, Pemimpin yang tegas dan Pedas."][/caption]

Bicara tentang Leadership atau Kepemimpinan, maka kita akan berbicara tentang sosok pemimpin yang mampu melaksanakan fungsi dari Kepemimpinan itu sendiri. Orang atau sosok pemimpin harus dibutuhkan dalam melaksanakan fungsi dari kepemimpinan dalam suatu organisasi, keluarga, masyarakat maupun dalam suatu daerah dan bahkan dalam suatu Negara. Tahun 2014 ini, kita sedang disibukkan untuk mencari pemimpin-pemimpin yang mampu melaksanakan roda pemerintahan republic ini untuk masa depan yang lebih baik.

Arti pemimpin itu sendiri adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan/ kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. (Kartini Kartono, 1994 : 181). Kutipan yang saya ambil untuk menegaskan bahwa sosok pemimpin tersebut mampu membuat perubahan dengan pekerjaan yang nyata, bukan sekedar ngomongan alias BC (banyak cakap), namun Pemimpin yang paling disukai adalah pemimpin yang mampu menegakkan Peraturan Pemerintah, memiliki keberanian, integritas yang tinggi dan mampu menghadapi segala tantangan bahkan ancaman pembuhuhan sekalipun demi terciptanya Sistem Pemerintahan yang Bersih dan Baik di Mata Masyarakat. Tanpa pencitraan, namun memimpin apa adanya, bukan ada apanya.

Pilihan saya jatuh ke Pak Ahok, dengan segala gebrakan yang dia lakukan sepanjang Tahun 2013, membuat saya mengancungi jempol atas keberanian dan kinerja beliau selama menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta. Bermodalkan mulut pedas, jari telunjuk, beliau muncul bak Koboi DKI Jakarta untuk menertibkan dan untuk memperbaiki keadaan Jakarta yang sudah amburadul diberbagai bidang. Pria kelahiran Manggar, Bangka Belitung, Rabu, 29 Juni 1966 ini telah menjadi sosok yang fenomenal sekaligus controversial dalam memimpin Jakarta. Sosok 48 tahun ini saya angkat kinerjanya yang fenomenal dalam mengurusi DKI Jakarta, cerita-cerita beliau dalam menegakkan aturan menjadi pilihan saya dalam mengikuti kompetisi menulis “The Next Indonesian Top Leader”. Cerita ini saya rangkum dan mohon kritikan yang membangun dari para pembaca Kompasiana, saya menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangannya, mohon diteliti dengan baik.

1.Ahok Versus Reporter TV One

Tanggal 16 Desember 2013 mungkin menjadi hari yang paling tidak enak dan akan dikenang sepanjang hidupnya menjadi hari yang paling menjengkelkan kalau tidak mau dibilang hari yang paling ‘sial’ bagi repoter TVOne, Andromeda Mercury. Mendapat kepercayaan untuk mewawancarai Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih beken dikenal dengan nama Ahok soal “Pencabutan BBM Bersubsidi” yang mengimbaskan membludaknya pengguna sepeda motor yang mengakibatkan macetnya Jakarta, Ahok pertama-tama santai meladeni pertanyaan Andromeda Mercury dan memberikan penjelasan detail mengapa kebijakan Bus tingkat gratis mulai tahun 2014 ini diterapkan untuk mengurangi beban kemacetan dan polusi serta pembakaran BBM sia-sia dan pengguna sepeda motor dilarang untuk tidak boleh masuk jalur busway, jika melanggar akan diberi sanksi. Tanya-jawab itu berlangsung di Balai Kota Jakarta. Repoter TVOne bertanya: “Kapan kebijakan Bus tingkat gratis diterapkan?” Ahok menjawab “tahun depan, sepeda motor masuk, kita tahan, tilang, kita beri sanksi tegas bagi pelanggar!” dengan nada yang semangat dan berapi-api dalam menjelaskan program kerjanya.

Saat Andromeda Mercury bertanya kembali: “Kapan Pak Ahok?”, disinilah wajah pak Ahok berubah dan nada suaranya meninggi sambil menjawab: “Anda Tanya kapan, ya tahun depan”, terang Ahok dengan nada tinggi, maka seketika itu juga keluarlah jurus jari Ahok yang kembali menyemprot reporter TVOne: "Itu kelemahan TVOne kalau nanya orang,itu makanya saya gak gitu suka terima TVOne untuk ngomong? Nanyanya agak konyol begitu," tegas Ahok, penjelasan reporter TVOne pun tidak digubris oleh Ahok, dengan nada tinggi dan jari telunjuk Ahok kembali menyemprot sang wartawati: “Saya jujur aja, saya live, saya bilang, saya kenapa ga gitu suka TVOne, karena suka nyari gara-gara gitu, karena 'sampai kapan' sudah saya jawab, jadi ga usah dipesen-pesen sponsor untuk jawab sesuatu, saya ngomong tegas di situ," ujar Ahok dengan nada marah walau masih ‘on-air’ yang seketika membuat wajah Andromeda Mercury pucat basi.

Sesaat reporter TVOne mencoba mengendalikan suasana dengan mencoba menjelaskan bahwa pertanyaannya mewakili public, namun kembali Ahok menjawab dengan nada koboi dan bersenjatakan jari telunjuk: “Kenapa suka ngulang-ngulang tanya yang sama. Anda cerdas sedikit, jangan suka neken orang, desak orang, lama-lama orang ga mau diwawancarai Anda, dan tanpa TVOne saya tidak peduli lho. Saya bukan orang kejar pencitraan menjadi pejabat, Anda tidak mau liput saya pun, saya tidak ada urusan. Saya hanya merasa tidak enak, hanya satu tv, makanya saya terima anda, Saya sibuk terima anda, saya mau rapat ini," menjelaskan sambil melihat jam tangannya. “Tidak ada guna kita teruskan seperti ini”, terang Ahok yang ditutup sang wartawati TVOne dengan wajah pucat dan agak malu-malu.

Sungguh tidak mengenakkan memang ketika kita memotong pembicaraan orang lain dan ketika kita mencoba mencari gara-gara dengan bertanya untuk hal-hal yang tidak perlu atau hal-hal yang ditanya berulang-ulang. Sesaat sesudah wawancara tersebut, dalam akun twitternya, Andromeda Mercury berceloteh “Udah kenyang banget”, “Pedasnya dasyah li” yang kesemuanya menggambarkan bagaimana dasyatnya seorang Ahok dalam memberikan pembelajaran tata krama saat wawancara yang baik dan sopan. Tidak ada orang yang suka diberi pertanyaan yang berulang-ulang, saat berkomunikasi dibutuhkan inteligensi dan kecakapan dalam memberikan pertanyaan. Semoga ini pembelajaran berarti bagi wartawati dan media televisi lainnya dalam wawancara.

Tidak hanya sekali ini saja TVOne, televisi milik big boss bernama Aburizal Bakrie ini dikritik dengan sepedas-pedasnya oleh Jokowi – Ahok selama memimpin Jakarta. Masih segar diingatan kita bulan Oktober 2013 kemarin, ketika itu wawancara Live – Eksklusif di program Apa Kabar Indonesia Pagi TVOne – tema “Setahun Jokowi – Ahok”, Ahok dengan berangnya mengatakan “TVOne jangan coba-coba merusak citra dirinya dan Jokowi dengan cara membuat statement yang ngawur dan mengada-ada”, peringatan ini diucapkan tanpaa tedeng aling-aling dan ditonton oleh jutaan rakyat Indonesia. “Anda dengar dari siapa bahwa Satpol PP dipersenjatai?? Nggak ada itu! Kami gak pernah mempersenjatai Satpol PP, anda jangan memberi pernyataan yang tidak benar pada rakyat!”, tantang Ahok ketika ditanya masalah Satpol PP dipersenjatai. Ahok pun meminta agar TVOne jangan mencoba-coba membuat statement-statement yang mengada-ada dan merusak citra Jokowi – Ahok di mata masyarakat, jikalau mereka kedapatan melanggar hokum, silahkan di proses sesuai dengan peraturan yang berlaku tutup Ahok dengan tegasnya.

Intinya, kenapa televisi sebagai media public harus ikut mencoba mencederai kinerja bagus Jokowi – Ahok? Terutama Ahok, kenapa media televisi khususnya TVOne suka mencari gara-gara dengan mencoba mencari kelemahan Ahok? Semoga TVOne menjadi partner baik Jokowi – Ahok dalam membangun Indonesia ke arah yang lebih baik, membangun Good Government untuk Indonesia yang lebih baik.

2.Ahok Versus FPI

FPI (Front Pembela Islam) adalah Ormas yang paling ditakuti di negeri ini, ditakuti bukan karena kemampuan mereka dalam mengayomi, cara berkomunikasi dan cara mereka menyampaikan aspirasi, inspirasi yang mengundang simpatik darimasyarakat, namun ditakuti karena mereka memiliki sepak terjang yang brutal, kasar dan tidak kenal kompromi, tidak mengenal kata sopan saat berdemonstrasi atau saat beraksi, mereka tidak pandang bulu, siapa yang mau didemon akan disikat terus. Tidak terkecuali dengan sosok Ahok. Ahok yang merupakan compatriotJokowi dalam memimpin Jakarta terkena semburan lidah panasnya FPI. Ini berawal atas komentar Ahok perihal penghapusan kolom atau baris Agama di Kartu Tanda Pengenal Penduduk atau biasa disingkat dengan KTP. Saat dimintai komentarnya perihal E-KTP yang belum selesai dan ternyata gambar Peta Indonesia, tanah air tercinta kita yang dipajang di E-KTP adalah salah, yang mana Pulau Jawa dan Pulau NTT, Ambon dan Bali bersatu, tidak ada pemisahnya. Ini sungguh memalukan walau terkesan kesalahan yang sepele.

Kembali ke masalah Ahok vs FPI, Ahok hanya berkata bahwa menurut pendapatnya, dalam KTP itu sebenarnya tidak perlu dibuatkan Agama apa yang kita anut, karena banyak Negara-negara di belahan dunia lain, bahkan Malaysia, Negara yang mayoritas Muslim dan terkesan sangat Fanatik ini tidak mencantumkan Agama yang mereka anut di KTP sebagai Identitas Diri. Ahok juga hanya memperjelas pendapatnya atas wacana Kemendagri untuk menghapus identitas Agama di KTP. Namun apa yang terjadi? FPI yang terkenal memperbesar-besarkan masalah sepele, lewat Jibirnya, Munarman mengoblok-goblokkan Ahok dan mengatakan pria kelahiran Bangka Belitung ini jangan asal jeplak dan berbicara sesuka bacotnya saja. Padahal, Ahok hanya memberikan komentar yang positif atas usulan yang positif juga dari Kemendagri.

Masalah diatas dapat kita simpulkan bahwa FPI tidak bijak, namun kebakaran jenggot saat Agama tidak dipermasalahkan dengan cara tidak ditampilkan di KTP, saat Agama tidak usah dijadikan bahan perbedaan, perdebatan dan Agama sebagai Identitas Diri tidak usah dicantumkan di KTP. Memang alangkah lebih baik jika Agama itu tidak usah ditonjol-tonjolkan di KTP untuk menghilangkan kesan perbedaan. Agama adalah hal yang paling principal dan paling rahasia, Agama bukan untuk ditonjol-tonjolkan tetapi bagaimana nilai-nilai kita memuji Allah dengan cara kita masing-masing. Pada dasarnya saya juga setuju dengan wacana Kemendagri dan Ahok untuk tidak usah mencantumkan Agama di KTP, ya itu tadi, alasannya simple, dimana Agama itu adalah hubungan kita dengan Tuhan kita, Agama itu bukanlah dijadikan perbedaan dan menurut saya karena kita tahulah Agama orang lain, makanya pelayanan public kita jadi tidak prima, terkesan dibeda-bedakan, yang artinya jika kita bertemu dengan Agama yang diluar Agama kita, maka kita terkesan membeda-bedakan. Misalnya, Polisi menilang seorang pengendara sepeda motor, si Polisi melihat KTP dan SIM si pengendara, karena si Polisi melihat bahwa si Pengendara sama Agamanya, maka si Polisi pun memberikan keringanan hukuman, namun jika ketemu dengan beda Agama, maka terkesan dipersulit. So, FPI yang cari musuh atau Ahok yang cari musuh disini..?

3.Ahok Versus Penguasa Tanah Abang

Tanah abang dikenal sebagai lokasi yang paling macet selama ini. Tuntutan agar Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik ini tidak macet datang dari berbagai pihak, bahkan Presiden SBY sendiri gerah dan menyalahkan Jokowi – Ahok karena tidak bisa mengatasi macetnya Jakarta. Ahok dengan berani menyisir dengan gaya blusukannya dan menemukan kendala bahwa Jakarta macet karena banyaknya factor, salah satunya adalah banyaknya TKM (Tenaga Kerja Monyet) pencari duit dengan cara meminta-minta di pinggiran jalanan Jakarta, maka Ahok memerintahkan agar mereka yang meminta-minta atas suruhan boss-bossnya ditertibkan, sehingga laju kendaraan tidak lambat akibat ulah para peminta-minta hasil training boss-boss peminta-minta yang menjadi tontonan para supir dan penumpangnya yang akhirnya mengulurkan tangan untuk memberikan sedekah.

Hal yang membuat Ahok semakin fenomenal dan terkenal adalah usahanya memperlancar arus lalu-lintas di tanah abang. Lokasi yang dikenal dari jaman doeloe sampai jaman Sutiyoso dan Fauzi Bowo memimpin DKI Jakarta adalah “Sarang Penyamun”, kini lebih dikenal dengan “Sarang Duit”, yang lebih melegakan lagi adalah arus lalu lintas sudah lancar, akibat PKL (Pedagang Kaki Lima) tidak berjualan lagi di badan jalan, namun diberikan tempat yang lebih layak dan pantas di Blok G Tanah Abang. Perjuangan yang tidak sia-sia mengingat Ahok harus berhadapan dan dimaki, bahkan diancam untuk dihukum Rajjam oleh pihak-pihak yang mengatas namakan Rakyat Jakarta Jahit Mulut Ahok, padahal mereka mungkin saja kelompok-kelompok bekingan bos-boss Tanah Abang yang tidak ingin kekuasaannya disentuh dan yang tidak taat pada aturan atau Perda Daerah Jakarta.

Ahok dengan berani mengkritik terhadap adanya Anggota DPRD, tepatnya Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta sekaligus “lurah Tanah Abang” Lulung Abraham Lunggana, sosok yang lebih dikenal dengan Haji Lulung ini menjadi beking pedagang kaki lima dan kaki enam (para preman peliharaan Haji Lulung) di Tanah Abang yang berjualan hingga badan jalan tol yang menyalahi aturan Pemerintah. Ahok dengan berani maju pantang menyerah dan mundur, tetap pada keputusan penertiban PKL demi kelancaran dan kenyamanan, sekalipun harus berhadapan dengan perwakilan massa di ruang kerjanya, lantai 2 Balai Kota DKI Jakarta. Pertemuan yang berakhir dengan saling komunikasi antara Ahok dengan Pak Lulung menandakan bahwa kharisma seorang Ahok dapat menyelesaikan masalah, bahkan seorang Pak Lulung bisa tunduk pada peraturan yang dibuat oleh mereka sendiri. Ahok membuktikan bahwa masih ada pejabat negeri ini yang mampu merubah mind set: “Peraturan dibuat untuk dilanggar oleh pembuat aturan itu sendiri”. Mantan Anggota DPR dan Bupati Belitung Timur ini membuktikan bahwa dia dan Jokowi tidak hanya banyak cakap dalam memerintah, mereka terjun dan berani menghadapi resiko apapun, termasuk ancaman pembunuhan dari lawan-lawan politiknya demi kebaikan bangsa ini.

Ahok dengan berani mengatakan hanya berkomunikasi baik dengan Pak Lulung, bukannya ada permintaan maaf karena Ahok bukan ada membuat kesalahan, dia hanya mengkritik bahwa ada wakil ketua DPRD yang membekingi Tanah Abang sehingga peraturan yang seharusnya ditegakkan tidak dapat dijalankan dengan baik, tanpa ada menyebutkan nama, dengan berani Ahok meminta ada pertemuan pribadi dengan Pak Lulung untuk menyelesaikan masalah ini secara pribadi. Sikap seorang kesatria menurut saya. Semoga kedepannya semakin banyak pemimpin yang seperti ini, walau nada bicaranya pedas, menyentak, suka ceplas-ceplos, langsung to the point, tegas dan bermodalkan kata “Jujur Saja” ini mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam menegakkan Good Government. Untuk menegakkan aturan, memang terkadang dibutuhkan keberanian, kejujuran dan ketegasan untuk melawan para pelanggar aturan yang terkadang dilakukan oleh Aparatur Pemerintah itu sendiri.

4.Ahok Versus Realita Kaum Mayoritas Tidak Mau Dipimpin Minoritas

Dalam tulisan saya di Kompasiana yang saya tayangkan tanggal 26 Agustus 2013 dengan link http://sosbud.kompasiana.com/2013/08/26/ahok-dan-realita-mayoritas-tidak-mau-dipimpin-minoritas-586550.html saya menceritakan bagaimana perjuangan Ahok dalam menepis isu SARA di Negara ber-azaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 ini. Berikut isi dari ulasan saya atas protes warga Lenteng Agung terhadap Lurah mereka yang di jabat oleh Susan Jasmine Zulkifli hasil lelang jabatan ide Jokowi – Ahok.

So, masihkah kita keuh-keuh harus memiliki pemimpin yang satu agama dengan kita? Tidak zamannya lagi, meminta pemimpin yang harus satu agama. Beda agama juga nga papa, asalkan sosok yang memimpin itu berkompeten, memiliki tingkat inteligensia, ide yang brilian dan mampu menjaga persatuan dan kesatuan serta mampu menjaga keutuhan NKRI, mampu merangkul semua etnis dan agama dan bekerja tanpa pamrih.

5.Ahok Versus Mahasiswa

Mahasiswa arogan, bertindak tanpa berpikir? Ahok punya solusi jitu. Itulah gambaran kala Ahok kambali memarahi mahasiswa Universitas Bung Karno yang tiba-tiba nyelonong dan memberikan pendapatnya mengenai makin menjamurnya minimarket-minimarket di DKI Jakarta yang mengakibatkan makin tergusurnya pasar-pasar tradisional. Ahok pertama-tama menjawab dengan tenang pertanyaan-pertanyaan para wartawan, namun ketika seorang mahasiswa dengan jas almamaternya yang menyeruduk dan mendekati pak Ahok dengan penuh semangat dan berapi-api menumpahkan protesnya: “Pak begini, sekarang ini semakin terpuruk pasar tradisonal. Kita ini mau bangun pasar tradisional. Sekarang, kenyataannya banyak minimarket yang menjamur,” lanjut sang mahasiswa: “Kami sudah melakukan unjuk rasa di 7-Eleven pusat di Matraman. Kami minta bertemu, tetapi mereka menolak bertemu. Padahal 7-Eleven seharusnya menyediakan makanan siap saji, tetapi malah menjadi minimarket sesuai peraturan presiden nomor 22. Kami menuntut Wagub, mana janji Anda, Pak!" dengan nada tinggi. Sontak pak Ahok yang mendengarkan dan memperhatikan dengan serius naik sumbu pendeknya, langsung membalas kalimat sang mahasiswa: “Yang jelas, sampai saat ini kami belum mengeluarkan izin satu pun sampai hari ini. Makanya, kami ini kan baru 2 bulan. Anda maunya saya ngomong sopan santun kan. Anda mahasiswa, saya juga mahasiswa dulu. Anda aktivis, saya juga mantan aktivis. Sama," terang Ahok dengan berapi-api dan menggerakkan jari telunjuknya kepada mahasiswa. “Makanya kita duduk, ngomong. Saya ini baru 2 izin yang sudah keluar. Kami ingin kaji, Anda kalau cabut izin di PTUN-kan orang dan kita kalah, uang rakyat juga yang bobol di APBD. Ya semuanya ada kajiannya Nggak kayak mahasiswa langsung main berantem saja. Kalau berantem, aku lebih jagoan," lanjut Ahok. Mahasiswa mencoba membela diri: “Bukan masalah itu. Kita bukan bicara masalah mahasiswa, Pak," namun Pak Ahok kembali membalas: “Makanya saya bilang, Anda jangan teriak-teriak, tenang saja. Kami ini baru dua bulan dan kami katakan, kami belum keluarkan izin satu pun. Kalau kami sudah keluarkan izin, Anda boleh maki-maki kami, mana janjinya," lanjut Ahok dengan nada tinggi.

Ternyata awal keberangan Ahok karena si mahasiswa menuntut janji cagub dan cawagub saat Pilgub, namun tuntutan mahasiswa ini belum saatnya diungkapkan karena Jokowi – Ahok baru memimpin Jakarta selama 2 bulan dan belum mengeluarkan izin apapun soal bangunan minimarket. Sekarang kita lihat, di DKI Jakarta sudah banyak minimarket-minimarket yang menyalahi aturan disegel alias ditutup dan terancam dibongkar karena tidak memiliki izin dan menyalahi aturan. Perlu waktu untuk mendata ribuan minimarket di DKI Jakarta yang pembangunannya di lakukan saat pemerintahan Pemprov DKI sebelumnya. Akhirnya si mahasiswa melongo karena protesnya salah alamat, makanya kedepannya kita berpikir dulu sebelum ngomong dan kalau ngomong atau protes dipikir dulu baik-baik.

6.Ahok Versus Birokrasi Yang Bertele-tele

Ketika Jokowi – Ahok telah terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, maka rasa optimis Jakarta akan menjadi lebih baik mengeruak ke permukaan. Pengalaman menjadi Bupati Solo dan menjadi Bupati Bangka Belitung Timur menjadikan dua sosok ini diprediksi akan membawa perubahan yang signifikan di DKI Jakarta. Menjadi orang nomor satu dan nomor dua di DKI Jakarta tidaklah mudah, ketika baru menjabat Jokowi – Ahok sudah dihadapkan pada bergudang-gudang masalah dari berbagai bidang. Mereka bagi tugas, Jokowi berada dilapangan dengan gaya “BLUSUKAN” ala Jokowi, yang mana lelaki yang berperawakan kurus, lulusan Sarjana Kehutanan ini rela berkeliling Jakarta untuk mengetahui apa permasalahan yang sebenarnya, apa yang diinginkan oleh masyarakat Jakarta, apa kendala, kenapa Jakarta sembrawut. Naik mobil trans Jakarta yang rewot, memasuki perkampungan yang kumuh, mendatangi semua bantaran untuk Jakarta yang lebih baik. Jika Jokowi berada dilapangan, maka tugas Ahok adalah di Gedung Balai Kota Jakarta. Tugas beliau adalah menata dan memperbaiki manajemen Jakarta dari dalam. System Birokrasi yang tidak beres, dia beresi, system kerja bawahan (SKPD dan pegawai DKI yang selama ini Tanggo, “begitu teng (bel), langsung go (pulang)”), diperbaiki. Sekarang sampai malam, Kantor DKI Jakarta dan kantor-kantor lainnya sampai pukul 20:00 Wib masih ramai oleh pegawai yang masih bekerja untuk memperbaiki system Birokrasi.

Dalam tulisan saya di Kompasiana tanggal 28 Juni 2013 dengan link ini saya menceritakan panjang lebar bagaimana ide kreatif Jokowi – Ahok dalam memberantas lelang jabatan yang selama ini kita kenal dengan “lelang pakai duit”. Siapa oknum yang mampu memberikan setoran yang paling tinggi, dia mendapat jabatan di lahan yang basah (banyak duit), bagi yang tidak punya duit tapi punya kemampuan, skill, kapabilitas, kecakapan dan punya intelektual yang tinggi tidak mendapat tempat. Lelang jabatan untuk Lurah, Camat dan pejabat eselon III dan IV itu dibuat dengan system ujian terbuka dengan menggunakan bantuan aplikasi CAT (Computer Assisted Test).

Akhir kata, semoga rangkuman tulisan perjalanan Ahok dalam menjadi pemimpin DKI Jakarta menjadi inspirasi bagi kita semua. Semoga ketegasan, keberanian dan ketulusan Ahok dalam berkarya dan menegakkan peraturan mendapat sambutan hangat. Kita perlu belajar dalam hal ketegasan dan keberanian memberikan pendapat serta keberanian dalam unjuk kerja nyata, bukan banyak ngomong sedikit bekerja, namun Ahok membuktikan bahwa perjuangannya untuk belajar dan belajar, menegakkan aturan dapat dipahami dan dapat ditiru oleh pejabat-pejabat lain. Terima kasih telah membaca tulisan ini dan memberikan vote, semoga Tuhan memberkati dan Semoga Tahun 2014, kita lebih baik dari tahun sebelumnya. Amin.

Medan, 08 Januari 2014. Salam Kompasiana.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun