Seperti untuk ibu-ibu yang melahirkan para Pahlawan yang tersebar diseluruh Nusantara. Menuliskan Sitti Salehah, Ibunda dari Bung Hatta, sang Proklamator. Saya, mengalami kesulitan. Tak banyak literatur tulisan yang membicarakan tentang Sitti Salehah, sedangkan informasi lisan, kadang berbeda antara sumber yang satu dengan lainnya. Meski saya sudah mengunjungi rumah kelahiran Bung Hatta di Bukittinggi, juga belum lama ini, menziarahi makam beliau, Sitti Salehah, sang Bunda Proklamator di Makam Keluarga “Gunung Puyuh” Sumedang.
Maka jadilah tulisan ini, tidak utuh. Meski utuh sekalipun, mungkin ada perbedaan antara versi tulisan saya dengan versi tulisan yang lain. Sebabnya jelas. Minimnya literature dan beda antara kisah lisan dari sumber yang satu dengan sumber lainnya.
Yang umum kita ketahui dari Sitti Salehah, adalah Ibu dari Mohamad Hatta. Hatta merupakan anak kedua dari Sitti Saleha dengan suaminya Muhammad Jamil. Anak pertama dari pasangan ini adalah Rafiah. Hatta sebenarnya, akibat terpelesetnya lidah sang Proklamator ketika menyebutkan namanya. Beliau yang bernama Asli Athar (yang berarti harum) itu, dengan dialek Minangnya menyebut dirinya “Atta”. Dari sebutan “Atta” itulah, akhirnya nama Hatta terbentuk.
Ketika Bung Hatta berumur delapan bulan, Ayah Bung Hatta, Muhammad Jamil meninggal dunia. Menjadikan bung Hatta dan Rafiah yatim dan Sitti Saleha menjanda. Keluarga Sitti Saleha yang berasal dari keluarga pedagang atau saudagar di Bukittinggi itu, akhirnya menemukan Mas Agus Haji Ning sebagai Jodohnya, seorang yang juga dikenal sebagai saudagar yang berasal dari Palembang, menggantikan Muhammad Jamil. Hatta yang ketika itu, usianya masih dibawah satu tahun tak menyadari jika Mas Agus Haji Ning, ayah tirinya.

Dari keluarga Ayahnya, Muhammad Jamil, Hatta merupakan cucu dari Syech Abdurachman, atau Syech Batuhampar. Jadi, dalam darah Hatta mengalir darah Pedagang dari Ibunya dan darah Ulama dari keturunan Ayahnya.
Dalam budaya keluarga saudagar Bukittinggi ketika itu, kekayaan harta diartikan sebagai harta benda yang berbentuk materi dan pendidikan sebagai investasi syarat sukses. Maka tak heran jika di daerah Bukittinggi kebutuhan akan pendidikan, sangat tinggi. Hal yang sama terjadi pada keluarga Hatta. Keluarga Saudagar dan Ulama sekaligus.
Bagi mereka yang pernah berkunjung ke rumah kelahiran Bung Hatta, akan mengetahui jelas, bahwa keluarga Sitti Saleha adalah keluarga berada. Indikasinya dapat dilihat bagaimana rumah keluarga ini, terdiri dua lantai, ruang tamu yang mewah, ruang keluarga dan beberapa kamar tidur. Sedang di belakang rumah, terdapat tempat penyimpanan padi (dalam bahasa Minang disebut Rankiang), Rumah Bujang atau pavilion, Rumah baca untuk bung Hatta, dapur yang mewah, bugi atau kendaraan berkuda, yang merupakan lambang status sosial dijaman itu, serta Istal atau kandang kuda. Jika saja keluarga ini, bukan keluarga berada, tentu saja tidak akan memiliki Istal, melainkan hanya kandang kuda biasa.

Sitti Saleha, sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya, tidak membedakan antara kualitas pendidikan agama dengan umum. Untuk pendidikan agama, semangat sitti Saleha dalam membekali Hatta dengan Agama perlu diacungi jempol, beliau memanggil guru agama yang handal. Tercatat Guru Hatta, Muhammad Jamil Jambek ketika beliau di Bukittinggi dan Haji Muhammad Ahmad ketika Hatta sekolah Mulo di kota Padang.
Tidak heran jika, seluruh anak-anak Sitti Saleha sukses dalam dunia Pendidikan. Bahkan, adik Hatta yang bungsu, berhasil menjadi kepala Rumah Sakit Daerah Sumedang. Ketika dalam kunjungan Sitti Saleha ke Sumedang, dalam rangka menjenguk putri bungsunya, Sitti Saleha terserang sakit, hingga ajal menjemputnya.