Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Lion Batalkan 81, Garuda 12, Berapa Ruginya?

16 September 2019   15:43 Diperbarui: 16 September 2019   18:06 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Satu flight saja batal, maskapai rugi 3.000 dolar Amerika Serikat (AS) per jam. Maka, bisa kita prediksi, betapa besarnya kerugian yang diderita Lion Air Group yang membatalkan 81 penerbangan dan Garuda Indonesia yang membatalkan 12 penerbangan. Foto: Capture dari laman google

Bahkan, kemampuan untuk memprediksinya pun, masih terbatas. Misalnya, pada Jumat (13/09/2019), Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengklaim, kabut asap kebakaran hutan yang terjadi di Riau dan Kalimantan, tak mengganggu penerbangan. Itu ia ungkapkan ketika berada di JCC Senayan, Jakarta Selatan.

Nyatanya, pada Sabtu (14/09/2019), Dharma Cahyadi selaku Kepala Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) APT Pranoto Samarinda menyebut,  sebanyak 23 penerbangan dari dan menuju Bandar Udara APT Pranoto, gagal terbang. Lalu, pada Minggu (15/09/2019), Lion Air Group membatalkan 81 penerbangan. Garuda Indonesia membatalkan 12 penerbangan. Penyebabnya adalah kabut asap dari kebakaran lahan dan hutan (karhutla).

Kabut Asap, Selalu Berulang
Hal di atas menunjukkan tak mengganggu penerbangan dengan pembatalan penerbangan hanya selisih dalam hitungan jam. Pemerintah selaku regulator tentu bisa berkilah, cuaca dengan cepat berubah. Kondisi kabut asap tidak bisa ditebak. Pertanyaan saya, apa pemerintah tidak punya data yang komprehensif tentang kabut asap tersebut?

Di atas, Arista Atmadjati menyebut, kabut asap kebakaran lahan dan hutan, selalu terjadi tiap tahun, sejak tahun 2005. Kini, tahun 2019. Logikanya, teknologi untuk memetakan kabut asap kebakaran lahan dan hutan, harusnya kan lebih baik dari teknologi tahun 2005. Artinya, data kabut asap tersebut, mestinya lebih komprehensif.

Tapi, klaim Budi Karya Sumadi dan pembatalan penerbangan, menunjukkan bahwa pemerintah selaku regulator, tidak punya data yang komprehensif. Akibatnya, pemerintah tidak mampu memprediksi kabut asap untuk rentang waktu yang cukup panjang. Padahal, data dan prediksi pemerintah tersebut, sangat dibutuhkan. Setidaknya, oleh industri penerbangan.

Maka, boro-boro mengatasi penyebab kabut asap kebakaran lahan dan hutan, lha wong untuk memetakan kabut asap saja pemerintah masih kedodoran kok. Di sejumlah media, saya membaca Presiden Joko Widodo sudah memberikan perintah kepada Menteri Lingkungan Hidup (LHK) Siti Nurbaya, Kepala BNPB Doni Monardo, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati terkait masalah karhutla ini.

Lewat sambungan telepon, pada Jumat (13/09/2019), Joko Widodo meminta para pejabat itu untuk berkoordinasi terkait penanganan karhutla. Mari kita baca ulang Arista Atmadjati menyebut, kabut asap kebakaran lahan dan hutan, selalu terjadi tiap tahun, sejak tahun 2005. Seingat saya meminta para pejabat itu untuk berkoordinasi terkait penanganan karhutla juga selalu berulang, dari tahun ke tahun.

Padahal, dampak berantai akibat kabut asap kebakaran lahan dan hutan tersebut, sangat panjang dan luas. Yang terkait industri penerbangan, misalnya. Terganggunya maskapai, otomatis menghambat lalu-lintas orang dan barang. Menghambat arus wisatawan. Menghambat pertumbuhan sarana wisata seperti hotel, restoran, dan destinasi wisata.

Dalam konteks menggenjot pendapatan negara, berbagai hambatan tersebut jelas merupakan hambatan yang serius. Tapi, entah kenapa, tiap kali terjadi kabut asap, yang muncul ya meminta para pejabat itu untuk berkoordinasi terkait penanganan karhutla. Selalu demikian, selalu berulang, dari tahun ke tahun. Tak adakah keinginan untuk berbuat yang lebih dari itu?

isson khairul --dailyquest.data@gmail.com

Jakarta, 16 September 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun