Mohon tunggu...
Isnandar
Isnandar Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

Masih belajar dan tetap belajar dalam melihat, mendengar kemudian merefleksikan rasa lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Dua Beo Gagap

19 Mei 2019   16:00 Diperbarui: 19 Mei 2019   16:04 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Beo pertama; suka berkata lacur, kotor. Yang sering di ucapkan hanya. "Ayo berangkat...!"

Beo ke dua; suka berkata jujur, rada tempramen. Yang sering di ucapkan hanya. "Ayo berangkat...!"

Suatu hari entah kenapa. Dua beo terlihat gagap. Dua beo murung di tepi pasar. Suara lantang  hilang. Tak hasilkan uang. Dirumah istri membakar meja makannya. Anak-anak pun bergantian bertanya baju lebaran.

Dua beo di meranti tua. Di terminal dalam kota, keringat dan debu jadi satu, jadi jejak dikerah baju. Pagi mereka turun. Coba berteriak lagi. Tapi tambah gagap. Sama saja, tak  hasilkan apa-apa.

Dua beo gagap tekhnologi. Menangis takut, menipu tak mampu. Koin logam dimana engkau, apa Tuhan telah menyembunyikannya.

Suara mereka tak menarik  lagi. Gagap makin berisik. Bagai kumpulan kaleng rombeng. Tiba-tiba suara mereka perlahan menyepi. Dan hilang sama sekali, senyap. Terganti bunyi notifikasi. Tekhnologi aplikasi tlah mengusir paksa mereka. Mencabut akar hingga umbi. 

Dua beo gagap. Bahkan jutaan beo gagap. Ke pasar lagi. Ke jalan raya lagi. Ke terminal lagi. Di malam hari menjadi gerombolan gagak

Bekasi 18 Mei 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun