[caption id="attachment_239233" align="aligncenter" width="628" caption="Santri kelas enam bersiap mengikuti ujian akhir tahun. (http://gontor.ac.id)"][/caption]
Sebelumnya: Selama ini pemerintah terkesan menerapkan prinsip 'belajar untuk ujian'. Sementara di Pondok Modern Darussalam Gontor, ujian dilaksanakan dengan caranya sendiri dengan prinsip 'ujian untuk belajar'. Selama enam tahun belajar, santri tidak pernah sekalipun mengerjakan lembar Ujian Negara yang dibuat pemerintah. Lantas bagaimana sebenarnya praktek ujian di Gontor? Apa sih istimewanya? Ini dia lanjutannya.
Ujian di Gontor diadakan dalam rentang waktu yang cukup lama, yaitu satu bulan penuh. Selama sebulan musim ujian, para santri mengikuti dua jenis ujian, yaitu ujian lisan (syafahi)Â selama sepuluh hari, dilanjutkan dengan ujian tulis (tahriri) selama 10 hari berikutnya.
Lamanya waktu ujian mengkondisikan setiap santri dalam suasana belajar yang lebih intens. Di Gontor, ujian adalah momen yang paling krusial. Sebulan sebelumnya, pihak pondok mempublikasikan hitung mundur menuju musim ujian di papan tulis yang diletakkan di bawah masjid.
Ujian Lisan
Ujian lisan diadakan dalam rangka memupuk kepercayaan diri dan kematangan dalam penguasaan materi pelajaran. Tidak semua pelajaran diujikan secara lisan. Ujian lisan hanya meliputi tiga kelompok pelajaran, yaitu Bahasa Arab, Bahasa Inggris dan alQuran.
Materi Bahasa Arab terdiri atas pelajaran Muthola'ah (bacaan), Mahfudzat (hafalan), Nahwu, Sharf dan Balaghah. Materi ujian Bahasa Inggris meliputi reading, conversation, translation, vocabulary, dictation dan grammar. Sedangkan materi yang diujikan di kelompok alQuran meliputi tilawah (bacaan), hafalan (Juz Amma, zikir dan doa), pelajaran Tajwid serta Fiqh.
Selama ujian lisan berlangsung, ruang-ruang kelas disulap menjadi tempat wawancara. Satu santri berhadapan dengan 3-4 orang penguji dari kalangan guru dan kelas 6.
Setiap pagi, para penguji dari kelas enam wajib menyiapkan ruangan. Sebersih dan seindah mungkin. Mereka juga harus membuat i'dat atau persiapan materi ujian berisi rangkaian pertanyaan yang akan diajukan ke santri. Setiap hari, sedikitnya ada 10 santri yang diuji di satu ruangan.
Ujian digelar dari pagi hingga siang hari. Para santri stand by di depan kelas sambil mengulangi pelajaran. Mereka mempersiapkan diri mati-matian agar bisa menjawab apapun pertanyaan yang mungkin keluar dari mulut para penguji. Ada yang membuat simulasi tanya-jawab dengan temannya, ada yang mencoba menggali informasi dari orang yang baru keluar dari ruang ujian. Untuk trik terakhir, tidak selamanya berhasil, karena penguji punya banyak stok pertanyaan, sehingga antara murid A dan murid B belum tentu mendapatkan pertanyaan yang sama dari tim penguji.
Lamanya durasi per santri sangat tergantung pada penguji dan orang yang diuji. Biasanya, semakin tepat jawaban yang diberikan, semakin banyak pertanyaan yang keluar dari mulut penguji. Itu artinya si santri sedang diuji batas kepintarannya, sampai dia merasa bahwa dirinya tidak sepintar yang dibayangkan. Metode ini diterapkan untuk mengontrol ego santri agar tidak menjadi gelas penuh yang sulit diisi dengan ilmu karena merasa sudah pintar.