Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kalau Ahok Jadi Komisaris Utama BUMN, Percuma Saja?

15 November 2019   17:19 Diperbarui: 15 November 2019   17:26 928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam hal ini, lobi-lobi dan kedekatan personal dengan menteri pun, kalau bisa malah dengan Presiden, menjadi faktor yang menentukan juga. Yang lebih dekat biasanya akan selamat, yang kurang dekat akan terlempar.

Entah bermaksud agar koordinasi gampang dilakukan, kebanyakan figur komisaris BUMN memang bukan sosok yang "garang" dalam berkomentar, tapi sosok yang arif dan tahu menempatkan diri.

Jika hanya memikirkan keuntungan secara pribadi, menjadi komisaris di BUMN boleh disebut sebagai jabatan yang sangat nyaman, dalam arti gaji, tantiem, dan fasilitasnya besar, sementara pekerjaannya relatif tidak begitu sibuk, karena tidak harus berkantor setiap hari. 

Makanya pekerjaan sebagai komisaris bisa dirangkap dengan pekerjaan lain seperti jadi pejabat di kementerian atau jadi pengajar di perguruan tinggi. 

Kebanyakan BUMN punya hari tertentu di mana komisaris melakukan rapat. Artinya, rata-rata komisaris masuk kantor sekali seminggu, dengan agenda rapat internal komisaris, maupun rapat bersama direksi.

Tentu topik rapat berkaitan dengan fungsi komisaris sebagai pengawas. Direksi lebih banyak memberikan laporan dan komisaris memberikan catatan atas laporan tersebut.

Jika ada surat-surat penting yang perlu ditandatangani komisaris utama, padahal bukan hari masuk kantornya, akan diantarkan ke tempat komisaris utama berada. Mungkin di kampus kalau ia seorang pengajar di perguruan tinggi, atau di kantor lain tempat pekerjaan utamanya.

Maka kalau Arief menyatakan jadi komisaris untuk "cari makan", mungkin ada benarnya. Bayangkan, masuk kantor hanya seminggu sekali, tapi gajinya sekitar separuh dari direktur yang harus masuk setiap hari kerja.

Gaji yang "hanya" separuh itu, bisa jadi lebih besar dari gaji pekerjaan utamanya sebagai dosen atau pejabat di sebuah kementerian. 

Memang ada juga komisaris yang tidak punya pekerjaan utama, karena berstatus pensiunan atau aktivis partai yang tentu tidak menerima gaji dari partai.

Yang seperti itu akan lebih banyak mencurahkan perhatian pada pekerjaannya sebagai komisaris. Misalnya masuk kantor dua atau tiga kali seminggu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun