Mereka yang sudah terbiasa naik MRT lebih menyukai membeli tiket lewat mesin, dengan cara layar sentuh, memasukkan uang untuk pembayaran di slot yang tersedia dan menerima uang kembalian bila uang yang dimasukkan melebihi dari tarif yang seharusnya. Ada antrean juga di depan mesin tapi lebih cepat dalam memproses pembelian tiket.
Ternyata masih ada satu pilihan lagi untuk membeli tiket yakni membeli kartu e-money yang dijajakan seseorang yang tadinya saya kira calo tiket. Masak iya sekarang masih ada calo?
Tak ada salahnya membeli kartu ini karena bisa juga dipakai buat naik Transjakarta dan bayar jalan tol. Cuma saya terlanjur berpikir negatif mengira penjualnya adalah calo karena tak ada tempat mangkal dan hanya mengacungkan kartu ke arah orang yang mengantre di depan loket.
Sekarang saya sudah pegang kartu yang akan disentuhkan di pagar masuk ke peron untuk menunggu MRT. Semua lancar, kecuali kartu adik saya yang tak terbaca oleh sensor sehingga pagar tidak terbuka otomatis. Untung ada petugas yang membantu.
Kesan saya stasiun MRT sangat berwarna terutama karena neon sign dari pemasang iklan yang mendominasi penglihatan. Hal yang sama akan terlihat di sepanjang tubuh gerbong MRT baik di dinding luar ataupun dinding dalam.Â
Papan informasi elektronik tentang jadwal kedatangan dan keberangkatan di peron stasiun dan juga informasi stasiun yang dilewati di dalam gerbong di atas pintu keluar, sangat membantu penumpang.
Dari pengumuman jadwal terlihat bahwa interval keberangkatan MRT dari Bundaran HI ke Lebak Bulus adalah setiap 10 menit. Cukup enak karena tak perlu menunggu lama kalaupun ketinggalan kereta yang baru berangkat.
Saya betul-betul menikmati kenyamanan dan kecepatan MRT, juga suara pengumuman yang diatur secara otomatis. Stasiun yang saya lewati adalah Dukuh Atas, Setiabudi, Benhil, Istora, Senayan, Asean, dan Blok M tempat destinasi tujuan saya.Â