Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Akankah Pertamina Menjadi Perusahaan Publik?

13 September 2017   18:33 Diperbarui: 7 November 2017   14:16 2303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Caption: Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Elia Massa Manik di Kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Jakarta, Kamis (16/3/2017)(KOMPAS.com/ACHMAD FAUZI)

Hanya saja, konon karena dalam bisnis media berlaku hukum bad news is good news, maka berita yang mengangkat citra Pertamina seperti di atas, kurang mendapatkan perhatian di media masa. Sementara itu belum lama ini Pertamina dilanda kasus dugaan korupsi kasus pengadaan kapal, yang banyak diberitakan dan diulas oleh para jurnalis. Tentu dalam bad news ini, masyarakat harus memahami, mana yang menyangkut oknum tertentu, dan mana yang menyangkut kebijakan perusahaan.

Satu Harga dari Aceh sampai Papua

Alasan sesungguhnya kenapa Pertamina tidak atau belum bisa go public adalah Pertamina punya misi khusus, tidak hanya sebagai korporasi yang bertujuan mencari laba sebagaimana perusahaan publik pada umumnya, tapi ada peran lain yang tidak kalah penting, melaksanakan penugasan dari pemerintah untuk mendukung perekonomian masyarakat, meski untuk itu menjadi beban bagi Pertamina.

Tentu dipandang dari sisi pertumbuhan bisnis dengan segala parameter keuangan yang dijadikan alat analisa oleh analis pasar modal, aktivitas penugasan negara ini menjadi faktor yang menurunkan nilai perusahaan.

Memang bagi BUMN yang sudah go publicbukan berarti melulu memikirkan faktor bisnis 100%. Hanya saja kegiatan mereka yang bersifat sosial telah dikemas dalam program corporate social responsibilities (CSR) yang dananya disisihkan sekian persen dari laba yang diperoleh tahun sebelumnya. Jelas hal ini lebih gampang dianalisa dan dapat diterima dengan baik oleh pasar, bahkan bisa menjadi nilai tambah, karena masyarakat penerima CSR berpotensi menjadi nasabah, kalau yang diambil sebagai contoh adalah bank BUMN.

Nah, yang dilakukan Pertamina jauh lebih besar, lebih banyak, dan lebih sering dari sekadar program CSR, meskipun juga Pertamina punya kegiatan CSR sendiri. Sebagai contoh, saat ini pemerintah menugaskan Pertamina untuk membangun lembaga penyalur bahan bakar minyak (BBM) di 148 kabupaten/kota yang termasuk kategori kawasan 3T (terdepan, terluar, dan terpencil), dalam rangka menyukseskan program "BBM Satu Harga". Artinya dari Aceh sampai Papua, harga jual BBM adalah sama.

Caption: Ilustrasi: Tangki avtur Pertamina mengisi bahan bakar pesawat di Bandara Sentani, Jayapura, beberapa waktu lalu.(Kompas.com/ Bambang PJ)
Caption: Ilustrasi: Tangki avtur Pertamina mengisi bahan bakar pesawat di Bandara Sentani, Jayapura, beberapa waktu lalu.(Kompas.com/ Bambang PJ)
Padahal selama ini, mengingat ongkos transportasi yang demikian besar, harga BBM di pedalaman Papua bisa beberapa kali lipat dibanding di daerah lain. Contoh ekstrim adalah di Kecamatan Ilaga, Papua, sebelumnya harga premium dan solar per liter berkisar antara Rp 50.000 sampai 100.000, dan sekarang mayarakat di sana bisa menikmati harga premium Rp 6.450 dan solar Rp 5.150 per liter.

Di mana letak keadilannya, bila di pedalaman Papua yang penduduknya jauh lebih rendah pendapatannya, harus membeli bahan bakar dengan harga demikian mahal. Tak bisa lain, demi mempersempit kesenjangan kesejahteraan antar kawasan, pemerintah harus melakukan langkah terobosan, termasuk dengan memberi penugasan khusus pada Pertamina. Bayangkan kalau Pertamina go public, pastilah manajemennya tidak akan berbisnis di Papua, karena akan membuat kinerja keuangan Pertamina "berdarah-darah".

Peran Serta Masyarakat
Pertamina memang tidak akan menjadi perusahaan publik, paling tidak di beberapa tahun mendatang belum akan seperti itu. Tapi sesungguhnya sejak beberapa tahun terakhir, manajemen Pertamina, terutama di bawah kepemimpinan Dwi Sutjipto dan dilanjutkan oleh Elia Massa Manik sebagai Direktur Utama saat ini, telah menerapkan pengelolaan perusahaan secara sehat, hati-hati, dan memenuhi kaidah good corporate governance, sebagaimana yang harus dilakukan sebuah perusahaan publik. Efisiensi dalam segala bidang, keterbukaan dalam melaporkan kondisi perusahaan pada publik, meningkatkan mutu produk dan pelayanan pada masyarakat, adalah beberapa hal yang menjadi bukti keseriusan pihak manajemen Pertamina.

Masyarakat tidak perlu kecewa karena tidak mendapat kesempatan untuk memiliki beberapa lembar saham Pertamina, tidak mendapat kesempatan untuk hadir dalam RUPS Pertamina, dan tidak mendapatkan deviden dari bagian laba yang didistribusikan kepada pemegang saham. Namun demikian masyarakat tetap bisa "akrab" dengan Pertamina, bahkan diharapkan berperan serta untuk menjadikan Pertamina semakin maju.

Untuk itu, masyarakat perlu didorong agar lebih antusias dalam mencari informasi sebanyak mungkin tentang apa yang telah, sedang, dan akan dilakukan oleh Pertamina, perusahaan kebanggaan kita bersama ini. Tanpa saham pun, kita boleh-boleh saja merasa "memiliki" Pertamina, dengan memberi masukan kepada manajemen perusahaan. Bila kita menemukan sesuatu yang tidak benar, ada banyak saluran komunikasi, dari yang konvesional sampai yang digital, yang bisa digunakan untuk menginformasikannya. Generasi muda dan remaja yang melek teknologi silakan mengikuti berbagai akun resmi Pertamina di berbagai aplikasi media sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun