Mohon tunggu...
Irwan Gunawan
Irwan Gunawan Mohon Tunggu... -

Komunitas Sahabat Petani Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menuju Ketahanan Pangan Indonesia

11 Maret 2015   17:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:48 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Persoalan ketahanan pangan kembali menyita perhatian publik ketika terjadi kenaikan harga beras yang melonjak tajam. Upaya untuk memperlakukan beras sebagai komoditas bisnis biasa atau minimal quasi-public sebenarnya telah dilakukan sejak swasembada beras yang dicapai Indonesia pada pertengahan 1980-an. Namun pada kenyataannya, beras masih telalu sulit melepaskan diri dari karakter sejarah dan perkembangannya sebagai komoditas yang sangat sensitif secara politik. Sifat multidimensi komoditas yang sangat politis ini seringkali menyita energi bangsa yang begitu besar, walaupun sebenarnya sektor pangan tidak hanya beras. Belum lagi, kelaparan kronis yang terjadi sebagian daerah di Indonesia tidak kunjung selesai permasalahannya.

Seberapa siapkah ketahanan pangan di negeri kita ini ?. Secara lugas pertanyaan di atas agak sulit untuk di jawab karena konsep ketahanan pangan mengandung tiga dimensi yang saling berkait, yaitu : (1) ketersedian pangan; (2) aksesibilitas masyarakat terhadap pangan; dan (3) stabilitas harga pangan. Suatu negara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang baik, apabila salah satu dari dimensi tersebut tidak terpenuhi. Walaupun ketersedian pangan dan aksesibilitas masyarakat terhadap pangan dapat dikatakan cukup, jika stabilitas harga pangan tidak mampu terjaga dengan baik, ketahanan pangan masih dikatakan rapuh. Di sinilah, peran sistem insetif harga, terutama pangan pokok seperti beras, atau bahkan jaminan harga bagi petani pada saat musim panen dan jaminan keterjangkauan harga bagi konsumen pada saat musim tanam.

Ketersedian pangan tidak hanya mencakup kuantitas namun kualitas bahan pangan agar setiap individu dapat terpenuhi standar kebutuhan kalori dan energi untuk menjalankan aktivitas ekonomi dan peningkatan daya saing sumber daya manusia Indonesia. Kesimpangsiuran data produksi dan konsumsi yang di miliki pemerintah menjadi perdebatan yang tidak ada habisnya.Dalam dimensi ketersedian pangan, ketahanan pangan yang harus diperjuangkan adalah kecukupan kalori dan protein di tingkat rumah tangga, terutama kaum miskin di pedesaan dan di perkotaan. Hal ini tidak berarti bahwa persoalan ketahanan pangan di tingkat makro nasional tidak penting, tetapi fokus pada pengentasan kemiskinan dan peningkatan pendapatan rumah tangga akan mampu memperkuat ketahanan pangan nasional.

Aksesibilitas masyarakat terhadap pangan dapat dijelaskan misalnya dengan proporsi pengeluaran rumah tangga terhadap bahan pangan. Semakin besar presentase pengeluaran rumah tangga terhadap bahan pangan, semakin rendah ketahanan pangan rumah tangga yang bersangkutan. Kasus ledakan gizi buruk dan gizi kurang di beberapa daerah merupakan salah satu dari contoh buruknya sinergi antara ketersedian pangan di tingkat makro dan aksesibilitas individu dan rumah tangga terhadap bahan pangan. Sangat tidak wajar, bagaimana mungkin suatu daerah lumbung beras yang memiliki surplus produksi tetapi banyak penduduknya yang tidak memiliki akses terhadap pangan. Mereka inilah yang masuk dalam kategori miskin dan sebagian besar dari kelompok miskin ini merupakan petani kecil atau buruh tani. Ketika kelompok pendapatan rendah ini telah mampu memenuhi kecukupan pangan baik energi atau protein maka mafaatnya akan terlihat pada ketahanan pangan nasional.

Stabilitas harga pangan yang menimbulkan konsekuensi ekonomi, politik dan sosial kemasyarakatan menjadikannya dimensi sangat penting dalam ketahanan pangan. Intervensi kebijakan harga pangan dilakukan Indonesia dan negara berkembang lainnya dengan menjaga atau mengurangi tingkat fluktuasi harga agar tidak terlalu besar. Pengaruh iklim dan cuaca (seasonal variations), perbedaan waktu tanam dan panen yang bekisar tiga bulan atau lebih, serta pengaruh wilayah produksi dan konsumsi menjadi penyebab fluktuasi harga pangan. Sejak tahun 1967, stabilitas harga pangan di Indonesia telah dilakukan melalui Badan Urusan Logistik (Bulog), dengan kelebihan dan kekurangan prestasi yang telah dicapainya.

Sebuah pertanyaan besar yang harus dijalankan oleh negara terutama Pemerintah dan Lembaga Legislatif, apakah Indonesia akan mampu menuju negara yang memiliki ketahanan pangan dari ketiga dimensi ketersedian, aksesibilitas dan stabilitas harga; atau bahkan termasuk negara yang gagal dalam mencapai ketahanan pangan nasional. Sebab itulah, peran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) termasuk sangat penting dalam melahirkan payung hukum ketahanan pangan (kedaulatan pangan), sesuai dengan rencana yang tercantum dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2015 yang sudah di usulkan dalam bentuk Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kedaulatan Pangan (Perubahan Atas UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan). Besar harapan, supaya segera disahkan dan dijalankan oleh negara untuk menuju ketahanan pangan Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun