![tenor.gif](https://irmasusantiirsyadi.files.wordpress.com/2018/07/tenor1.gif?t=o&v=555)
*ga flash sale, ga pilkada, ga PPDB, server pasti down*
Ke depannya, ada yang lebih penting dari ini. Pelajaran yang mungkin pahit di lidah, namun nampol di kepala (apaseeh).
Mengubah mindset orang tua di tahun-tahun mendatang.
Jreeeeng!
![(slumband.blogspot.com)](https://irmasusantiirsyadi.files.wordpress.com/2018/07/suhaimi-bin-abdurrahman-atau-lebih-dikenal-dengan-amy-search_20170128_071334.jpg?t=o&v=555)
"Belajar di sekolah favorit itu beda rasanya! Motivasi belajarnya tinggi, kompetisi sehat terus-menerus ada, penting!" ujar seseorang yang dituangkan pada kolom komentar.
Oh iya, tentu saja, semua orang tahu itu. Anak-anak yang masuk sekolah favorit itu kan nilainya tinggi-tinggi, ga mungkin pas masuk, pengennya main sulap. Tentu mereka suka belajar, dan menciptakan kondisi belajar yang kondusif. Belum soal wawasan. Anak-anak di sekolah favorit biasanya punya wawasan yang lebih, sebab mereka punya akses lebih banyak, sebab sekolah-sekolah jenis ini biasanya terletak di dekat pusat kota, bukan nyungsep di wilayah termarginalkan, di sebelah kebun Jagung.
Akses terjangkau, etos belajar terbentuk, wawasan luas, wajar lah kiranya jika anak-anak ini kemudian juga diterima di perguruan tinggi yang bergengsi. PTNÂ nganu dan ngonoh. Paling banter PTS apalah, yang akreditasi sebagian besar jurusannya A.
Oh tunggu, dulu.
Si anak-anak di wilayah termarjinalkan ini, apakah semuanya juga nyungsep otaknya?