Pada dekade pertengahan epidemi HIV/AIDS secara global Afrika dihadapkan pada kenyataan penularan HIV yang membuat benua itu jadi 'sarang' HIV/AIDS. Dari 36,7 juta warga dunia yang hidup dengan HIV/AIDS pada tahun 2015 dilaporkan 25,5 juta berada di Afrika (www.avert.org).Â
Survei di beberapa kota besar di Indonesia (2012) menunjukkan ada 6,7 juta laki-laki pelanggan pekerja seks komersial (PSK) langsung, 4,9 juta di antaranya beristri. Estimasi UNAIDS (Badan PBB untuk HIV/AIDS) menyebutkan jumlah kasus HIV adalah 690.00 dengan estimasi terendan dan tertinggi antara 600.000-790.000 (unadis.or).
Bukan hanya itu banyak desa tanpa penduduk. Pertanian dan pertambangan pun berhenti. Berkat uluran tangan penderma dan organisasi internasional epidemi HIV di Afrika mulai menunjukkan grafik yang mendatar sejak awal tahun 2000-an. Sebaliknya, di Asia Pasifik kasus baru terus terdeteksi pada kalangan dewasa heteroseksual dan bayi. Sedangkan di Afrika kasus baru justru terdeteksi pada bayi karena orang tua mereka mengidap HIV/AIDS.
Fenomena Gunung Es
Di Asia ada tiga negara dengan percepatan infeksi HIV baru yaitu India, Tiongkok dan Indonesia. Laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 24 Mei 2017, menunjukkan jumlah kasus kumulatif HIV/ADS secara nasional sejak tahun 1987 sd. Maret 2017 berjumlah 330.152 yang terdiri atas 242.699 HIV dan 87.453 AIDS dengan 14,754 kematian.
Jumlah kasus yang dilaporkan Ditjen P2M, Kemenkes RI, setiap tiga bulan hanyalah kasus yang ditangani sarana kesehatan, seperti puskesmas dan rumah sakit. Kasus-kasus HIV/AIDS yang terdeteksi di klinik-klinik dan rumah sakit swasta serta dokter praktek bisa jadi tidak dilaporkan atas permintaan pasien.
Persoalannya jadi masalah besar karena kasus-kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi jadi mata rantai penularan HIV di masyarakat terutama melalaui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah dengan kondisi suami atau laki-laki tidak memakai kondom.
Secara faktual penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia dibalut dengan norma, moral dan agama dan dilakukan di hilir.
Pertama, membalut informasi HIV/AIDS dengan norma, moral dan agama yang muncul hanya mitos (anggapan yang salah). Misalnya, mengaitkan penularan HIV dengan perilaku seksual di luar nikah.Â
Ini jelas ngawur karena penularan HIV melalui hubungan seksual bukan akrena sifat hubungan seksual (zina, di luar nikah, pranikah, melacur, selingkuh, homoseksual,seks anal, seks abnormal, dll.) tapi karena kondisi ketika terjadi hubungan seksual (salah satu atau kedua-duanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki atau suami tidak memakai kondom setiap kali sanggama).