Mohon tunggu...
indrawan miga
indrawan miga Mohon Tunggu... Jurnalis - penulis, pendidik, petani

Pernah wartawan di beberapa media cetak nasional. Kini penulis dengan peminatan topik pendidikan, pertanian, dan lingkungan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Salah Persepsi tentang Sekolah Inklusi

24 Agustus 2019   13:37 Diperbarui: 24 Agustus 2019   13:50 921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan outdoor baik bagi siswa inklusi, seperti jelajah alam/hiking oleh siswa sekolah Semut-Semut, di Cibodas, Agustus 2019.   Foto: SD Semut-Semut

Dengan makin matangnya program inklusif di sekolah, tentu dimungkinkan sekolah menerima siswa ABK dengan kesulitan penanganan yang lebih tinggi.

Masalah ini terjadi lantaran kelonggaran proses penerimaan. Diperlukan pencermatan melalui wawancara orangtua, pemeriksaan psikologis, assesment atau test pemeriksaan terhadap calon siswa.

Sebaiknya sekolah tidak memberi harapan terlalu tinggi kepada para orangtua bilamana belum siap mengelola berbagai tingkat kesulitan tersebut.

Siswa inklusi di Gunung Kidul, nyaman belajar bersama teman-teman di kelas reguler.  Foto: TEMPO 
Siswa inklusi di Gunung Kidul, nyaman belajar bersama teman-teman di kelas reguler.  Foto: TEMPO 

6. Penerimaan siswa cukup dengan penjelasan orangtua tentang kondisi anak, tanpa assesment oleh terapis/psikolog/ahli.

Di beberapa kesempatan, ditemui sekolah menggampangkan penerimaan siswa ABK berdasarkan keterangan/penjelasan dari orangtua tentang kondisi anak.

Adakalanya, agar siswa dapat diterima, orangtua memberi penjelasan yang tidak lengkap, menyembunyikan atau mengurangi tingkat kendala anak belajar. Sehingga, terkesan mudah. Data pemeriksaan psikologis atau tes-tes yang pernah dilakukan, tak dilampirkan.

Adakalanya justru para orangtua kurang paham kondisi anak sebenarnya. Tidak menganggap serius, karena secara fisik sang anak kelihatan baik dan sehat.

Disarankan agar sekolah melakukan prosedur standar penerimaan siswa, sehingga siswa dikenali kondisi dan kebutuhannya.

Hal ini diperlukan untuk cara penanganannya, terapi yang diperlukan, dan program individual (IEP - individual education program) yang disusun untuknya.

Di beberapa sekolah inklusif, memiliki arah untuk memandirikan anak, dengan mengurangi pendampingan mulai di kelas tinggi (4,5, atau 6) secara bertahap, agar anak dapat lebih leluasa dan banyak berinteraksi secara sosial dan akademik dengan teman sebaya dan guru. Karena itu, kondisi awal siswa sangat penting untuk merancang program inklusif baginya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun