Mohon tunggu...
indrawan miga
indrawan miga Mohon Tunggu... Jurnalis - penulis, pendidik, petani

Pernah wartawan di beberapa media cetak nasional. Kini penulis dengan peminatan topik pendidikan, pertanian, dan lingkungan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Salah Persepsi tentang Sekolah Inklusi

24 Agustus 2019   13:37 Diperbarui: 24 Agustus 2019   13:50 921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan outdoor baik bagi siswa inklusi, seperti jelajah alam/hiking oleh siswa sekolah Semut-Semut, di Cibodas, Agustus 2019.   Foto: SD Semut-Semut

Beruntung sekarang pemerintah telah menerapkan sistem zonasi sekolah, sehingga siswa tidak dilihat dari nilai NEM untuk masuk SMP/SMA, atau kemampuan calistung untuk diterima masuk SD. Namun ada faktor pertimbangan lain semisal jarak rumah-sekolah, prestasi non-akademik, serta berasal keluarga miskin.

3. Anggapan siswa ABK akan menularkan penyakit mental atau fisik kepada siswa normal. 

Entah kenapa, ada orangtua yang mendapat info yang salah tentang ABK. Keterbatasan atau kendala belajar pada siswa ABK bersifat individual karena masalah fisik/fisiologis siswa tersebut. Ini bukanlah semacam virus atau wabah yang menular.

100% siswa ABK adalah anak yang sehat. Namun mereka memiliki kendala misalnya dalam fokus belajar, kehilangan konsentrasi, gangguan berfikir, kesulitan berkomunikasi, dan daya respon yang rendah.

Justru disini terjadi pengayaan nilai-nilai kehidupan, saat siswa reguler berinteraksi dengan siswa ABK, akan tumbuh rasa kepedulian dan toleransi yang lebih tinggi, sehingga menjadi manusia yang lebih lembut, toleran, saling menyayangi. Sekolah otomatis terjauhkan dari bullying.

4. Penanganan siswa ABK hanya menjadi urusan guru pendamping khusus (GPK) atau shadow teacher. 

Kondisi ini kerap terjadi saat sebuah sekolah mengawali program inklusi. Beranggapan, sudah ada petugas atau guru yang bertanggungjawab khusus terhadap siswa ABK dan program individual ABK. Tapi ini sifatnya di awal saja.

Yang perlu dibentuk adalah sekolah inklusif, artinya seluruh warga sekolah tanpa kecuali peduli, paham, dan ikut serta mensukseskan program inklusif tersebut.

Untuk itu, diperlukan sosialisasi terus menerus ke seluruh unit sekolah, sehingga timbul kesamaan visi dalam penanganan anak ABK di sekolah inklusif tersebut. Sosialisasi juga terhadap para orangtua siswa reguler, sehingga tetap merespon positif bilamana ada kasus-kasus yang terkait dengan siswa inklusif.

5. Sekolah (dapat) menerima semua tingkatan hambatan belajar siswa ABK. 

Sebaiknya sekolah inklusif membatasi diri dengan tingkat kesulitan yang bisa dikelola. Sebab, setiap anak ABK membutuhkan terapi dan tipe pendampingan yang berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun