Mohon tunggu...
Indra J Piliang
Indra J Piliang Mohon Tunggu... Penulis - Gerilyawan Bersenjatakan Pena

Ketua Umum Perhimpunan Sang Gerilyawan Nusantara. Artikel bebas kutip, tayang dan muat dengan cantumkan sumber, tanpa perlu izin penulis (**)

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

#WagubGueBener!

8 Agustus 2019   04:58 Diperbarui: 8 Agustus 2019   13:03 1493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekalipun dari sisi angka tahun, Indonesia mengalami penjajahan selama 3,5 abad, hanya sebagian kecil area yang diduduki secara militer, ekonomi, apalagi ideologi. Benteng-benteng yang dibangun Belanda menjadi simbol paling utama dari pendudukan itu. Begitu juga pemukiman "Warga Kelas Satu" yang terdiri dari bangsa-bangsa Eropa non blasteran, termasuk area pemakaman.

Walau Jakarta menjadi wajah "paling Barat di Timur", bukan berarti segala hal mengalami duplikasi. Hal ini berbeda dengan Jepang, ketika mulai dibuka. Terdapat daerah yang menyerupai Belanda di ibu kota Jepang, termasuk warga Jepang yang berprilaku bagai orang Belanda dengan selalu membawa payung.

Jakarta? Mampu memberi perbedaan. Siapapun yang datang, bakal bisa memberi pengaruh, tetapi sekaligus menerima pengaruh.

Karena kolonialisme secara prinsip adalah perebutan kuasa ekonomi dalam jangka menengah dan panjang, Jakarta menjadi episentrumnya. Dalam ekonomi, oligopoli, dominasi dan hegemoni berbiaya mahal. Hukum ekonomi sama sekali berseberangan dengan ketertutupan.

Pengaruh udara tropis, aliran tiga belas sungai, serta pelabuhan laut sebagai urat nadi ekonomi, membentuk Jakarta sebagai altar bagi pertaruhan kaum borjuasi non feodal. Feodalisme tumbuh subur di area-area pertanian. Tuan tanah menjadi simbol utama.

Jakarta tak memiliki tuan tanah skala luas. Kemajuan ekonomi lebih bertumpu kepada lalu-lintas, ketimbang akar-tunjang. Jejaring sosial menjadi faktor yang menunjang. Sebagai titik-temu buhul-buhul lokal, hingga merangkai simpul-simpul nasional, regional, hingga internasional, Jakarta membentuk hubungan kolegial yang unik.


Tak heran kalau wajah penganut agama di Jakarta juga berbeda dibandingkan dengan daerah lain. Jakarta identik dengan muslim perkotaan yang sudah mengalami persentuhan dengan penganut agama-agama lain. Islam sinkretis, sebagai bagian dari tali-temali ajaran Islam dengan adat dan budaya, bisa terasa di pulau Jawa, namun kurang menonjol di Jakarta. 

Sejak pemilihan umum 1955, partai-partai yang terhubung dengan aliran politik Islam modernis (Partai Masyumi), menjadi pemenang di Jakarta. Orde Baru yang tercatat sebagai salah satu rezim terlama di dunia, kesulitan untuk menancapkan kuku secara kuat di Jakarta, akibat perlawanan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Bukan saja kalangan saudagar yang memberikan perlawanan, tetapi juga kalangan jenderal dari dalam rezim. Pengaruh kelompok ini bukan hadir begitu saja, tetapi sudah tertanam sejak awal abad ke 20. Kelompok saudagar itu dengan jeli memanfaatkan politik etis Belanda, dengan mengirimkan pelajar-pelajar bumi putra sekolah di Belanda.

Partai Masyumi (Orde Lama), PPP (Orde Baru), dan Partai Keadilan Sejahtera (Orde Reformasi), mendapatkan limpahan suara dari kehadiran kaum muslim perkotaan di Jakarta.  Kemenangan PPP beberapa kali dalam pemilu Orde Baru, plus PKS dalam pemilu reformasi, secara jelas memperlihatkan pengaruh dari kaum muslim kosmopolit ini.

Sebagian besar mereka berasal dari kelompok saudagar, kaum inteligensia, hingga kelompok yang masuk ke bangku pendidikan tinggi. Tentu juga berasal dari kalangan birokrasi yang sudah mencapai kedudukan tinggi. Dalam tipologi sosial kontemporer, mereka berada dalam kelompok profesional yang berkiprah dalam area korporasi. Baik yang berada dalam ranah negara, maupun swasta. Mereka membentuk jejaring nasional, regional, hingga universal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun