Mohon tunggu...
Julak Ikhlas
Julak Ikhlas Mohon Tunggu... Guru - Peminat Sejarah dan Fiksi

Julak Anum - Menulis adalah katarsis dari segenap sunyi. IG: https://www.instagram.com/ikhlas017 | FB: https://web.facebook.com/ikhlas.elqasr | Youtube: https://www.youtube.com/c/ikhlaselqasr

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Mata yang Kehilangan Senja

11 Desember 2019   10:42 Diperbarui: 11 Desember 2019   16:52 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pexels.com

Kurasa, kedai ini terlalu sesak untuk kita. Terlihat, ada banyak anak-anak resah yang bergelantungan di juntai rambutmu. Ada banyak keluh kesah yang bersembunyi di balik kemejamu. Dan ada banyak kisah yang membuntut di punggung sepimu.

Mengapa kau menabung air mata itu sendirian? Mengapa kau hanya menyajikan basa-basi dalam sepiring diksi. Tanpa sedikit pun remah-remah jujur yang sudi kau bagi? Bukankah kau mengajakku ke sini untuk berbagi rasa, barang secangkir air mata?

Katakan saja apa-apa yang sedang mengganggu pikiranmu. Tanpa basa-basi atau pun kode-kode yang penuh interpretasi ambigu. Sebab, aku tak selalu peka untuk menyigi ringkih sikapmu, aku tak selalu paham membaca inginmu, dan aku tak selalu bisa mengeja apa pun dari dirimu.

Seorang pelayan datang membuyarkan kediaman ini. Mungkin ia telah kesal dengan kita, karena sudah hampir satu jam kita duduk di sini. Tanpa sedikit pun kepastian, apa sebenarnya yang ingin kita pesan.

"Jadi, Tuan dan Nyonya mau pesan apa?" tanya pelayan itu lembut.

Kita kebingungan. Pelayan itu kemudian membuka buku menu yang sebenarnya belum kita lirik sama sekali.

"Ris ...." Aku hampir saja memesan Ristretto, tapi terpotong oleh jemarimu yang menunjuk satu nomor menu yang bertuliskan 'espresso'.

"Ya, kami pesan dua cangkir espresso," kataku.

"Tunggu sebentar ya, Tuan," pungkasnya yang kemudian berjalan mendekati barista yang terlihat sibuk dengan aksinya.

Aku mengangguk.

Mengalah? tidak, aku pikir setidaknya kita harus mempunyai kesamaan. Agar kecanggungan ini mencair seperti gula yang diaduk dalam cangkir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun