Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Orang Kampung Tidak Lagi Kampungan

28 Juni 2017   17:48 Diperbarui: 28 Juni 2017   19:17 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

ORANG KAMPUNG TIDAK LAGI KAMPUNGAN

Oleh:

IDRIS APANDI

(Pemerhati Masalah Sosial)

"Ah dasar kampungan lu...!!! masa gitu aja ga bisa. Sini gue ajarin." Hardikan dari seseorang kepada temannya yang dinilainya tidak dapat mengoperasikan sebuah alat dengan teknologi terbaru. Pada kalimat di atas, kata "kampungan" menggambarkan kondisi seseorang yang tidak tahu, tidak terampil, dan gaptek terhadap IPTEK. Dengan kata lain, kata "kampungan" digunakan untuk merendahkan bahkan menghina orang lain.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dinyatakan bahwa kampungan, kata dasarnya "kampung" yang artinya berkaitan dengan kebiasaan di kampung; terbelakang (belum modern); kolot; tidak tahu sopan santun; tidak terdidik; kurang ajar;  Menderita sekali ya jadi orang kampung? Sampai begitu rendahnya dalam pandangan orang kota yang mengklaim dirinya lebih melek IPTEK dan lebih modern.

Mungkin dalam konteks pemahaman teknologi informasi, orang kota jauh lebih melek dibandingkan dengan orang kampung. Walau hal tersebut tidak sepenuhnya benar, karena teknologi informasi pun sudah menyentuh perkampungan. Bisa saja orang perkotaan membangga-banggakan diri dengan perkembangan IPTEK dan modernitas yang dirasakannya, tetapi dalam berbagai bidang perkotaan, orang kota harus banyak belajar kepada orang kampung. Misalnya dalam hal etika, tata krama, sopan santun, menghargai sesama, memelihara kebersihan, menjaga kelestarian lingkungan, dan menjaga nilai-nilai kearifan lokal. Orang kampung justru jauh lebih melek, bijak, dan beradab dibandingkan orang perkotaan.

Banyak orang kota yang justru datang ke kampung untuk mendapatkan ketenangan dan kedamaian. Di kampung dia bisa melihat hijaunya dedaunan, gunung yang menjulang, pepohonan yang rindang, padi yang menguning, air bersih yang mengalir di sungai dan sela-sela bebatuan, udara yang segar, angin yang bersemilir menyentuh kulit.

Di kampung tidak ada kemacetan, tidak ada kesemrawutan, tidak ada deru suara mesin kendaraan, tidak ada polusi asap kendaraan dan pabrik, dan hiruk-pikuk orang berlalu lalang. Di kampung aman, tenang, dan damai. Ketika masyarakat perkotaan hidup dengan individualistis dan materialistis, di kampung masih bisa melihat senyum-senyum tulus dan membantu tanpa pamrih. 

Tengoklah kampung-kampung di daerah Baduy, kampung Naga di Kabupaten Tasikmalaya, Kampung Kuta di Ciamis, dan berbagai kampung adat lainnya di Indonesia. Mereka hidup begitu aman, nyaman, damai, tertib, dan teratur. Aturan-aturan adat mereka taati sebagai pedoman kehidupan.

Para pemudik yang pulang kampung rindu suasana pedesaan yang aman, nyaman, dan damai. Dari perkampungan, orang banyak belajar tentang kearifan dalam berkata, bersikap, dan berperilaku. Orang-orang kota yang datang ke kampung kadang membawa gaya hidup kota yang tidak sesuai dengan nilai-nilai pedesaan. Gaya hidup perkotaan banyak ditiru oleh remaja atau pemuda desa sehingga warga desa mulai kehilangan jati dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun