Mohon tunggu...
Hesdo Naraha
Hesdo Naraha Mohon Tunggu... Freelancer - Sharing for caring by "Louve" from deep Instuisi-Ku

God Is Good All The Time 💝

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Pada Buah yang Membusuk, Ada "Benih Kehidupan" yang Siap Menumbuh

20 April 2024   09:00 Diperbarui: 21 April 2024   01:21 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beradaptasi menjadi kunci penting untuk bertahan dengan bahagia (Sumber Ilustrasi: Freepik)

Sebelumnya, kedatangan di Jakarta bukanlah hal yang baru dalam hidup saya, namun kali ini saya datang sebagai seorang pekerja, maka tentulah dinamika kehidupan yang dijalani akan sangat berbeda.

Di hari pertama saya bekerja, saya diberanikan untuk pulang seorang diri dengan motor dari Jakarta Selatan ke Bintaro, cukup bermodal Google maps.

Saya merasakan betapa hawa persaingan menuju sangatlah kental di sepanjang jalan, entah itu motor atau mobil, semuanya melaju dengan cepat yang mengisyaratkan ingin segera tidur.

Belum seminggu setelah itu, saya mulai didorong untuk menggunakan KRL dan berlanjut dengan Trans Jakarta. Saya sungguh berberat hati di saat mendengarkan penjelasan mengenai rute dan jalurnya yang cukup ribet.

Namun siapa sangaka? Kini saya sangat menikmati perjalanan saya di setiap pagi maupun malam, karena bagi saya perjalanan itu justru menjadi bagian dari merilis segala pengalaman emosi negatif di sepanjang hari itu.

Akhirnya saya menyadari bahwa beradaptasi memang menjadi kunci penting bagi saya untuk bertahan dengan bahagia, bukan karena bertahan tanpa pilihan alias menderita.

Belajar dari anak-anak yang penuh warna

Saya teringat akan salah satu bagian dalam Novel “Intelegensi Embun Pagi” sebagai seri keenam dari Supernova karya Dee Lestari. Di sana dijelaskan adanya kemampuan Bodhi dalam melihat manusia sampai kepada berlapis-lapis energi yang melekat padanya. Ibarat gradasi warna, maka Bodhi mampu mengetahui siapakah orang di depan matanya, termasuk pada energi yang ada dalam orang tersebut.

Saya bukanlah Bodhi. Namun dalam keseharian di pekerjaan, saya berjumpa dengan corak warna anak-anak yang ditampilkan melalui ekspresi emosi.

Anak-anak yang tantrum hingga membanting kursi, melemparkan barang, berteriak dengan suara keras, kesemuanya itu adalah bagian dari realitas yang saya jumpai setiap hari.

Pada satu minggu pertama, saya nyaris menyerah dan ingin pulang ke Jogja, kembali kedalam sarang kepompong saya yang nyaman. Namun di setiap harinya, saya selalu terkesimak ketika melihat anak-anak itu dari sisi yang berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun