Mohon tunggu...
Hendy Adinata
Hendy Adinata Mohon Tunggu... Freelancer - Sukanya makan sea food

Badai memang menyukai negeri di mana orang menabur angin | Email: hendychewadinata@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Festival Cheng Beng, Alat Almarhum untuk Eratkan Anak Cucu

6 April 2019   16:06 Diperbarui: 21 September 2023   19:09 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jumat, 5 April 2019 menjadi puncak dari perayaan Festival Cheng Beng (dialek Hokkian) atau disebut Ching Ming dalam bahasa Mandarinnya. Cheng Beng sendiri merupakan suatu hari ziarah tahunan bagi mereka yang beretnis Tionghoa.

Pada umumnya warga Tionghoa akan datang ke makam orangtua atau leluhurnya untuk membersihkan dan sekalian bersembahyang (bai) sambil membawa buah-buahan, kue-kuean, berbagai macam makanan (umumnya kesukaan almarhum semasa hidup). Barang lainnya yang dibawa adalah lilin, bunga tabur, serta karangan bunga.

Maka tak heran harga tiket pesawat menjadi mahal karena banyak warga etnis Tionghoa yang pulang kampung untuk ziarah.

Pembaca pasti sudah tak asing lagi dengan keberadaan toko khusus yang menjual perlengkapan sembahyang orang Tionghoa. Di toko itu juga menjual aneka pernak-pernik dari kertas. Adapun kertas itu kemudian dibakar di makam dengan maksud mengantarkan barang yang dibakar kepada sang almarhum di alam baka sana.

Uang-uangan dari kertas, pakaian, celana, sepatu, handphone, mobil, dan bila perlu rumah sekalian juga dikirim. Tentunya yang dibuat dari kertas. Bila sang almarhum jomlo semasa hidupnya mungkin boleh juga membakar seorang manusia kertas untuk menjadi teman kencan beliau di sana. Anggap saja ini inisiatif kerabat, Hehehe.

pernak-pernik dari kertas untuk dibakar di makam
pernak-pernik dari kertas untuk dibakar di makam

Beberapa hari yang lalu, Penulis beserta keluarga ikut dalam merayakan Festival Cheng Beng ini. Penulis ingin berbagi sedikit pengalaman kepada warga pembaca sekalian.

Perayaan ini sudah menjadi agenda tahunan dalam keluarga kami. Setelah Imlek, Cap Go Meh, hari makan kaloci, dan kemudian di April ini adalah ziarah makam/Cheng Beng. Sebelum ziarah, keluarga akan mencari tanggal baik dan berbagi tugas (mencari bunga, menyiapkan lilin, membawa arit, makanan, dan sebagainya).

Tibalah hari yang telah disepakati bersama. Pagi itu cuaca masih sangat dingin. Tapi Mama sudah bangun dan mulai menyiapkan bubur yang menjadi tugas mama. Kami kalau cheng beng berbagi tugas, ada yang menyiapkan makanan, ada yang menyiapkan bunga, kendaraan, dan sebagainya. 

Dikarenakan bahan yang kurang, maka Penulis pun menyempatkan diri untuk pergi ke pasar, saat itu masih pukul 2 pagi. Rencananya ziarah itu akan dimulai pukul 03.30 pagi.

suasana pasar di pagi itu, terlihat masih sangat sepi (dok. pribadi)
suasana pasar di pagi itu, terlihat masih sangat sepi (dok. pribadi)

Beginilah suasana pagi itu, manusianya masih sepi dan udaranya pun segar.

suasana jalan sekitaran rumah Penulis (dok. pribadi)
suasana jalan sekitaran rumah Penulis (dok. pribadi)

Setelah bubur masak, bunga dan perlengkapannya sudah siap, jam pun sudah menunjukkan nyaris pukul 03.30. Namun orang-orang yang sudah berjanji tak kunjung datang. Sambil menelepon, menunggu menjadi pekerjaan yang membosankan bagi kami.

Membuahkan hasil memang, karena tidak lama setelah itu, seorang paman sudah datang ke rumah. Ia mengecek setiap perlengkapan yang akan dibawa pergi ziarah nanti, termasuk juga mencicipi bubur panas dalam panci apakah sudah lezat atau masih kurang bumbu.

Sekali lagi, semuanya sudah siap, kendaraan sudah dipanaskan dan semua perlengkapan sudah dikemas, siap untuk dibawa. Namun hingga pukul 04.00 orang-orang yang sudah berjanji tak kunjung datang selain seorang paman ini. Sambil menelepon, lagi-lagi kami harus menunggu.

Mama bad mood dan paman mulai menggerutu. Omong sana omong sini pun terdengar, "Si A memang tidak niat pergi dari awalnya, si B ini sudah lelet banyak sekali alasannya, si C ini memang ndak pernah peduli dengan keluarga sendiri, bila orang lain dia cepat, untuk keluarga jangan harap."

Walaupun pagi itu suhunya dingin, namun dalam diri ini terasa mulai kepanasan. Kekesalan ini terjadi mengingat waktu sudah hampir menunjukkan pukul 04.30 pagi. Siapa yang tidak akan marah? Yah, namanya juga manusia.

Dengan kekesalan yang meluap-luap. Rasanya mau batalkan saja rencana pergi ziarah ini. Namun niat itu harus dibatalkan karena orang-orang yang "sudah berjanji" ini satu-persatu sudah datang.

Sontak suasana menjadi ramai, riah-riuh berbagi tugas membawa perlengkapan pun terdengar memenuhi rumah. Keluhan-keluhan sebelumnya pun tidak terucap lagi, tergantikan dengan rencana awal yang pokoknya harus jadi.

Sebelum berangkat pun, ternyata masih ada anggota yang belum hadir karena belum siap dan malah masih "santai-santai" tanpa rasa bersalah. Kembali lagi ucapan kekesalan itu terlontar keluar dari beberapa mulut. Keputusan untuk tidak menunggu/tinggalkan saja si lelet ini pun diambil.

Ziarah yang pertama kami lakukan di sebuah kuburan tua yang merupakan kuburan mendiang kakeknya mama.

Setibanya di sana, ternyata belum ada siapapun yang berziarah selain kami. Suasana hening dan gelap-gulita ditemani ramainya bunyi jangkrik, angin dingin menembus jaket, dengan bau-bauan tanah memasuki hidung. Kuburan yang biasanya terasa angker, pagi ini dimasuki dengan perasaan hati yang stabil sekali. Tidak ada ketakutan, tidak ada kebimbangan. Kekesalan tadi pun hilang tertelan oleh keheningan hutan.

Kami masuk menyisiri kuburan demi kuburan menuju kuburan yang dimaksud. Sesampainya di sana, kami pun melakukan hal yang umumnya dilakukan peziarah. Berkumpul, memasang lilin dan kemudian seorang yang tertua mulai memimpin.

Ia menyapa almarhum seolah-olah almarhum keluar datang menyambut kedatangan tamu yang adalah cucu-cicitnya. Almarhum senang, terharu, rindu terbalaskan dengan perjumpaan itu, maklum lama tidak berjumpa.

Ucapan yang tidak kaku, malah terkesan akrab dan sering bernada gurauan. "Akung (dialek Hakka yang berarti kakek), kami cucumu, cicitmu, datang berkunjung pagi-pagi. Kami ingat sama akung, maka kami datang. Ada ... yang belum bisa datang, akung jangan marah dia, dia lagi ... lain kali kami ajak. Akung, cicit mu udah besar-besar, si A udah nikah, si B sudah melahirkan, si C buka usaha baru", dan curhatan-curhatan lainnya.

Doa bersama di kuburan (dok. pribadi)
Doa bersama di kuburan (dok. pribadi)
suasana ziarah yang khikmat (dok. pribadi)
suasana ziarah yang khikmat (dok. pribadi)

"Doakan kami cucu cicitmu yang masih ada di dunia biar sehat-sehat, pekerjaan baik-baik, usaha lancar-lancar. Akung tahu kami, kau kan lihat cucu cicitmu, ada masalah apa mau kasi tahu jalan keluar... Akung mau kasi mimpi ke cucumu (untuk togel) ", beginilah percakapan yang terjadi dan sekali-sekali ada tawa gelik dari yang hadir karena topiknya nyeleneh. Orang-orang tua yang hadir itu mengenang kembali sosok kakeknya yang mereka kenal selama hidup. 

Setelah puas bincang-bincang, kegiatan kami lanjutkan dengan berdoa bersama. Adapun kuburan yang dikotori oleh sampah dan rumput yang tinggi itu dibersihkan, dipasangi lilin, dan ditaburi bunga.

Selesai dengan kuburan yang satu kami pun menuju kuburan selanjutnya di lokasi berbeda. Kami tiba di sana pukul 5.35 dan melakukan hal yang kurang lebih sama dengan apa yang dilakukan di kuburan sebelumnya. Kuburan ini adalah kuburan kakek-nenek Penulis (ayah-ibu dari Mama).

Dalam ziarah di lokasi yang kedua, anggota yang tadinya tidak hadir kemudian datang. Semua kekesalan sebenarnya sudah sirna tertinggal di kuburan sebelumnya. Isi hati yang mengganjal tidak dibicarakan lagi, tidak ada singgung-menyinggung lagi, karena sama-sama sudah tahu kesalahan. Kebersamaan selama ziarah nampaknya telah meruntuhkan tembok-tembok kekerasan hati masing-masing.

Setelah bersih-bersih, memasang lilin, tabur bunga dan doa bersama, acara pun selesai. 

Waktu yang ditunggu pun tiba, yaitu makan. Bubur panas, kerupuk, saos kecap, kue yang sudah disiapkan tadi pun dikeluarkan. Asap tipis mengudara, harum bubur masuk ke hidung dan perut pun menjadi lapar. Singkat cerita kami makan dalam kebersamaan.

Yang ingin Penulis sampaikan adalah bahwa Festival Cheng Beng (mungkin juga festival-festival lainnya) diizinkan terjadi dan dipakai oleh Sang Pencipta untuk merekatkan hubungan antarumat manusia. Dalam hal ini yaitu keluarga.

Saat ini budaya ego, hedonisme, dan materialisme sebanyaknya sudah menggeser nilai-nilai luhur di dalam keluarga. Relasi diukur dengan standar uang dan nama besar, pelibatan diukur dengan apakah itu menguntungkan saya atau tidak.

Jika tidak menguntungkan saya, maka saya tidak akan pergi, saya akan terlibat dan cukup terima bersih saja. Bila perlu datangnya tidak bawa apa-apa, pulangnnya saya bawa banyak.

Hal di atas adalah krisis besar yang terjadi dan telah banyak menghancurkan pondasi kekeluargaan manapun khususnya keluarga-keluarga warga etnis Tionghoa.

Warga Tionghoa lekat dengan citra orang pelit atau kikir, galak dan keras (ngeboss), perhitungan dan tidak sabaran (ya tidak semua). Satu lagi, warga etnis Tionghoa dikenal dengan sifat eklusifitasnya. Dalam berteman pilih-pilih, ya minimal seetnis. Jika sifat buruk di atas terbawa masuk ke dalam keluarga, maka dipastikan relasi di dalamnya akan hancur.  

Leluhur pun tidak ingin keturunannya pecah dikarenakan ego, hedon, dan materialisme, karena mereka di alam baka sana sudah merasakan sendiri yang namanya harta tidak dibawa mati.

Bersyukur pada Tuhan yang menghadirkan festival Cheng Beng bagi salah satu etnis ciptaannya. Mereka bisa menikmati kebersamaan dan kekeluargaan, yang jauh mendekat, yang dekat makin rapat.

Dari sisi manusia. Cheng Beng, alat almarhum tuk' eratkan anak cucu.

Salam

almarhum kakek nenek Penulis (wafat 2003 dan 2012)
almarhum kakek nenek Penulis (wafat 2003 dan 2012)

ziarah makam ayah (wafat tahun 2007)
ziarah makam ayah (wafat tahun 2007)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun