Namun lain cerita jika terkena luka dalam, kata Mas Otto, maka embun mesti diminum.
"Bagaimana cara meminum embun?" tanyaku.
"Ini sedikit repot memang, tapi cukup dengan menyiapkan banyak gelas di halaman rumah atau di lapangan setiap malam. Tinggalkan saja. Nanti setelah subuh ambil dan kumpulkan. Semakin banyak gelas yang ditaruh, semakin banyak embun yang bisa didapatkan," jawab Mas Otto.
Tetapi 5 setelah itu, selepas subuh, aku tidak pernah diajak Mas Otto ke lapangan melangkah di atas embun. Entah kenapa secara tiba-tiba Mas Otto sering tertawa sendiri. Setiap orang yang jadi lawan bicaranya akan dibalas dengan tawa yang lepas. Bahkan satu waktu Mas Otto sampai lemas karena terlalu banyak tertawa.
"Obati saja dengan embun," usulku, kepada kedua orang tuanya.
"Kenapa kamu jadi ikutan gila?" balas mereka menanggapi usulku.
4/Â
Tidak ada rerumputan di stasiun, tapi ada embun. Bisakah embun-embun ini mengobati risauku menunggumu?
5/Â
Seorang perempuan menangis di dekat toilet. Anehnya tidak ada yang menyadari itu. Aku yang baru saja membuang air besar jadi kikur sendiri: mesti bersikap seperti apa di hadapanku ada yang menangis sebegitu sendu?
Atau orang-orang di stasiun sudah biasa melihat kesedihan?
Aku berjalan menunduk, di depannya, Â hingga secara tiba-tiba kaki perempuan itu menghalangi langkahku.
"Kenapa lewat begitu saja?" tanya perempuan itu.