Mohon tunggu...
Hans Pt
Hans Pt Mohon Tunggu... Seniman - Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kalau Konsisten, PSI Bakal Rajai Senayan

13 November 2019   15:36 Diperbarui: 13 November 2019   15:33 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: mediaindonesia.com

Korupsi adalah musuh semua bangsa dan negara. Andaikata tidak ada korupsi, niscaya mayoritas masyarakat akan sejahtera. Sementara fakta yang terjadi adalah jumlah masyarakat yang prasejahtera selalu jauh lebih banyak. Salah satu penyebabnya adalah karena uang negara banyak yang bocor, yang mestinya untuk kesejahteraan orang banyak, tetapi dimakan sendiri oleh oknum pejabat.

Seorang mantan ketua KPK pernah melontarkan statemen bahwa andaikata tidak ada korupsi di negeri kita, maka pendapatan per kapita masyarakat Indonesia mencapai Rp 30 juta per bulan. Hitungan ini dia dasarkan dari kekayaan alam Tanah Air yang memang sangat melimpah. Andaikata saja pemerintah konsisten mengawal UUD 1945 pasal 33 ayat (1): "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat", maka perhitungan mantan tersebut di atas tidak mengada-ada.

Tetapi korupsi memang sudah menjadi kebiasaan yang tidak dapat dilepaskan dari banyak orang yang sedang memangku sebuah jabatan dan punya akses ke anggaran. Bahkan Fadli Zon, entah bercanda atau bagaimana, pernah mengatakan bahwa "korupsi itu oli pembangunan". 

Semua rakyat pada dasarnya rindu pemerintahan yang bersih dari korupsi. Buktinya KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi mendapatkan banyak simpati dari masyarakat, karena selama ini telah menangkap banyak koruptor dan menyelamatkan banyak uang negara. Tetapi ternyata tidak ada gading yang tidak retak. Tidak ada yang sempurna, termasuk KPK yang saat ini sedang menjadi sorotan karena banyak opini yang berhamburan tentang dia. Tapi tulisan sederhana ini tidak sedang ingin mengulas KPK yang akan habis masa jabatan komisionernya, pada Desember 2019 mendatang.

Saat ini kita, terutama masyarakat DKI Jakarta dan sekitarnya sedang heboh oleh anggaran siluman yang tertera dalam APBD 2020 DKI Jakarta. Kasus sejenis sebenarnya sudah terendus di masa Gubernur Ahok , yang berdasarkan hasil penelisikannya sendiri atas draf APBD itu, ditemukan anggaran yang judulnya aneh-aneh dan angkanya pun fantastis. Salah satu misalnya: dana untuk menyosialisasikan pemahaman tentang pidato gubernur, yang jumlah anggarannya miliaran. Ahok atau kini ingin disebut BTP (Basuki Tjahaja Purnama) yang merasa aneh dengan anggaran ini pun mencoret draf itu dengan kata-kata: PEMAHAMAN NENEK LU!

Maka sejak era Ahok gubernur, tak pernah ada damai bersenandung antara DPRD dengan BTP. Itu karena Ahok tidak ingin uang negara yang besarnya Rp puluhan triliun rupiah itu tidak tercecer sepeser pun. Sementara oknum-oknum lain yang selama puluhan tahun sudah terbiasa menikmati permainan angka-angka di APBD tersebut, sudah merasa terbiasa melakukan itu, dan tentu saja tidak rela jika ada yang menghambat. 

Terbukti, ketika Ahok lengser dan digantikan oleh Anies Baswedan, mendadak semua hening dan tenang. Tidak ada ribut-ribut antara Anies dengan para politikus yang bermarkas di Kebon Sereh tersebut. Ada apa? Ya, semua orang pasti maklumlah. Semua senang dan sejahtera. 

Tapi ketenangan selama dua tahun pemerintahan Anies, harus terusik oleh kehadiran kawula muda yang masuk Kebon Sereh lewat Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Partai baru pimpinan Grace Natalie ini sejak awal memang sudah bertekad tampil beda, tidak mau terperosok ke sistem yang sudah terlestarikan sejak lama, dan tidak ada yang ingin mengubah situasi ini. Semua orang sudah nyaman di tempat. PSI DKI Jakarta yang diisi darah-darah muda tidak ingin melebur dengan kondisi ini. Mereka siap dimusuhi oleh lingkungan demi menyuarakan kebenaran dan membawa perubahan. Untuk saat ini, slogan ini memperlihatkan wujud.

William Aditya, salah seorang kader PSI di DPRD DKI membongkar biaya pengadaan lem Aibon yang besarnya Rp 83 miliar di APBD 2020. Gara-gara temuan itu, ketahuan pula masih ada banyak anggaran-anggaran yang aneh dan jumlah dana yang fantastis. Beli pulpen Rp 124 miliar, beli pasir Rp 54 miliar, dan banyaaaaaaaaaaaaak lagi. Tentu saja masyarakat menyambut baik gebrakan anak-anak muda yang ingin membawa perubahan ini. Untung saja ada PSI, sehingga selamatlah uang rakyat sebesar triliunan rupiah. Coba kalau tidak ada William, siapa yang peduli? Tahun lalu, sebelum ada PSI di DKI, enggak ada kok yang menyoal APBD.

Maka ini adalah eranya PSI, dimulai di DKI Jakarta. Rakyat yang sudah muak dengan segala bentuk penyelewengan uang rakyat oleh oknum pejabat dan politikus, pasti mendukung sepak terjang para kader muda PSI ini. Tapi apakah mereka akan terus bertahan dan konsisten? Sebab pasti banyak hambatan, para senior itu masih terlalu kuat untuk diusik. Tak ada orang yang sudi jika kenyamanan yang sudah dinikmati selama puluhan tahun tiba-tiba diusik pendatang baru. Maka ke depan akan banyak rintangan dan halangan, seperti ancaman bahwa William akan dibawa ke BK DPRD. 

Orang yang telah berbuat baik melakukan tugas mengawasi penggunaan anggaran dengan benar dan baik, tetapi malah diancam diadukan ke BK. Kan sudah salah kaprah. Apakah nanti BK menjatuhkan sanksi atau sesuatu yang membuat para kader itu memilih mingkem, kita lihat sajalah. Tapi yang jelas, jika anak-anak muda itu tetap berani dan konsisten menyuarakan kebenaran, melawan korupsi, maka partai mereka akan melambung tinggi pada pemilu mendatang. Atau bila sebaliknya, ya kembali nyungsep. Tapi semoga tidak..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun