Mohon tunggu...
Hans Hayon
Hans Hayon Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Membangun Ketahanan Keluarga, Merawat Kedaulatan Negara

3 Agustus 2017   15:59 Diperbarui: 3 Agustus 2017   16:20 778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Pertama, menjaga kesehatan mata. Penggunaan media sosial yang berlebihan akan mengganggu kesehatan mata anak karena radiasi layar monitor. Kedua, pola tidur yang tidak teratur. Anak cenderung sulit tidur sesudah menggunakan media sosial, baik karena gangguan radiasi maupun karena isi media yang diakses. Ketiga, kesulitan membangun konsentrasi. Hal ini merupakan persoalan serius dewasa ini. Karena terlalu banyaknya informasi yang terserap dalam ingatan dan kegairahan dalam memberikan aksi, anak menjadi sulit berkonsentrasi pada satu hal. Keempat, menurunnya prestasi belajar. Meskipun tidak mudah dibuktikan, namun pada umumnya, penggunaan media sosial secara berlebihan berpengaruh pada prestasi belajar anak. 

Berselancar di dunia maya cenderung dinilai jauh lebih memikat ketimbang duduk dan membaca buku. Kelima, terganggunya perkembangan fisik. Karena ketagihan pada konten tertentu, anak akhirnya lupa makan, minum, dan buang air, yang berdampak pada terganggunya sistem pencernaan. Keenam, menghambat proses sosialisasi. Penggunaan media sosial yang serampangan dapat membuat anak menjadi pribadi yang cenderung egois, sulit bergaul dengan orang lain di dunia nyata, bahkan hilangnya berbagai nuansa perasaan. Ketujuh, menunda perkembangan bahasa anak. Perkembangan bahasa dimulai dari adanya sosialisasi anak dengan anggota keluarga dan masyarakat. Perkembangan itu terhambat jika sosialisasi tersebut diambil alih oleh pergaulan di media sosial. Kedelapan, miskin imajinasi. Perkembangan generasi masa kini ditandai oleh adanya kemunduran dalam hal imajinasi. Percepatan informasi yang datang silih berganti tanpa jeda membuat anak tidak sempat membuat pengendapan dan refleksi. Selain itu, kecenderungan untuk memilih lebih menonton film daripada membaca karya fiksi membuat daya imajinasi anak semakin miskin dan menyedihkan.

Solusi

Terdapat beberapa solusi yang saya tawarkan untuk mengatasi persoalan di atas, antara lain: Pertama, orangtua perlu menambah wawasan mengenai bentuk-bentuk media sosial. Dengan mengenal apa itu facebook, blog, twitter, dan bentuk lain dari media sosial, orang tua bisa menentukan batasan tertentu mengenai kapan dan bagaimana fitur-fitur tersebut digunakan secara efektif dan efisien. Kedua, mengatur dan mendampingi anak dalam penggunaan perangkat digital dan media sosial secara jelas. Ketiga, mengimbangi antara penggunaan media sosial dan interaksi sosial di dunia nyata. 

Dalam rangka mengasah kepekaan emosional, ketajaman analisis, dan keluwesan dalam bersosialisasi, orangtua perlu mengajak anak untuk berinteraksi di dunia nyata. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengajak anak ke toko buku, pertunjukan seni, berkenalan dengan permainan tradisional, dan menghidupkan budaya story telling. Keempat, memilih program dan tayangan yang positif. Isi tayangan sangat berpengaruh pada daya ingat anak. Hindari konten yang menampilkan kekerasan fisik dan verbal, serta tayangan yang menimbulkan rasa takut akan fantasi seperti film horor. Kelima, orangtua mesti selalu menelusuri aktivitas anak di dunia maya. Keenam, membuat daftar penggunaan media sosial berdasarkan kategori usia. Dengan adanya penetapan seperti itu, anak diarahkan hanya pada jenis dan komposisi media berdasarkan usianya.

Peran Pihak Lain


Institusi pemerintah, anggota masyarakat, lembaga keagamaan, dan adat istiadat juga berperan penting dalam mengupayakan penggunaan media sosial yang tepat bagi terbentuknya ketahanan keluarga. Sebuah langkah bagus ketika pemerintah telah menetapkan batasan usia bahkan memblokir konten media sosial yang dianggap melanggar norma sosial. Meskipun demikian, hal itu sama sekali belum meminimalisir kemungkinan negatif lain yang masih bertebaran di dunia maya. Oleh karena itu, peran lembaga keagamaan dan adat istiadat sangat dibutuhkan terutama dalam memberi seruan profetis. 

Di samping itu juga, lembaga adat istiadat hendaknya bersinergi dengan pelbagai pihak untuk mengadakan pendampingan secara rutin dalam mempromosikan kearifan lokal, yang dibayangkan bisa menjaga ketahanan diri generasi muda dari penggunaan yang salah atas media sosial. Untuk mewujudkan ideal seperti ini, pelbagai pihak di atas juga bisa memanfaatkan media sosial sebagai sarana pewartaan tentang pentingnya nilai-nilai luhur seperti kemanusiaan, cinta kasih, dan kepedulian sosial. Mengingat sasarannya adalah generasi muda maka hendaknya diupayakan agar konten yang ditampilkan tersebut dikemas dalam metode yang menarik dan tidak menjenuhkan.

Tulisan ini telah dibagikan di https://twitter.com/HayonW/status/893033816272416768

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun