Mohon tunggu...
Hanung Hanindhito
Hanung Hanindhito Mohon Tunggu... -

hanya manusia biasa :)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Beringin dan Jelatang

4 Januari 2011   14:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:58 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu sore, saya dan bapak duduk-duduk santai di teras rumah sambil menikmati suguhan kopi panas yang dibuatkan oleh ibu.

[caption id="attachment_83024" align="aligncenter" width="300" caption="Teras rumah kami"][/caption]

Kami berbincang santai tentang segala hal.

Mengenai pekerjaan, keluarga, cucu-cucu beliau dan juga pengalaman beliau semasa masih bekerja.

Sampai suatu saat, pembicaraan kami menyentuh mengenai masalah kehidupan.

Dari hal itu, banyak yang beliau ceritakan kepada saya.

Tapi yang paling saya ingat sampai saat ini adalah :

“ Jadilah kamu pohon beringin. Jangan jadi rumput jelatang.”

Batin saya bertanya. Kenapa saya harus jadi seperti pohon beringin?

Bukan menjadi seperti seekor Naga, hewan favorit yang notabene shio saya juga.

Bukan menjadi seperti kayu, elemen favorit saya.

Atau bukan menjadi air.

Apakah beliau menginginkan saya untuk berkader di salah satu partai bergambar beringin?

Tapi itu tidak mungkin. Karena beliau adalah seorang Marhaen J

[caption id="attachment_83025" align="aligncenter" width="300" caption="Beringin"]

129414864782556917
129414864782556917
[/caption]

Berdasarkan dari literatur yang saya peroleh, beringin mempunyai klasifikasi :

Kingdom : Plantae ( Tumbuhan )

Sub kingdom : Tracheobionta ( Tumbuhan berpembuluh ) Super Divisi : Spermatophyta ( Menghasilkan biji ) Divisi : Magnoliophyta ( Tumbuhan berbunga ) Kelas : Magnoliopsida ( berkeping dua / dikotil ) SubKelas : Dilleniidae Ordo : Urticales Famili : Moraceae ( suku nangka-nangkaan ) Genus : Ficus Spesies : Ficus benjamina L. Deskripsi : Pohon besar, diameter batang bisa mencapai 2 m lebih, tinggi bisa mencapai 25 m, bahkan lebih. Batang tegak bulat, permukaan kasar, coklat kehitaman, keluar akar menggantung dari batang. Daun tunggal, lonjong, hijau, panjang 3 - 6 cm, tepi rata, letak bersilang berhadapan. Bunga tunggal, keluar dari ketiak daun, kelopak bentuk corong, kuning kehijauan. Buah buni, bulat kecil, panjang 0.5 - 1 cm. Perbanyaan dengan biji.

Sedangkan rumput jelatang, tidak banyak hasil yang saya peroleh mengenai tumbuhan tersebut, selain sejenis tumbuhan yang hidup sebagai gulma atau hama, dan biasanya hidup di ladang atau sawah.

Tumbuhan ini apabila tersentuh oleh kulit dapat menyebabkan gatal-gatal.

[caption id="attachment_83026" align="aligncenter" width="300" caption="Jelatang"]

1294148695166854675
1294148695166854675
[/caption]

“Jadilah kamu seperti pohon beringin, jangan jelatang.” ulang beliau.

“Kenapa pak?” tanyaku

“Kamu tahu pohon beringin kan?”

“Tentu tahu pak.” jawabku sambil menghembuskan asap Marlboro Light ke udara.

“Beringin itu adalah pohon gagah yang tinggi besar, dengan daun yang rimbun. Dan, siapa orangnya yang tidak inign berteduh dibawah pohon tersebut tanpa harus takut tertimpa oleh buahnya walaupun angin bertiup kencang?”

“Sedangkan jelatang hanya akan menyebabkan orang menjadi gatal apabila bersentuhan dengannya.”

Artinya :

Nak, jadilah kamu orang yang dapat menjadi tempat bersandar, berteduh, dan bercerita, tanpa dia harus mempunyai rasa wa-was terhadap kita. Buatlah orang tersebut merasa nyaman apabila bersama kita.

Jangan jadi orang yang menyebabkan orang lain enggan untuk berdekatan dengan kita. Enggan untuk bersama kita.

Wah, ternyata itu yang dimaksud beliau dengan kalimat tadi.

Saya setuju dengan  pendapat beliau.

Sendiko dawuh bopo. Siap laksanakan.

Namun kemudian, beliau melanjutkan.

“Beringin itu memang pohon yang kokoh di segala cuaca. Tapi, dia mati karena tubuhnya yang koyak dari dalam.”

Hah? Apalagi itu?

Belum sempat mulut saya bertanya lebih jauh kepada beliau, terdengar azan Magrib yang mengharuskan kami menyelesaikan pembicaraan ini, karena kami harus segera menunaikan ibadah shalat Magrib.

Namun di benak saya yang terdalam masih tersisa satu pertanyaan.

Apa maksud dari kalimat beliau yang terakhir?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun