Pembusukan dalam tubuh KPK disinyalir tidak terjadi kali ini saja, hal ini terendus dalam peristiwa-peristiwa sebelumnya.
Dimulai ketika pemberhentian Firli Bahuri sebagai Ketua KPK karena terlibat dalam dugaan pemerasan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Ketika Firli menjadi tersangka oleh Polda Metro Jaya terkait dugaan pemerasan terhadap SYL, pihak kepolisian menyita dokumen penukaran valas dengan total nominal Rp 7,4 miliar.
Kemudian terungkap di persidangan SYL bahwa mantan Ketua KPK Firli Bahuri meminta Rp 50 miliar kepada eks Mentan (SYL).
Tindakan pemerasan yang dilakukan Firli kepada SYL merupakan tindakan pembusukan terhadap KPK.
Lembaga pemberantasan korupsi seperti KPK di Indonesia, seharusnya bekerja dalam batas-batas hukum dan etika yang berlaku dalam menjalankan tugasnya untuk memberantas korupsi.
Pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan mengikuti prosedur hukum yang berlaku, yang meliputi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.
Tindakan-tindakan di luar norma tersebut seperti pemerasan terhadap koruptor atau siapa pun tidaklah dibenarkan dan dapat merusak integritas lembaga pemberantasan korupsi itu sendiri.
Aksi buruk Firli sebagai eks Ketua telah menjadi teladan bagi pegawai KPK lainnya.
Pembusukan di dalam tubuh KPK berlanjut secara masif.
Terdapat 93 orang petugas Rumah Tahanan (Rutan) KPK diproses etik oleh Dewas KPK karena terkait kasus pungutan liar (pungli) terhadap tahanan KPK.