Mohon tunggu...
Hadassah O
Hadassah O Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati Sosial

Orang Korea yang tinggal di Indonesia Pemerhati masalah sosial

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar Pluralisme dari Bougenvile

20 November 2018   14:56 Diperbarui: 20 November 2018   15:24 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya berasal dari negeri yang berwarna monoton dari segi sosial dan budaya. Maklum, satu bahasa dan satu suku di negeri yang ukuran tanahnya hanya dari Indonesia selama kira-kira 5.000 tahun sejarah. 

Memang, provinsi demi provinsi memiliki nuansa yang sedikit-sedikit berbeda-beda, misalnya logat bahasanya, kue-kue khas serta makanannya, dan cara mengungkapkan emosinya. Kondisi ekonomi tiap provinsi pun dikit-dikit berbeda. Ada provinsi yang lebih maju dan ada yang kurang begitu. Namun, perbedaan itu tidak seberapa jika dibandingkan dengan Indonesia yang begitu kaya dalam aspek sosial dan budaya.

Satu hal yang lebih beragam di negeri asal saya daripada Indonesia adalah musim. Ya, Korea Selatan memiliki empat musim, dan tiap-tiap musim memiliki keindahan yang luar biasa. Musim semi dimana kehidupan mulai nongol lagi dari keterdekapan di dalam bumi selama musim dingin akan membuat Anda terkagum-kagum oleh pesonanya. 

Magnolia yang bunganya duluan mekar sebelum daunnya tumbuh, bunga sakura yang menyilaukan, dan bunga kanola yang warna kuning terangnya terbentang luas di pulau Jeju, sampai bunga azalea yang berwarna pink yang bermekaran di seluruh pegunungan Korea itu pasti akan membuat Anda berteriak kekaguman dan kegirangan. 

Keindahan musim-musim lainnya lain kali saja saya perkenalkannya, sebab yang mau saya ceritakan di sini bukan keindahan Korea, melainkan justru keindahan yang Indonesia miliki sebagai aset yang sangat berharga, bahkan dapat dikatakan itu bukan hanya aset bagi Indonesia, melainkan bagi dunia dan seluruh penduduk bumi, yaitu pluralismenya Indonesia.

Indonesia begitu kaya dalam agama, suku, bahasa, makanan, alam, dan otomatis budaya. Suatu kondisi yang hanya dimiliki sedikit negara di dunia. Tangan Tuhan telah membentuk Indonesia dengan warna-warni dan corak-corak yang begitu beragam, dimana jika melihat satu demi satu, memiliki kekhasan tersendiri, dan jika disatukan, menyatakan sebuah komunitas bangsa yang harmonis dan menawan, seperti potongan demi potongan puzzle akhirnya menyatakan sebuah gambar yang indah yang tadinya tak terbayangkan.

Tetapi, satu hal yang sangat menyedihkan di dunia ini menyangkut umat manusia menurut saya adalah memanfaatkan sesuatu yang indah untuk tujuan yang tidak mulia, untuk kepentingan seorang diri, atau lebih parahnya untuk kemakmuran diri sendiri, dan untuk kekuasaan diri sendiri. 

Manusia tega mengacaukan perdamaian demi sedikit keuntungan diri, tega memecahkan keharmonisan demi tujuan yang egosentris belaka, bahkan menganggap sangat enteng akan jiwa-jiwa sesama manusia! Betapa mudah manusia memiliki pandangan yang dangkal sekali, sebab semua tindakan dan perbuatan yang murni egosentris itu akan menjadi ancaman bagi dirinya sendiri juga, dan mengancam seluruh umat manusia di muka bumi yang dianugerahkan Sang Pencipta.

Suku merugikan suku, pulau merugikan pulau, agama merugikan agama, dan yang paling menyakitkan adalah orang-orang yang memanfaatkan semua ini di belakang dalam kegelapan. Suku bukanlah sesuatu yang bersifat metafisis, agama bukan sesuatu yang metafisis, pulau bukan sesuatu yang sekedar materi, melainkan semua itu adalah jiwa, manusia. 

Jiwa-jiwa terbungkus dalam nama yang berbeda dengan diri saya sendiri, terbungkus dalam lampin yang berbeda dengan punya saya. Namun mata kita tak mampu tembus pandang, sehingga hanya dengan melihat lampin bungkusan jadi suka, jadi benci, jadi takut, jadi menghindari, jadi meremehkan, jadi mendiskriminasi, atau jadi mengingini.

Saya mencoba membayangkan sebuah adegan dimana setiap penganut agama di negeri ini berhenti berdakwah dengan kata-kata. Sebagai gantinya hanya bersikap menghargai sesama terlepas semua kondisi lahiriah yang dimiliki masing-masing, menyalurkan kasih setia kepada mereka yang berhak menerimanya, dan memperlakukan manusia sebagai pribadi-pribadi yang bermartabat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun