Mohon tunggu...
Guntur Saragih
Guntur Saragih Mohon Tunggu... -

Saya adalah orang yang bermimpi menjadi Guru, bukan sekedar Dosen atau Trainer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ada Apa dengan American Values

30 November 2016   23:27 Diperbarui: 30 November 2016   23:55 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saat Bill Clinton tersandung masalah skandal dengan Lewinsky, rakyat Amerika marah, dan Clinton harus berhadapan dengan resiko dilengserkan dari jabatan Presiden Amerika Serikat. Kasus skandal seksual di negara liberal seperti Amerika masih menjadi hal yang dianggap bertentangan dengan moral bangsa tersebut.

Namun, apa yang terjadi dengan Amerika hari ini, saat Trump dipilih sebagai presiden yang ke 45. Bukankah Trump memiliki begitu banyak peristiwa  yang dapat dianggap bertentangan dengan nilai moral Amerika. Mulai dari kasus pelecehan, profesi foto model panas Melinda (istri Trump), penggelapan pajak, rasis, dan lain sebagainya. Bahkan, peristiwa bocornya email Hillary diduga jauh lebih berpengaruh dibandingkan dengan seluruh yang dimiliki Trump.

Demokrasi yang selalu dijunjung tinggi Amerika, bahkan selalu didengung-dengungkan di berbagai negara seakan tidak begitu hadir dalam setiap pidato Trump. Kelompok feminis yang begitu tumbuh subur di Amerika seakan tidak begitu berarti dengan terkuaknya berbagai persitiwa yang melecehkan wanita. Rakyat Amerika pemilih Trump menutup mata atas segala hal-hal buruk Trump yang pada dasarnya melanggar berbagai nilai-nilai Universal.

Lantas, mengapa Ia jadi pemenang, apakah begitu kecewanya rakyat Amerika terhadap berkuasanya demokrat selama delapan tahun. Apakah karena sulit menerima Hillary, seorang perempuan untuk menjadi Presiden pertama perempuan, apakah karena sudah begitu sulitnya kehidupan ekonomi warga Amerika. Pastinya seluruh alasan tersebut dilandasi alasan yang lebih substantif.

Dalam konteks soft competency, alasan substanstif diri seseorang dalam menentukan apa yang ia putuskan adalah personal values yang ia miliki. Ia lah yang menjadi kompas untuk menentukan kemana ia bertindak. Dalam pemilihan presiden Amerika Serikat, jelas ada begitu banyak trade off,baik Hillary maupun Trump pastinya tidak sempurna ideal bagi pemilih, namun keputusan harus diambil berdasarkan hirarki values yang dimiliki warga Amerika.

Personal Values lah yang membuat seseorang dapat menentukan prioritas atas seluruh konsekuensi dari apa yang ia ambil. Pada akhirnya ia akan mengambil yang paling kecil kerugian terhadap pelanggaran valuesnya, atau yang terbesar kesesuaian dengan values. Berdasarkan hasil pemilu, maka segala hal buruk Trump yang bagi orang lain dianggap pelanggaran besar, tetapi tidak bagi pemilih Trump. Mungkin saja, warga Amerika masih memegang nilai-nilai dasar kemerdekaan “ semua orang diciptakan sama” . Namun, nilai ini tidak lagi menjadi nilai utama bagi warga Amerika.

Alternatif lain yang terjadi di Amerika Serikat adalah pergeseran personal values, nilai kebebasan bukan lagi yang paing tinggi statusnya, melainkan nilai keselamatan diri mungkin saja yang paling tinggi mengalahkan nilai-nilai yang dilanggar oleh Trump. Apakah kesulitan ekonomi warga Amerika membuat mereka lebih mengkedepankan keselamatan diri, apakah ketakutan imigran didasarkan ketakutan tidak mendapatkan pekerjaan.

Selama ini kita mengenal Amerika yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan, Warga Amerika saat ini bukan lagi masyarakat yang memandang Amerika sebagai tanah pengharapan. Orang yang dahulu berfikir bahwa Amerika dapat memberikan kesempatan kepada siapa saja yang berusaha. Orang yang dahulu menganggap hidup berdampingan meskipun berasal dari bangsa yang berbeda-beda. Seperti yang kita tahu, mayoritas orang Amerika sekarang ini adalah keturunan dari pendatang Eropa.

Pergeseran personal values merupakan transisi yang cukup krusial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai sebuah bangsa bentukan, Amerika tidak memiliki akar historis yang kuat untuk dijadikan fondasi pembentuk personal values warganya. Kebebasan yang ditanamkan sebagai nilai kebangsaan pada dasarnya masih harus diuji oleh kepentingan pragmatis warganya.

Berbagai peneliti telah banyak meninjau personal values, Rokeach (1968) mendefinisikan Personal Values sebagai keyakinan. (Kilman: 1981,  Rokeach 1973, 1979, Schwartz & Bilsky:1987, William 1968,1970) dalam Nwadei (2003) mendefinisikanvaluessebagai standar atau kriteria untuk tindakan. Schwartz (1992) menentukan enam hal yaitu (i) keyakinan, (ii) hasrat yang diinginkan, (iii) transden saksi dan situasi, (iv) standar kriteria, (v) dasar prioritas kepentingan, (vi) ukuran penentuan hal yang dianggap penting.

            Keutamaan personal values adalah pengaruhnya yang besar terhadap perilaku. Melalui personal values, seseorang dapat menentukkan apa yang benar dan apa yang salah, dan apa yang harus. Personal values memotivasi kita dalam arah tertentu yang selalu positif (Lindorff 2010:353). Personal values mewakili apa yang diinginkan, dan membimbing tindakan sehari-hari, pengikat kelompok, membantu menyelesaikan konflik dan mendorong perbaikan diri (Dolan et al 2004:159). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun