Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Mari Mengenal "Social Listening"

25 Maret 2019   13:47 Diperbarui: 26 Maret 2019   18:10 1982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sculpture Listen oleh Couleur - Foto: pixabay.com

Social listening (SosLis) mungkin belum banyak yang mengetahui.  Walau pun secara utuh lebih pas disebut social media listening. Namun aktivitas SosLis ini tidak terbatas dalam platform sosmed.

Tidak ada definisi pasti SosLis. Namun inti aktivitas ini adalah merangkum, memantau, dan memahami data, engagement, dan sentimen sosial. Yang umumnya ditargetkan dari sebuah produk, key messages, atau kampanye kompetitor.

Masih banyak perdebatan apakah social listening serupa dengan social monitoring. Tetapi ada yang beranggapan social listening lebih menekankan bentuk sentiment analysis. Sedang social monitoring hanya berupa mengumpulkan dan memahami data. 

Social monitoring pun hanya dianggap membaca data yang sudah terkumpul dari interaksi sosmed sebelumnya. Sedang social listening lebih fokus pada potensi menelaah dan mengubah data dan sentimen yang ada ke depan.

Social listening dan/atau monitoring banyak diaplikasikan pada ranah CRM atau Customer Relationship Management. Begitupun dengan social monitoring. Tak jarang, kedua aktifitas tersebut berjalan seiringan.  

Data dari users yang bisa dikumpulkan seperti jumlah komentar, share, re-tweet, like, dsb. Dalam hal ini kuantitas social gesture yang kita dapat pada promosi produk, tagar atau aktifitas produk saingan. 

Dari data yang dikumpulkan dan kemudian diolah. Aktifitas SosLis akan melihat dan memberi feedback pada engagement yang terjadi. Misalnya membalas mention atau komentar users. Juga memberikan klarifikasi atas kesalahan maupun mengkomunikasikan kritik/saran/keluhan konsumen.

Lebih dalam dari sekadar memantau engagement diatas. SosLis pun memilah dan menelaah sentimen publik atau konsumen pada kampanye sebuah produk. Dari ragam interaksi social gesture, bisa diamati keywords bernada positif/negatif/netral. Sehingga bisa menjadi sebuah insight atau eksperimen baru di masa datang.

SosLis memungkinkan suatu produk/key message dipantau dan disesuaikan secara real time. Dengan kata lain, sebuah kampanye produk/isu sosial bisa disesuaikan dengan segala yang aktual di satu momentum.

Application - Foto: pexels.com
Application - Foto: pexels.com
Misalkan tagline baru sebuah layanan aplikasi e-commerce menyesuaikan nuansa Ramadhan sebentar lagi. Mulai dari 3-4 bulan bahkan 6 bulan sebelum puasa dimulai. Tagline berbelanja untuk hari raya atau bernuansa hari Lebaran mulai dibuat.

Bentuk SosLis ini dapat diparalelkan dengan iklan via TV. Namun SosLis via sosmed memiliki poin penting sendiri. Bentuk kampanye sosmed bisa dipersonalisasi atau di-tweak sesuai waktu, demografi, bahkan rekam jejak digital users. 

SosLis juga bisa dikolaborasi dengan influencers di Facebook, Twitter, Instagram, atau YouTube. Karena data SosLis yang dihimpun oleh influencer/selebtwit/selebgram akan begitu segmented, interaktif, dan real time. Maka insight yang didapat pun berbeda.

Influencers adalah orang/akun yang postingannya dianggap penting dan berpengaruh. Dalam hal ini, kuantitas followers/friends menjadi parameter awal untuk kolaborasi. Begitupun dengan niche atau spesifikasi konsumen/pasar/skill yang dimiliki influencers.

Sehingga sentimen yang berasal dari influencers menempatkan aktifitas SosLis krusial. Terutama dalam hal kampanye produk/jasa, isu sosial, bahkan isu politik. Dan kadang jasa via para influencers ini tidak sedikit biayanya.

SosLis tidak hanya jadi ajang memahami dan melihat potensi konten positif. Seperti halnya promo sebuah produk. Begitupun dengan konten negatif atau menggiring opini. Misalnya dalam menyebar hoaks atau misinformasi via sosial media.

Alat atau tools SosLis sudah banyak tersedia di sekitar kita. Contohnya seperti Hootsuite yang sudah lama saya gunakan. Contoh tools lain seperti Sprout Social, Syntesio, Sysomos, dan Brandwatch juga menyedikan fungsi SosLis. 

Penyedia tools SosLis ini menerapkan tarif berbeda. Para pengguna freemium tentu akan tidak mendapat fitur yang serupa dengan user pro atau berbayar. Tenang saja, Google juga menyediakan fitur gratis SosLis dengan bantuan Google Alert.

Secara akademis, SosLis juga bisa diaplikasikan. Terutama dalam memantau produk jurnalisme digital. Baik itu dari media legacy maupun media digital. Potensi bias dalam memberitakan setidaknya bisa terlihat dari headline, konten, dan followers dari sebuah media. Hal ini bisa menjadi isu yang penting dalam SosLis secara akademis.

Tentunya, riset longitudinal SosLis pada hal diatas membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Sedang pada sebuah produk/kampanye sosial/politik hasil dan trend-nya bisa dipantau dan diubah dari waktu ke waktu.

Referensi: hootsuite.com | huffingtonpost.com | pcmag.com
Salam 
Solo, 25 Maret 2019 | 01:47 pm

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun