Mohon tunggu...
Asep Abdurrahman
Asep Abdurrahman Mohon Tunggu... Dosen - Hidup untuk berkarya dan berkarya untuk hidup

Motto: Membelajarkan Hidup dan Menghidupkan Belajar.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Kita Tercoreng Kembali

22 April 2019   17:37 Diperbarui: 23 April 2019   08:30 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun, angka-angka yang dipublikasi tersebut masih sebatas kasus yang dilaporkan atau yang memperoleh pelayanan di Rumah Sakit, Puskesmas, KPAI, Kepolisian dan lembaga pelayanan dan perlindungan anak. Dan mungkin saja banyak kasus yang tidak laporkan karena mendapatkan tekanan dan ancaman dari pelaku.

Menurut KPAI (2012) kasus kekerasan terhadap anak paling banyak dilakukan oleh orang tua kandung (44,3%), diikuti oleh teman (25,9%), tetangga (10,9%), orang tua tiri (9,8%), guru (6,7%) dan saudara (2%). 

Kekerasan yang dimaksud disini adalah penggunaan kekuatan fisik, kekuasan, dan ancaman terhadap diri sendiri, perorangan atau kelompok yang mengakibatkan memar, trauma, kelainan psikologis dan perkembangan fisik yang kurang normal.

Namun, kepolisian dalam kasus Audrey ini terjebak dengan Undang-Undang perlindungan anak. Dalam Undang-Undang tersebut dikatakan bahwa anak-anak yang masih dibawah umur, tidak terkena hukum. Dan keadilan hukumnya diserahkan diluar pengadilan.

Undang-Undang ini, sepeti pisau bermata dua. Disatu sisi, pemerintah melindungi anak-anak Indonesia dari kekerasaan. Tetapi disisi lain, keadilan bagi korban belum mendapat perhatian serius dari pemerintah.

Jika keadilan soal kekerasan diserahkan diluar pengadilan, maka hemat penulis rentan terjadi adu kekuatan antara pelaku dan korban. Dua-duanya ingin mendapat keadilan. Bisa saja pelaku punya kekuatan untuk mengalahkan korban dan korban menjadi tidak punya kekuatan. Atau sebaliknya, korban punya kekuatan sementara pelaku berada dipihak yang lemah.


Lalu bagaimana?

Secara psikologis, korban dalam waktu dekat ini harus mendapatkan trauma healing dari pihak-pihak yang berkompeten dibidangnya. Didampingi kelaurga terdekat, sahabat, dan teman sebagai bentuk dukungan moril bagi korban.

Bagi pelaku, sejatinya semua pihak harus iku andil mencegah terjadinya kekerasan. Baik pribadinya, keluarga, masyarakat, pemerintah, sekolah, guru, media sosial, tokoh masyarakat, para politikus, para pengusaha warnet, dan lain sebagainya.

Dilapangan sebagaimana hasil riset di atas, salahsatu faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan yaitu pengaruh game online. Disamping game online, dirinya sendiri berpotensi menjadi pelaku tindak kekerasan.

Pelaku kekerasan, lazimnya memang dilakukan oleh pelaku yang berjenis kelamin laki-laki. Namun, hasil penelitian perempuan juga ada yang menjadi pelaku tindak kekerasan sebagaimana yang menimpa Audrey, dimana pelakunya adalah siswi SMA yang berusia 17 tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun