Mohon tunggu...
ggpaasuu
ggpaasuu Mohon Tunggu... -

ggpaasuu

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada Langsung Lebih Banyak Kerugian, Layakkah Untuk Dilanjutkan?

16 Oktober 2015   08:13 Diperbarui: 16 Oktober 2015   08:23 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebuah Catatan Menjelang Pilkada Langsung 2015

Pilkada Langsung Lebih Banyak Kerugian, Layakkah Untuk Dilanjutkan??

Rabu 18 Maret 2015, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Undang-undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada Serentak.Lebih dari 290 daerah akan ikut ambil bagian dalam hajatan pesta demokrasi ini, di sisi lain pemerintah pusat telah menganggarkan dana lebih dari enam Triliun rupiah untuk penyelanggaran Pilkada serentak ini.Sebuah dana yang cukup besar, bahkan lebih besar daripada total dnaa yang dibutuhkan untuk seluruh penyelenggaaraan pilkada jika penyelenggaraan pilkada nya tidak serentak, dan hal ini telah diakui oleh Mendagri sendiri dalam banyak kesempatan.

Sebagai sebuah negara demokrasi,tentu saja pemilu adalah sebuah keniscayaan untuk negeri ini sebagai wadah pemilihan pemimpin setiap lima tahun sekali.Harus kita akui bahwa semenjak masa reformasi, demokrasi kita ini bisa dibilang sudah terlalu liberal dan kebablasan.demokrasi kita terlalu berkiblat ke Amerika, tanpa telaah lebih lanjut apakah hal itu baik bagi negeri kita, padahal sama sama kita tahu bahwa situasi dan kondisi indonesia tentu sangat jauh berbeda dengan amerika baik dari sisi budaya,SDM,dan hal lainnya.

Sekedar contoh, salah satu demokrasi produk Amerika yang sudah kita “teladani” adalah Pemilu langsung (pileg,pilpres,dan pilkada).Kita seakan telah lupa atau pura pura lupa bahwa mayoritas masyarakat kita ini masih “lugu”.Tentu bukanlah sebuah keputusan yang bijak jika mayoritas rakyat kita yang masih belum “melek politik” dipaksa untuk memilik “pemimpinnya” sendiri secara langsung.

Dan sialnya,”celah” ini akhirnya benar- benar dimanfaatkan oleh orang-orang yang “cerdik” (baca: licik) untuk mewujudkan ambisi dan obsesi mereka yaitu meraih kekuasaan.
Mereka para “cerdik pandai “ itu melancarkan sebuah program operasi “pembodohan” massal yaitu program brainwash (cuci otak) masal kepada mayoritas rakyat yang masih lugu itu.
Melalui media massa baik televisi,media cetak maupun media elektronik setiap hari program pembodohan ini disajikan, ibarat iklan komersial,karena setiap hari di iklankan tentu saja “produk” mereka ini akhirnya benar-benar “laku keras di pasaran.

Dan ujung-ujungnya merekapun menang besar pada pemilu dan kekuasaan pun kini sudah berada dalam genggaman.Program yang terencana,sistematis dan masif dan berlangsung terus menerus itulah, yang sekarang kita kenal sebagai “pencitraan”.
Didunia ini banyak manusia jahat dan kejam, tapi bagi saya tidak ada yang lebih jahat daripada mereka yang “tega” membodohi dan menipu orang – orang lugu dengan sebuah drama “keluguan”dan “kesederhanaan” demi meraup kekuasaan.

Semua kebijakan memang akan selalu menimbulkan pro dan kontra, dan akan selalu ada sisi positif dan negatifnya, begitu juga dengan sebuah Pemilu secara langsung (Pilkada),Kita tidak menutup mata bahwa pilkada secara langsung mempunyai tujuan yang mulia yaitu memberikan rakyat “hak” untuk memilih sendiri secara langsung calon pemimpinnya.Tapi kita juga tidak bisa memungkiri bahwa banyak sekali kerugian pemilu langsung.Ketika sebuah kebijakan banyak “mudharat”nya tentu wajar jika kita ditelaah ulang.
Berikut ini akan saya tampilkan beberapa kerugian pemilu langsung.
Pemborosan Anggaran.

Data dari pemerintah,untuk setiap penyelenggaraan pilkada kabupaten rata-rata dibutuhkan dana 25 Miliar rupiah.Dan dibutuhkan minimal dana 100 Miliar untuk Pilgub.Tentu saja hitungan ini masih terlalu kecil, faktanya dalam Pilgub Jatim tahun 2013 kemarin yang sampai putaran dana yang terpakai begitu besar yaitu hampir satu triliun.Dana ini jika kita kalikan dengan jumlah seluruh propinsi dan seluru kabupaten/kota tentu akan menghasilkan total biaya yang sangat besar.Tentu saja dana sebesar ini akan lebih bermanfaat jika dialokasikan untuk hal lain yang lebih urgent daripada hanya “menguap” untuk membeli kertas suara.

Calon Artis dan Pencitraan Pilkada langsung membuka peluang bagi siapa saja untuk maju sebagai calon pemimpin tanpa melihat kapasitas dan kepabilitisnya,karena yang lebih diutamakan adalah “popularitas” bukan ketokohan. Itulah kenapa saat ini banyak artis – artis yang nyaleg maupun nyalon jadi kepala daerah.Karena begitu krusialnya sebuah “popularitas” maka tidak ada cara lain bagi mereka yang bukan tokoh terkenal atau artis untuk menaikkan popularitasnya selain dengan cara “pencitraan”.Tentu kita tidak bisa melarang orang-orang ini untuk mencalonkan diri, tapi kita hanya berharap agar mereka ini “tau diri”.Tahu siapa dirinya dan tahu kapasitas dan kapabilitasnya.Karena inilah jangan heran jika semakin banyak orang – orang yang tidak berkompeten menjadi pejabat kita.Bahkan ada yang sekelas pemimpin tertinggi tanda tangan Perpres tanpa membaca dan paham dengan isi peraturannya.Tobat !

Konflik Horisontal Pemilu langsung telah membuka pintu konflik antar pendukung,salah satu contoh saja tentu kita belum lupa dengan kerusuhan di kota Tuban, jawa timur akibat Pilkada Tuban tahun 2006.Begitu juga dengan kerusuhan di Kuansing,Dairi,Palopo, Palembang,Probolinggo dan di daerah lainnya.Sampai kapan hal ini akan kita biarkan??Masihkah kita ingin pilkada ini jalan terus,dengan potensi rusuh yang siap meledak kapan saja??

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun