Mohon tunggu...
iGenst
iGenst Mohon Tunggu... Guru - Ion Genesis Situmorang

Hanya seseorang yang belajar menulis dari kegalauan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kekuatiran, Generasi 2045 Hanyalah Sebuah Mimpi

5 Mei 2015   20:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:20 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ada sebuah harapan dan tujuan dalam tahun 2045. Ya, tepat 30 tahun lagi dari sekarang, Bangsa ini akan merayakan hari kemerdekaannya yang ke-100. Indonesia diharapkan memiliki generasi mengkilap dan pemimpin yang luar biasa untuk membawa Indonesia menjadi Negara yang berpengaruh di jagad raya ini.

Waktu yang tidak terlalu lama lagi tentunya untuk sebuah bangsa berbenah ke sana. Mungkin banyak diantara penduduk Indonesia yang masih sempat untuk menikmatinya. Di sana kita akan melihat Pemimpin besar yang berdiri di podium internasional berteriak dengan lantang seraya mengangkat tangan yang terkepal menyerukan kedigdayaan. Bisa dibayangkan, Pembangunan merata diseluruh pelosok negeri. Infrastruktur yang jauh lebih beradab. Demokrasi yang lebih santun dan Pancasila yang melekat dengan jiwa.

Namun, kekuatiran ini pun muncul seiring dengan ada terbersit pertanyaan dalam pikiran, "Siapa mereka yang akan berada di generasi emas tersebut?" Saya pun coba-coba menghitung, karier terbaik manusia dimulai usia 25 tahun sampai dengan 55 tahun (saya rumuskan dari penetapan pemerintah untuk usia pensiun PNS). Jika dikaitkan dengan usia tersebut, maka generasi 2045 adalah orang-orang yang lahir dari tahun 1995-2020.

Kekuatiran ini semakin menajam seiring pemahaman atas "Pendidikan penentu masa depan bangsa". Negara yang maju pastilah ditentukan oleh majunya pendidikan. Tidak ada satupun yang dapat membantah ini. Pertanyaan berkembang menambah kekuatiran ini, "Apa yang terjadi dengan dunia pendidikan?".

Saya mencoba meyakinkan diri, kembali meluruskan harapan dengan percaya diri, Sambutlah Indonesia Baru. Sambil mendengar, melihat, dan merasakan perjalanan pendidikan di negara ini. Untuk mencapai generasi emas, berbagai langkah strategis dilakukan dalam dunia pendidikan untuk penerima pendidikan dan pengantar pendidikan.

Untuk hal ini, pemerintah meyakinkan pendidikan berkualitas dengan memperhatikan kesejahteraan guru. Keprofesionalan seorang pendidik harus diasah dan kesejahteraan mengiringinya. Ribuan bahkan jutaan pendidik diharuskan memilki pendidikan akhir serendah-rendahnya strata satu. Berhasil! Dalam waktu "singkat", banyak tenaga pendidik yang memiliki gelar dibelakang namanya. Ini masih dirasa kurang cukup, guru perlu dilatih untuk menjadi profesional dengan banyak persyaratan yang justru tidak menunjukkan keprofesionalan. Kali ini juga berhasil. Banyak kini guru yang dinyatakan profesional.

Lalu bagaimana dengan si penerima pendidikan yang kelak akan menjadi generasi emas tersebut? Kembali untuk mencapainya, dipilih jalur penyetaraan pendidikan dengan cara penyetaraan kriteria kelulusan untuk semua sekolah dimanapun sekolah itu berada. Ya, Ujian Nasional diharapkan membentuk manusia Indonesia yang memiliki kemampuan sama dengan orang-orang yang berada di negara-negara maju. Hasilnya, Luar Biasa. Banyak sekolah yang memiliki lulusan dengan nilai yang fantastik jika diukur dengan delapan standar nasional pendidikan.

Lebih rinci lagi kita sorot, apakah Ujian Nasional telah mencapai fungsinya sebagai alat standard pendidikan untuk bisa bersaing dengan dunia internasional? Ujian Nasional telah berlangsung 10 tahun sebagai salah satu penentu kelulusan, dan sialnya lagi, sering diartikan satu-satunya kriteria kelulusan peserta didik dari jenjang yang dijalaninya. Jika sudah lulus Ujian Nasional, apapun itu yang lain, mungkin absen yang tidak wajar, atau etika yang kurang, dianggap nol dalam penentu kelulusan.

Selama 10 tahun kita bisa lihat betapa banyak pelanggaran yang terjadi terhadap pelaksanaan Ujian Nasional. Bagai fenomena gunung es, pelanggaran yang tampak hanyalah sebagian kecil dari pelanggaran yang terjadi disepanjang pelosok negeri. Bukan hanya dari pihak yang ingin lulus, bahkan dari pelaksana tugas "mulia" juga ikut-ikutan masuk dalam makna terselubung.

Bahkan ketika kebijakan ini telah dirubah di tahun ini, karena alasan banyak kecurangan yang terjadi sepanjang pelaksanaan UN sebagai kriteria kelulusan, ternyata sampai hari ini kecurangan itu juga masih terjadi. Sekali lagi, bagai fenomena gunung es, yang terkabar tidak sebanyak yang terjadi.

Hitung-hitunganpun akan segera berakhir, mungkin bertahun-tahun, kita akan menemukan 1 atau bahkan sampai 100 orang yang memiliki kemampuan yang luar biasa, akan tetapi yang ditakutkan, kita akan menemukan rata-rata kemampuan yang terburuk yang pernah Indonesia miliki dalam satu generasi. Ini bangsa dan bukan arisan, SDM yang merata akan menjadikan kemajuan Indonesia yang luar biasa jika dibandingkan beberapa orang yang memiliki SDM diatas rata-rata yang tenggelam didalam lautan SDM dibawah rata-rata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun